2. Tidak Sedekat Itu

46 29 98
                                    

Hola...
Vi balik lagi
Jangan lupa vote+komen, dan share cerita ini ya 🐣🐣
Happy Reading 💚

Leisya menatap datar pada sosok yang baru saja masuk ke kelas yang menjadi kelasnya. Entah apa tujuan gadis itu sehingga memilih sekolah ini untuk menjadi sekolahnya juga.

“Selamat pagi anak-anak, hari ini anggota kelas kalian akan bertambah satu orang. Silakan perkenalkan diri kamu,” titah sang guru, pada gadis di sampingnya.

“Selamat pagi semua, perkenalkan nama gue Milea,” ujar gadis itu ceria, dibalas sorakan teman sekelasnya.

“Et dah, neng Lea. Abang siap sedia buat jadi Dilan neng Lea, deh,” celetuk Cakra, mendapat cibiran dari teman sekelasnya.

“Sudah-sudah. Kamu ini Cakra, seharusnya kamu bisa menenangkan kelas, bukannya malah membuat keributan,” ujar sang guru, tidak habis pikir akan kelakuan ketua kelas itu.

“Ya maaf Bu. Namanya juga anak muda, lagi masa-masa pubernya,” gumam Cakra, yang hanya di balas gelengan kepala oleh sang guru.

***

Bel istirahat telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Oleh sebab itu, keadaan kantin Pelita Harapan dipadati oleh para siswa-siswi yang ingin mengisi perut, agar tetap konsentrasi dalam pembelajaran.

“Hai Gavi, gue boleh gabung enggak, bareng lo,” ujar gadis itu, yang sejak kedatangannya menjadi pusat perhatian seisi kantin.

“Sorry, tapi ini bangku gue. Lo bisa cari bangku yang lain,” ujar seseorang, mendudukkan dirinya tepat di samping pria yang kini menatap dingin ke arahnya.

“Siapa yang ijinin lo duduk di sini?” tanya Gavian dengan suara beratnya.

“Kenapa? Sebelum gue datang, bangku ini juga enggak ada penghuninya, kan?” acuh gadis itu.

“Heh, lo memang enggak tau sopan santun, ya?” sinis Milea.

“Kenapa? Masalah buat lo?” jawab Leisya tak kalah sinis.

“Berdiri!” titah Gavian dingin. Pada gadis di sampingnya.

Nope. Dia yang harus pergi dari sini,” kekeh Leisya keras kepala.

“Udah lah Gav, enggak usah jadi ribut. Lo, kalau mau duduk sini di bangku gue. Gue biar gabung ke meja Lula,” sela Narendra. Malas melihat drama yang tersaji di depannya.

Selepas kepergian Narendra, keadaan kantin kembali berisik akibat bisik-bisik dari para murid akan apa yang baru saja terjadi.

Dan gadis yang menjadi pusat bisik-bisik mereka hanya mengangkat bahu acuh. Lalu fokus pada semangkuk bakso di hadapannya.

“Ck, lo memang se-enggak tau diri ini?” sarkas Gavian padanya, menghentikan acara makan gadis itu.

Sedangkan Tama dan Abimana yang berada di hadapan mereka, hanya saling sikut, akibat keadaan meja mereka yang terasa mencekam.

Mengangguk-angguk. “Dan sayangnya lo enggak bisa ngusir gue gitu aja, dari hidup lo,” ejek gadis itu.

Melihat kepalan tangan pria di sampingnya, gadis itu memutuskan untuk beranjak. Ia sudah tidak berselera untuk kembali melanjutkan acara makannya.

“Ah, btw nanti gue tunggu lo di parkiran Vian,” ujar gadis itu, menyebalkan. Lalu berlalu pergi dari sana. Tanpa peduli jika ia sudah membuat keributan.

“Lo pikir semua orang yang terlibat dengan lo, harus tunduk dengan segala perintah lo?”

Teriakan Milea berhasil menghentikan langkah gadis, yang hari ini sengaja menggerai rambut sepinggangnya.

