03. Wishlist

96 18 3
                                    

"Sekarang, coba kamu buat wishlist kamu buat tahun depan, apa aja yang kamu inginkan." Kata Aliora.

Bocah laki–laki itu mengangguk, lantas mulai mengucapkan beberapa kalimat permohonan dalam hatinya.

Aku cuman mau diumur aku yang ke 17 tahun nanti, Mama sama Papa peduli sama aku. Aku cuman mau Mama sama Papa nganggep aku ada, karna hidup tanpa kasih sayang orang tua, sama aja hidup sebatang kara dalam lara kehidupan ini.

Aku tau ini, permohonan yang simpel, bahkan beberapa anak–anak diluaran sana, mampu mendapatkan nya. Namun tidak untuk ku. Aku cuman lah anak yang tidak pernah diinginkan kehadirannya untuk lahir kedunia.

Setidaknya, sehari saja dalam hidup ku, aku merasakan memiliki keluarga yang lengkap. Walau itu harus dimenit–menit terakhir ajal ku.

Jika kalau keinginan ku tidak sampai terwujud juga, lebih baik aku mati saja Tuhan. Aku tidak mau membuat hati ini hancur karna sebuah harapan palsu yang belum tentu bisa terjadi.

"Udah?" Tanya Aliora yang mampu membuat bocah laki–laki itu mengangguk setelah selesai meniup lilinnya.

Ini ulang tahun pertamanya yang dirayakan oleh seorang manusia. "Makasih Lio, buat kejutannya, kamu baik banget. Ini kali pertamanya, ada manusia yang peduli bahkan senang melihat hari kelahiran aku." Kata Halilintar.

Aliora tersenyum hangat mendengar ucapan Halilintar. "Sama–sama, Aju. Tapi kamu harus yakin kaloh semisalnya nanti dimasa yang akan datang, kamu bakalan bisa ngerayain ulang tahun kamu sama orang–orang terdekat kamu."

"Buat sekarang, kamu ngerayain ulang tahun kamu sama Aku, Mama, Papa, dan Bang Fendy aja dulu, ya?" Ucap Aliora.

Halilintar mengangguk kecil mendengar nya.

Tapi, aku juga pengen ngerayain ulang tahun aku, bareng Mama, Papa dan saudara–saudara aku yang lain, Lio.

Tapi apa itu mungkin bisa terjadi?

10 Tahun Kemudian

"Sini–sini, anak–anak kembar Mama sama Papa udah besar aja yaaa,"

"Iya nih, udah SMA kelas 10 aja," Kata Geano gemas seraya mencubit pipi Taufan gemas.

"Duhh Pa, sakit tauu, Mama liat nih gara–gara ulah Papa pipi aku jadi merah," Adu Taufan pada Anatasya yang sibuk mengelus surai Ice.

"Papa gak salah tuh Taufan, lagian emang kalian bereenam tuh masih kemasan sachet semua lho," Ledek Anatasya.

Geano tersenyum manis. "Tuh dengerin, Mama aja ngebelain Papa lho, hayo mau apa kamu?" Goda Geano pada Taufan yang kesal.

"Kalian gak asik ih! Kami bukan anak kecil lagi tauu."

"Iya tau nih, Ma, Pa." Sahut Blaze malas.

Geano dan Anatasya kembali tertawa pelan. "Iya–iya, maafin Mama sama Papa. Udah dong, jangan ngambek. Masa iya anak bujang Mama ngambek semua gak lucu tau,"

"Salahin gen Papa dong," Sahut Gempa.

"Lho, Papa udah diem kok masih dibawa–bawa sih?"

"Ya karna.... Kami kan anak Papa, jadi wajar lah kaloh suka ngambekan. Aku pernah liat dulu Papa nangis–nangis sambil peluk Mama, karna Mama diemin Papa seharian." Ejek Gempa dengan senyum miring.

Geano terdiam. Sabar Geo, sabar. Dia anak lo.

"Udah, udah Arsyi, jangan diingetin lagi atuh, kasian tuh Papa kamu nanti pudung terus malemnya ngadu ke Mama." Balas Anatasya.

"Ana! Aku gak gitu ya,"

"Masaaaa?"

"Udahlah, Papa pergi aja nih kaloh kalian kayak gini," Kata Geano hendak pergi dari sana.

"Ya udah pergi sana, biar Mama Ana buat kami, lekk!" Ledek Thorn seraya memeluk Anatasya kuat.

"Lho, Pa, kenapa duduk lagi? Gak jadi pergi?" Tanya Solar saat melihat Geano duduk dengan muka sebal.

"Gak jadi. Papa males pergi." Katanya berujar ketus.

"Hayo lhoo, Papa nya udah ngambek tuh, Maa," Canda Ice membuat mereka yang mendengar hanya bisa tertawa lepas.

Dibalik sela tawa diruang tamu, ada tetesan air mata yang jatuh dibalik anak tangga dapur.

Anak dengan pakaian SMA itu terdiam, hati nya sakit. Sakit melihat semua ini. Dirinya juga ingin ikut dalam keadaan itu.

Namun, apalah daya, bukannya berhasil mendapatkan itu, dirinya malah mendapatkan cambukan dari mereka.

"10 tahun lalu, ada seorang anak kecil yang berharap untuk mempunyai keluarga disaat keluarganya masih utuh namun terasa sebatang kara."

"Tuhan.... Tahun ini, gue bakalan berusia 17 tahun. Tapi kenapa Mama sama Papa gak pernah mau buka hati mereka buat gue?"

"Apa sefatal itu kesalahan gue dimata mereka?" Katanya dengan senyuman hambar.

"Gue iri. Gue iri sama kalian yang dengan mudahnya mendapatkan perhatian Mama sama Papa. Sedangkan gue? Harus nunggu bertahun–tahun lamanya untuk mendapatkan itu,"

"Dan setelah sekian lamanya menunggu, Tuhan tidak pernah mewujudkan itu semua."

"Mati itu lebih baik dari pada menahan sakit hanya demi berharap lebih kepada manusia." Gumam Halilintar seraya mencengkeram kuat dua selepangan penghargaan yang diterima nya disekolah tadi.

Dua selepangan itu bertuliskan – SISWA BERPRESTASI SMA AREOVER dan MOST WANTED BOY SMA AREOVER.

"Semua perhargaan yang gue dapet gak bakalan ada gunanya dihidup gue."

"Toh juga, semua itu dikasih bukan didepan semua mata. Hanya gue dan kepala sekolah aja yang tau."

"Lagian, siswa–siswi mana coba yang mau melihat anak haram ini selalu mendapatkan perhargaan dari sekolah mereka?"

"Sampah, tidak akan pernah layak mendapatkan kedudukan seorang Raja."

–00.00 | Illegitimate Child–

Jadiii yang salah disini sapa bestiee, Halilintar atau Anatasya sama Geano?

By : @AqueeneIntan.

00.00 | Illegitimate Child Where stories live. Discover now