💦30💦

11 3 0
                                    

Berulang kali Raffanko mencek berkas yang ada ditangannya dengan sangat serius. Dia seolah tidak percaya dengan berkas yang baru saja Liam serahkan.

"Mau gimana pun lo cek itu gak akan ada yang berubah." Liam berujar.

"Aku cuma tidak menyangka saja ternyata ini diluar perkiraan ku."

"Kita gak ada yang pernah tau gimana aslinya manusia kan?"

Sudut bibir Raffanko tertarik. "Ya, tidak ada yang tau."

"Tapi, darimana Pak Firman dapat semua foto-foto ini?" tanya Raffanko lagi.

"Pak Firman pernah cerita kalau ada salah satu kasus soal pemerkosaan yang menyangkut pautkan anak itu. Tapi, belum sempat dilakukan penyelidikan kasus itu sudah di tutup tanpa alasan yang jelas dan korban juga menghilangkan gak tau kemana. Nah, karena Pak Firman masih penasaran, akhirnya dia diam-diam selidikin kasus itu, tapi dia gak bisa angkat kasusnya karena yang bersangkutan sudah membatalkan tuntutannya. Dan untung aja Pak Firman masih simpan berkas-berkasnya, kalau-kalau suatu hari si korban datang lagi." Liam menjelaskan.

"I'm so speechless," ucap Raffanko tak habis pikir.

"Namanya juga manusia, kalo sudah dipenuhi ambisi bisa sampai buta. Gak peduli itu hal baik atau hal buruk, tetap di lakuin demi memenuhi ambisi itu."

"Selama sekolah aku hanya fokus dengan tujuan ku untuk nilai dan juga belajar bisnis, jadi aku tidak pernah berbaur dengan siapapun. Aku bahkan tidak tau kalau anak-anak sekolah juga bisa melakukan hal kriminal."

"Apa yang terjadi di dunia ini gak ada yang bisa ditebak, sama kaya hati seseorang. Gender dan umur sudah bukan patokan lagi kalo orang mau berbuat jahat. Makanya, sekarang banyak kasus kriminal yang terjadi baik itu dilakukan perempuan atau laki-laki. Tinggal kitanya aja yang harus selalu hati-hati."

Raffanko mengangguk setuju dengan semua perkataan Liam. Sebenarnya Liam ini orangnya pintar, hanya saja tertutup dengan tingkah tengilnya itu. Kadang Raffanko ragu bahwa Gavin dan Liam itu saudara kandung, karena terlalu bertolak belakang sifatnya. Hanya Liam yang berbeda, sedangkan Gavin, Raffanko dan Valo memiliki sifat yang sama.

Kini Liam tengah fokus memandangi papan didepan mereka dengan seksama. Teka-teki sudah mulai terjawab satu persatu. Namun, mereka masih belum menemukan titik terang dari kasus ini.

"Satu-satunya orang yang tau semua itu cuma Pak Hatama. Tapi, sulit buat dia buka mulut," ujar Liam tampak serius.

"Gak papa. Aku akan korek semua kemungkinan-kemungkinan yang mengarah ke kasus ini," sahut Raffanko.

"Waktu kita gak banyak. Dalam satu bulan ini kita harus bisa temukan jawabannya."

"Ya, aku akan bergerak cepat."

💦💦💦

"Cari tau tentang siswi ini." Rannesa menempelkan potret wajah Cantika pada papan tulis.

Hilman yang tengah fokus pada pekerjaannya itu sedikit terkejut melihat kedatangan Rannesa yang tidak di sadarinya.

"Dia tau sesuatu tentang kasus ini," ucap Rannesa.

"Maksud kamu?" tanya Hilman.

"Saya bertemu dia di roof top sekolah kemarin. Dia bilang kalau saya harus memulihkan ingatan saya supaya bisa memperbaiki keadaan, karena terlalu banyak korban dari semua kejadian yang terjadi. Dia juga pernah menolong saya waktu dibully oleh geng Angel."

Hilman tampak berpikir keras dalam diamnya. Dia menatap papan tulis didepannya, berusaha menelaah semua kemungkinan yang ada.

"Sherly bilang dia dan saya dalam posisi yang sama, yaitu sebagai tersangka kasus pembunuhan. Dia pernah jadi salah satu tersangka kasus siswa kelas dua belas yang jatuh dari roof top kelas dua belas."

Splash HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang