Bab 14 : Dalang dibalik Semua Teror

11 5 0
                                    

Edzhar, diam-diam mencari informasi terkait pelaku dari lepasnya lampu sorot saat mereka tengah tampil di atas panggung.

Lagi-lagi, Hans terseret dalam situasi yang mungkin membahayakan dirinya. Kedua laki-laki itu menatap layar komputer di ruang keamanan, mereka melihat rekaman cctv yang terjadi hari itu.

Dari semua cctv yang ada di aula, hingga cctv yang mungkin bisa menjangkau pergerakan orang itu. Cctv yang berada tepat di depan pintu aula, tak merekam seseorang pun yang masuk. Namun di menit selanjutnya, di cctv yang berbeda, orang itu sudah berada di dalam.

"Cctv nya emang gak ngejangkau atau ada pintu lain, selain pintu utama di aula?" tanya Edzhar.

"Setau gue, cuma ini pintu masuk ke aula. Tapi, gatau, ya. Coba bentar." Laki-laki itu menoleh ke arah belakang, pencari penjaga keamanan yang sedang berjaga siang itu.

"Pak, saya mau tanya. Selain pintu ini, ada pintu lain gak, yang mungkin mahasiswa gatau."

"Kamu ketua BEM, masa gak tau," ucap pria setengah tua itu. Pria itu menghampiri Hans, lalu meminta laki-laki itu untuk menyingkir sebentar. Ia mencari sesuatu di komputer itu hingga menemukan apa yang ia cari.

Sebuah rekaman cctv, merekam seseorang dengan hoodie hitam memasuki aula, dari pintu kecil di belakang panggung. Pintu yang sedikit menyamar dengan dinding, membuat orang-orang tak sadar bahwa ada sebuah pintu di sana.

Orang itu terekam, rambutnya yang terlihat dari balik tudung, membuat Hans dan Edzhar tau bahwa itu seorang lelaki. Namun, cctv yang ada di aula, tidak memungkinkan. Mereka tak bisa mengetahui lebih dalam, siapa laki-laki itu.

"Gak ada harapan," ucap Edzhar.

"Sebenernya kalian nyari siapa, sih?" tanya pria itu.

Hans dan Edzhar menoleh. "Jadi, waktu kejadian lampu sorot di aula itu jatuh, ada orang yang sengaja kendorin lampunya, Pak," jawab Edzhar.

"Yang kendorin, orang di cctv tadi?"

Kedua laki-laki itu mengangguk, membuat petugas keamanan itu diam. "Oh, iya, waktu itu saya kebetulan masuk siang. Nah, kalo mau ke ruangan ini tuh ngelewatin pintu kecil di belakang aula. Di situ saya papasan orang di dalem rekaman itu, karena saya gatau siapa dia, jadi yaudah, saya biarin gitu aja."

"Bapak tau mukanya?" tanya Hans. Edzhar benar-benar menaruh harapan yang besar pada pria itu.

"Jelas tau dong, orang saya papasan, depan muka saya."

***

Nizam melangkah masuk ke dalam rumah sakit yang merawat Adam sebelum laki-laki itu menghembuskan napas terakhirnya. Menanyakan sesuatu pada suster yang berjaga dekat kamar rawat inap Adam.

"Misi, Sus," ucap Nizam.

"Iya, ada apa, Kak?" Suster muda yang berjaga siang itu bangkit dari kursinya, menyetarakan dengan Nizam.

"Saya mau tanya, Sus, walaupun udah terlambat banget, nih. Masih bisa, kan?" tanya Nizam setengah takut, ia ragu bahwa suster yang berjaga tak tau apa-apa mengenai kematian ADam.

"Oh, boleh kok, silakan mau tanya apa." Suster itu tersenyum dengan sangat ramah.

"Waktu itu, temen saya, Adam Anzar, pernah di rawat di rumah sakit ini, waktu itu dia masuk tanggal 18, sekitar jam 7 malam."

Panggung Pertunjukan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang