6

2.1K 139 8
                                    

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Knox mendorong Rae yang menempel erat di tubuhnya seperti gurita. Dengan wajah yang murung gadis muda itu menjawab pertanyaannya, "Daddy pergi dari rumah dan tidak kembali jadi aku meminta paman Bullets mengantarku ke apartemen daddy. Aku juga membawa makan malam untukmu" Rae menunjukkan tas bekal berwarna biru yang ia bawa.

"Sejak pukul berapa kamu berada di sini?" tanya Knox.

"Tujuh" Knox melirik arlojinya, sekarang sudah hampir pukul satu pagi, itu artinya Rae sudah menunggu di sini selama berjam-jam.

Tak tahu harus melakukan apa, Knox akhirnya membuka pintu apartemennya dan menyuruh Rae untuk masuk. Diam-diam dia mengirim pesan kepada Bullets untuk menjemput Rae di kediamannya, sementara Rae menunggu dan beristirahat di apartemennya. Toh, Knox juga kelaparan, dia belum makan malam dan masakan yang Rae bawa tercium menggiurkan.

Rae membuka tas bekalnya di atas meja makan, "Sayang sekali makanannya sudah dingin, apa daddy ingin aku menghangatkannya?"

Knox merebut tempat bekal itu dari tangan Rae, "Berikan kepadaku, aku suka makanan yang dingin"

Rae tersenyum, dia duduk di samping Knox sambil memandangi betapa lahap lelaki itu menyantap pasta buatannya. Rae sangat ingin menyentuhnya, mengusap garis rahang Knox yang jantan dan membelai pipi berbulunya, tapi Rae tidak ingin mengusik Knox yang sedang makan jadi dia memendam keinginannya itu.

Dari wajah tampan Knox perhatian Rae kemudian terfokus pada bercak darah yang mengotori kemeja putih ayahnya, "Ada bercak darah di pakaian daddy, apa daddy terluka?" tanya Rae merasa cemas.

Knox menggeleng acuh, "Ini bukan darahku" jawaban Knox sederhana tapi Rae sudah tahu maksudnya, dia paham betul pekerjaan berbahaya seperti apa yang Knox lakukan untuk kakeknya.

Mata Rae kemudian memandang ke sekeliling rumah. Apartemen ini bukanlah apartemen yang pernah mereka tinggali bersama-sama. Tampaknya ini adalah apartemen baru, sebab hanya ada sedikit furnitur di apartemen ini.

"Rumah daddy bagus dan rapi" kata Rae, memuji.

Knox mendengus, "Hunian ini tidak layak kamu sebut sebagai rumah"

Rae menyandarkan dagunya di pundak lelaki itu, "Aku bisa menghiasnya jika daddy mau"

Bunyi bel yang terdengar menyela perbincangan mereka. Knox yang tahu siapa yang datang segera bangkit dari kursi makan dan berkata, "Bullets telah datang untuk menjemputmu, kamu bisa pulang ke rumahmu sekarang"

Rae tetap duduk di kursinya, kekesalan dan kesedihan menyelimuti wajahnya saat dia bersikeras tidak ingin meninggalkan apartemen Knox, "Tidak mau! Aku tidak akan pergi ke mana pun tanpa daddy!"

Oh.

"Mengapa Daddy selalu ingin membuangku? Apa aku melakukan kesalahan? Apa aku merepotkanmu? Aku hanya ingin bersama daddy, itu saja"

Knox terdiam melihat pertentangan di wajah cantik itu. Mata Rae juga sudah mulai berkaca-kaca, Knox tahu gadis itu tidak hanya berbicara tentang apa yang terjadi sekarang tapi juga saat di mana Knox meninggalkan Rae di Bandara sepuluh tahun yang lalu sehingga lagi-lagi Knox tidak dapat berbuat apa-apa, sejak dulu air mata Rae adalah kelemahannya, dan Rae tahu betul tentang hal itu.

Membiarkan Rae tetap berada di ruang makan, Knox melangkah menuju ke pintu. Wajah datar Bullets menyapanya lalu tanpa mengatakan apa-apa lelaki itu menyerahkan sebuah tas kepada Knox. "Apa ini?" tanya Knox.

"Pakaian Rae, aku tahu dia tidak akan bersedia untuk pulang ke rumahnya tanpamu"

Knox menghembuskan napas berat, "Baiklah, kau tidak perlu datang besok, aku yang akan mengantar Rae ke kampusnya"

"Baik" sahut Bullets sebelum lelaki itu pergi dari hadapan Knox.

