Cerita Nesa

358 60 18
                                    

❝ Ingatan itu tak menghilang, namun terkubur sementara karena adanya karma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝ Ingatan itu tak menghilang, namun terkubur sementara karena adanya karma. ❞

🌊

Didetik berikutnya, raut wajah Farhan berubah dingin. Dekapan tadi ia urai dengan paksa, kemudian menatap Nesa dengan tatapan tajamnya bak hunusan sebilah pedang.

"Mas ...."

"Baru inget kalau punya keluarga?" tanya Farhan dengan nada rendah yang begitu dingin.

"Nggak gitu ...."

"Nggak gitu, gimana? Kamu tau kalau masih punya keluarga kenapa gak pamit kalau mau pergi jauh? Kenapa gak hubungin Mas dulu? Kenapa gak ngasih kabar 5 tahun ini?" marah Farhan.

Rasa bersalah lantas menjalar dalam diri Nesa. Pandangannya ia tundukkan, telinganya ia pasang tajam-tajam guna mendengarkan seluruh omelan dari sang kakak. Sebetulnya ini memang salahnya. Sudah tau keluarganya sisa kakak kandungnya, ia malah hidup seolah-olah hanya tersisa dia sendiri dan dapat hidup bebas tanpa memikirkan resiko apa-apa. Namun nyatanya, hal itu hanya angan-angan belaka. Kini dirinya masih memiliki seorang kakak yang dapat diandalkan.

Ya, mulai dari sekarang ia akan menganggap kakaknya seperti itu. Ia masih kesal dengan perlakuan kakaknya bertahun-tahun silam. Seorang anak selemah Bima ia siksa dengan berbagai tuntutan dan pukulan hanya karena gagal melupakan seorang wanita yang hilang entah kemana. Wanita itu sempat mengaku memiliki penyakit leukimia, sama seperti Bima. Namun kala ia berhasil sembuh dari penyakit itu, ia pamit mengutarakan keinginannya untuk bekerja di negeri orang. Dan sampai sekarang, ia belum pulang. Hilang tanpa kabar dan jejak.

"Mas udah kehilangan seseorang yang mas sayangi, Nesa. Mas gak mau kehilangan lagi," tutur Farhan yang mampu membuat Nesa mendongakkan kepalanya.

"Mas udah berubah, insya Allah."

"Maksudnya?"

Farhan tersenyum simpul, kemudian berucap, "Mas udah belajar dari salah satu kyai soal masalah mental Mas beberapa tahun lalu. Alhamdulillah, sedikit demi sedikit Mas bisa lupain kakak ipar mu. Mas juga udah gak keras sama Bima, Mas udah mulai paham sama kepribadian anak Mas sendiri."

Nesa termangu dibuatnya, ini kalimat terpanjang yang diucapkan sang kakak. Tunggu? Ia sudah berubah?

"Mas ... beneran?"

Lagi-lagi Farhan membalasnya dengan senyuman. "Ayo masuk dulu, anggep aja rumah sendiri. Yuk, Candra," ajaknya.

Candra terkesiap, namun hanya mampu mengangguk setelahnya. Mengikuti sang ibu yang berangsur masuk, ia lagi-lagi merasa familiar dengan semua ini. Ia yakin pernah kemari. Tapi ... kapan?

"Bima lagi di kamar, demam tinggi."

"Aku boleh liat nggak, Mas?" pinta Nesa.

"Masuk aja. Candra kalau mau juga boleh ikut masuk." Farhan mulai menuntun mereka menuju ke kamar Bima.

Ombak Bintang || TXTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang