38. Permen Ulang Tahun

16 2 15
                                    


"Pemberian kecil, tetapi sangat berharap jika yang memberikan adalah orang yang berarti bagi kita."

~ Bintang Fajar Subuh ~

Setelah dua minggu libur sekolah, akhirnya hari ini akan masuk sekolah lagi. Senjana telah memasuki kelas tiga SMA, gadis itu tengah sibuk mengikat tali sepatunya. Tiba-tiba saja, ia melihat Awan akan pergi dari rumah. Dahinya berkerut. "Ayah, tungguin aku, lagi ikat tali sepatu sama nunggu Mama menempatkan bekal," pinta Senjana.

Awan menggelengkan kepalanya. "Ayah buru-buru, Senja. Kamu berangkat sekolah sendiri, ya, naik angkot," pinta Awan.

Senjana mengembuskan napasnya dengan kasar dan mengerucutkan bibirnya. "Ayah, sebentar doang, kok. Tungguin, dong," protes Senjana.

Awan menghela napas berat. "Nggak bisa, Senja. Kamu kan, tahu Ayah bekerja di Jakarta. Ini udah mepet, Ayah bisa telat kalau nungguin kamu. Tolong ngertiin Ayah, Nak,?" pinta Awan penuh harap.

Senjana menatap Awan dengan perasaan kecewa. "Ayah selalu saja menghindari mengantar Senjana ke sekolah! Ayah emang nggak mau nganterin apa gimana, sih? Selama ini Ayah selalu menolak mengantarkan Senjana, padahal kita satu arah," protes Senjana kepada ayahnya karena ayahnya selalu saja seperti itu.

"Senja, Ayah bekerja untuk kamu, Mama, Desi, juga kakakmu. Tolong, jangan banyak meminta. Udah, ya, Ayah pergi dulu." Awan bergegas menghampiri motornya, memakai helm, lalu segera mengendarai motor, meninggalkan rumah.

Senjana melihat itu mendengkus kesal. "Ayah kayaknya nggak mau antar aku ke sekolah lagi." Wajah Senjana begitu muram dan ekspresinya begitu lesu.

Tiba-tiba Retno datang menghampiri Senjana. Ia memberikan kotak bekal dan sebungkus permen berbentuk hati kepada Senjana. "Ini bekal makanmu, Sayang. Dan ini permen untuk kamu bagikan," jelas Retno.

Senjana mengangguk, ia segera memasukkan kotak bekal dan permen ke dalam tas. Retno melihat wajah Senjana yang muram, mengerutkan kening dan menyipitkan matanya. "Senja, ada apa? Kenapa kamu sedih? Kan, hari ini ulang tahunmu. Nanti setelah pulang sekolah, kita akan rayakan ulang tahunmu, Mama telah memesan kue dan Mama akan masakan makanan yang spesial untukmu."

"Ayah, Ma. Ayah kenapa nggak mau nunggu Senjana sebentar, malah berangkat duluan," sahut Senjana begitu sedih. Di hari ulang tahunnya ayahnya membuatnya kecewa untuk kesekian kalinya karena menolak mengantarkan dirinya berangkat sekolah.

Retno membelalakkan matanya. "Apa? Ayahmu udah berangkat? Padahal Mama sudah bilang untuk mengantarkan kamu ke sekolah, lagian juga searah. Ya udah, tidak apa-apa, Sayang. Kamu naik angkot aja, ya. Kamu nggak perlu sedih, nanti Mama omelin ayah di telepon. Kamu nggak boleh sedih di hari ulang tahunmu, Sayang," tutur Retno dengan lembut sambil mengusap pipi Senjana.

"Ayah juga nggak ingat ulang tahunku dan tidak mengucapkan apalagi memberikanku hadiah, Ma. Ayah udah nggak peduli sama aku lagi, ya, Ma?" tanya Senjana dengan lirih.

Retno segera memeluk Senjana dengan erat, mengusap punggungnya dengan lembut. "Sayang, kamu nggak perlu memikirkan apa pun dulu. Masa hari ulang tahunmu, kamu sedih, sih? Kamu harus tersenyum, Sayang. Nggak boleh sedih-sedih gini
Soal ayahmu, nggak usah terlalu dipikirkan. Nanti Mama akan menegurnya. Sekarang kamu berangkat ke sekolah, nanti telat kalau kesiangan." Retno mengusap kepala Senjana sangat lembut.

Senjana mengulurkan tangannya di depan Retno sambil menunjukkan senyuman agar Retno tidak khawatir padanya. "Ya udah aku berangkat dulu, Ma. Assalamualaikum." Senjana mengecup punggung tangan Retno dengan lembut.

"Waalaikumussalam, Sayang," balas Retno.

Senjana melangkahkan kakinya keluar dari rumah dan menunggu angkutan umum di pinggir jalan raya. Saat angkutan akan datang di depannya, Senjana segera melambaikan tangannya, sebagai tanda ia meminta angkutan umum untuk berhenti. Angkutan umum mulai berhenti, Senjana segera melangkah masuk ke dalam angkutan umum.

Beberapa menit kemudian, Senjana tiba di sekolah. Kakinya melangkah menuju kelas barunya.

Sesampai di dalam kelas, Senjana mulai duduk di kursinya. Gadis itu menatap sekitar masih kosong, belum ada satu pun siswa yang datang. Senjana akan menunggu kedatangan siswa di kelas karena ia akan membagikan permen dalam rangka peringatan ulang tahunnya yang ketujuh belas tahun.

Senjana menunggu, hingga akhirnya Fajar yang terlebih dahulu tiba di kelas. Tanpa berpikir panjang, Senjana langsung menghampiri Fajar, ia memberikan beberapa buah permen berbentuk hati ke tangan Fajar. "Ini, permen dari gue. Hari ini gue ulang tahun, jadi gue mau bagi permen. Semoga lo suka, ya." Senjana menunjukkan senyuman lebar terlihat manis di depan Fajar. Fajar merasa berdebar saat menerima permen dari Senjana apalagi melihat senyumannya. Jarang-jarang Senjana tersenyum seperti ini pada Fajar.

Fajar menaikkan sebelah alisnya. "Oh, lo ulang tahun. Kalau gitu traktir gue makan, dong. Kan ulang tahun," pinta Fajar dengan nada menggoda. Ia mengedipkan sebelah matanya.

Senjana mengerucutkan bibirnya, ia segera mencubit lengan Fajar. "Ish, enak aja lo! Udah bagus gue kasih permen, ngelunjak lo minta traktiran!" gerutu Senjana kesal.

Fajar merasakan sakit di lengan kanannya, lalu memanyunkan bibirnya. "Dih, galak amat. Bercanda, elah! Ya, kalau gitu selamat ulang tahun, Senjana." Fajar tersenyum lebar, membuat Senjana merasakan jantungnya seolah melompat ke sana dan kemari. Tubuhnya sedikit gemetar dan pipinya terlihat memerah seperti tomat.

"Ya, terima kasih, Fajar." Senjana segera meninggalkan Fajar dan kembali ke tempat duduknya.

Fajar tidak langsung duduk di kelas, pemuda tampan itu pergi ke taman sekolah. Ia menempati sebuah bangku panjang sambil menatap permen-permen yang ada di tangannya. "Permen doang, nih? Tapi, ya udah, deh, permennya lucu, mana bentuk hati. Aduh, gue berdebar banget, sialan! Ini cuma ngasih permen doang, ngapa jadi deg-degan gini, sih?" gumamnya.

Fajar mulai membuka sebuah permen pemberian Senjana. Ia merasakan manisnya permen di dalam mulutnya. Setelah memakan permen entah mengapa tiba-tiba tubuhnya gemetar. "Kenapa sih, gue? Kok, gue aneh banget?" tanyanya pada diri sendiri.

Fajar memakan permen yang selanjutnya, ia sangat menikmatinya. "Lo jarang ngasih gue sesuatu. Walau ini kecil, ini berharga banget buat gue dan bikin jantung gue nggak karuan," gumamnya lagi.

Sementara Senjana mulai membagikan permen kepada teman-teman di kelasnya. Diani, Najwa, Hanni, Nurhasanah, dan Larasati menyukai permen yang Senjana berikan.

"Selamat ulang tahun, Senjana. Semoga panjang umur, sehat selalu, dan semakin pintar biar bisa ngajarin gue, hehe," ujar Diani sambil memeluk Senjana.

Hanni menghampiri Senjana dan memeluknya. "Selamat ulang tahun, Senjana. Semoga lo cepetan jadian sama Fajar, deh."

Senjana terbelalak. "Hanni, kok, gitu, sih?" protesnya.

"Kan, lo suka sama Fajar, ya, kan?" goda Hanni.

Senjana menggeleng. "Jangan dibahas, diem!" peringatnya dengan malu-malu.

Najwa mendekati Senjana dan memeluknya setelah Hanni. "Selamat ulang tahun, Senjana. Semoga apa pun yang lo inginkan bisa tercapai."

Senjana tersenyum di depan Najwa. "Makasih, Najwa. Lo juga, ya."

Selanjutnya Nurhasanah yang menghampiri. "Selamat ulang tahun Senjana. Semoga kita selalu berteman baik seperti ini." Nurhasanah memeluk Senjana dengan erat.

Kemudian Larasati menghampiri Senjana. "Happy birthday, Senjana. Semoga lo selalu bahagia."

"Iya, makasih Laras."

Bel telah berbunyi, para siswa dan siswi mulai keluar dari kelas dan menempati barisan di lapangan. Mereka mengikuti upacara bendera dengan khitmad. Usai upacara, para siswa masuk ke dalam kelas. Saat Fajar akan masuk, tiba-tiba Senjana menahan lengan Fajar. Gadis itu mendekatkan bibirnya di telinga Fajar. "Ayo, gue traktir. Pulang sekolah datang ke rumah, ya."

Fajar terbelalak, ia menatap Senjana. "Lo serius?"

"Iya. Pulang sekolah langsung ke rumah gue. Gue undang lo rayain ulang tahun gue di rumah." Senjana segera meninggalkan Fajar.

Gila, gue malah diundang ke rumahnya buat rayain ulang tahun! Asyik!


BAB 38 update, mari mampir, happy reading 🥰

Cinta Campur Gengsi | On Going Where stories live. Discover now