Knox memandangi tas berisi pakaian Rae di tangannya sebelum doa menutup pintu. Dia kembali ke ruang makan, Rae masih duduk dengan wajah yang tertunduk di sana. Knox mendekatinya, dia meletakan tas itu di atas meja tepat di hadapan Rae, "Ini pakaianmu, berdirilah, aku akan menunjukkan di mana kamu akan tidur"

Wajah Rae kembali terangkat, bola mata biru itu berseri mengira Knox mengizinkannya tinggal di sini. Rae segera turun dari kursinya dan membuntuti Knox yang menunjukkan di mana kamarnya berada. Di apartemen ini Knox hanya punya dua kamar tidur. Pertama kamar tidur yang dia tempati, dan yang kedua kamar tidur lain yang kosong dan ia jadikan sebagai gudang. Knox mengantar Rae menuju ke kamarnya dan membiarkan gadis itu tidur di sana sementara dia lagi-lagi akan tidur di sofa ruang tengah.

"Kamu bisa tidur di kamarku, kamar mandinya ada di pojok sana, jika kamu membutuhkan sesuatu aku ada di ruang tengah" Knox hendak meninggalkan Rae sendirian setelah dia menjelaskan segalanya kepada gadis itu, namun Rae segera meraih tangannya dan berkata, "Daddy, bisakah kamu tidur di sampingku malam ini?"

Knox menatapnya kesal, "Aku sudah membiarkanmu melakukan apapun yang kamu mau Rae, jangan buat aku kehilangan kesabaran dengan permintaan semacam itu"

Rae menggigit bibir bawahnya, "Maafkan aku, tapi aku tidak dapat membiarkanmu tidur di sofa lagi"

Knox menghembuskan napas berat, dia tahu Rae akan tidur di sofa jika Knox tetap tidak mau tidur di ranjang bersamanya. Jadi untuk semebtara waktu Knox menuruti keinginan gadis itu, dia tidur di samping Rae hingga gadis itu terlelap kemudian dia akan pergi ke sofa dan tidur di sana sesuai dengan rencananya.

Knox sudah berbaring di ranjang ketika Rae keluar dari kamar mandi dengan piyamanya. Dia langsung menempatkan dirinya di sisi Knox. Begitu dekat dan rapat sehingga Knox bisa mencium aroma bubble gum bercampur aroma buah berry dari tubuh hangat itu.

"Hei, berikan aku ruang sedikit" Knox menegur Rae demi menjaga kewarasannya, akan tetapi bukannya menjauh Rae justru melingkarkan lengannya yang ramping pada pinggang Knox dan membenamkan wajahnya di dada Knox sambil berkata, "Good night daddy, I love you"

Kata-kata cinta yang Rae ucapkan membuat Knox kembali teringat dengan apa yang Bullets sampaikan kepadanya, bahwa Rae mengaguminya lebih dari seorang ayah. Knox mendesah gusar, ini sudah tidak wajar, pikirnya. Dia bukan ayah kandung Rae, selain itu Rae bukan lagi anak berusia 7 tahun yang dapat bermanja-manja dengannya. sekarang mereka adalah dua orang dewasa yang harus menjaga batasan. Ini bukan berarti Knox tidak menyayangi Rae lagi, Knox hanya ingin menjaga gadis polos itu dari sisi bajingannya.

Menit demi menit berlalu dan Knox dapat meraskan napas Rae mulai berhembus teratur pertanda gadis itu telah tidur. Dengan hati-hati Knox melepaskan diri dari ikatan lengannya, dia beranjak dari ranjang dan melangkah meninggalkan kamar tanpa menciptakan sedikit pun bunyi.

Knox menghembuskan napas lega begitu dia berhasil sampai di ruang tengah. Dia menyalakan telivisi dengan volume yang kecil dan menonton siaran ulang pertandingan tinju sampai dia menghabiskan sebatang rokok sebelum dia tidur. Sembari menunggu rasa kantuk datang, Knox juga menyusun rencana agar Rae menjauh darinya sebab jika dibiarkan perasaan terlarang yang Rae miliki terhadap Knox akan tumbuh semakin besar dan bisa menyakiti dirinya sendiri.

Mematikan televisi, Knox merebahkan tubuhnya di sofa setelah dia mendapatkan sebuah ide. Sofa memang tidak seempuk ranjang tapi kelelahan membuat Knox jatuh terlelap dengan sangat mudah tanpa merasa tegang. Namun, keesokan paginya Knox terbangun dengan tubuh mungil yang menindihnya dan menjadikannya sebagai kasur, tentu saja pemilik tubuh itu tidak lain dan tidak bukan adalah Raquel Bradford yang meninggalkan ranjangnya pagi-pagi buta sekali hanya untuk tidur di sofa bersama Knox.

— TBC —

Jangan lupa untuk vote dan comment, perhatian dan dukungan sekecil apa pun dari pembaca sangat berarti untuk penulis dalam berkarya!

Daddy's Little Girl ( TAMAT) Where stories live. Discover now