“Kalau ia kenapa? Enggak suka?” sinis Leisya, kembali menghampiri meja yang baru saja ia tinggalkan. Berhadapan dengan Milea yang kini juga berdiri menghadapnya.

“Lo—“

“Enggak usah cari ribut,” datar Gavian, menarik Milea pergi dari sana. Tidak membiarkan gadis itu, untuk kembali berdebat dengan Leisya.

***

Gadis itu bersungut-sungut karena tidak bisa membalas perkataan dari Leisya. Karena itulah setiap langkah yang ia ambil, diiringi hentakan kakinya yang beradu dengan lantai koridor yang kini mereka pijak.

“Enggak usah kaya anak kecil,” datar pria yang kini menghadap ke arahnya. Setelah melepaskan genggaman pada pergelangan tangan gadis itu.

“Tapi Gavi, tu cewek kebiasaan banget tau. Apa-apa harus dituruti,” sebal gadis itu, tidak sadar jika ekspresi yang ia tunjukkan terlihat menggemaskan.

“Ck, lo enggak perlu cari ribut sama dia,” peringat pria itu, lalu pergi begitu saja, dari hadapan Milea.

Gadis yang kini sadar, jika ia ditinggalkan terbelalak di tempat. Karena itulah ia sedikit berlari untuk mengejar Gavian.

“Tapi lo kenapa biarin dia suka-suka hati kaya gitu, sih,” protes gadis itu, sembari mengekori Gavian.

Perkataan gadis itu, kontan menghentikan langkah pria itu.

“Kita enggak sedekat itu, kalau-kalau lo lupa. Jadi enggak perlu merasa keberatan kaya gitu,” ujar pria itu dingin. Menghentikan segala ucapan yang ingin dikeluarkan gadis itu.

Kali ini kepergian pria itu, hanya diiringi oleh tatapan penasaran dari gadis itu.

***

Sementara itu, Leisya yang ditinggalkan begitu saja kembali duduk di meja sebelumnya. Lalu bersedekap dada, guna memandang kedua sahabat Gavian yang lebih memilih tinggal alih-alih mengikuti pria itu.

“Tumben lo berdua enggak ikut cabut,” gumam gadis itu, sembari meminum lemon tea miliknya, yang belum ia cicipi sama sekali.

“Setelah lo buat dia kesal? Enggak deh, Lei. Gue masih sayang dengan nyawa gue,” kesal Abimana.

Siapa pun tau, jika seorang Gavian Aidan Reishard sudah merasa kesal, maka tidak segan-segan ia akan melampiaskan kekesalannya pada apa saja, yang terlihat mengganggunya.

Bukan hanya soal bermain fisik, kata-kata yang dikeluarkan pria itu pun, akan terkesan kasar dan pasti akan menyakiti orang-orang sekitarnya.

“Apa iya? Kalau gitu dia termasuk temen brengsek dong.”

Perkataan mengandung umpatan yang diucapkan gadis itu, mengakibatkan kedua mata pemuda di hadapannya terbelalak kaget.

Kedua pemuda itu sontak mengedarkan mata ke arah sekitar mereka dengan takut-takut, berjaga-jaga jika orang yang tengah mereka bicarakan tidak berada di sekitar mereka.

“Lo berani banget Lei, ngomong begitu soal Gavi,” ujar Tama, sembari berbisik.

“Kalian aja yang penakut. Dia kan sahabat kalian, enggak mungkin lah bakal nyakitin kalian,” saut gadis yang kini menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

Menatap aneh kedua pemuda yang kini terlihat gusar, karena diajak menggibah ketua mereka. Padahal kan pria itu juga tidak ada di sana.

“Iya, enggak akan nyakitin kok Lei. Paling-paling cuma sampai masuk ICU,” saut Abimana, menggebu-gebu.

Tentu saja, jika setelah pertengkaran kedua sejoli itu AKA Gavian dan Leisya, maka yang akan menjadi pelampiasan kekesalan dari Gavian adalah mereka, inti dari Amigost.

Karena entah mengapa Gavian yang jika sudah marah tidak pandang bulu baik pada laki-laki maupun perempuan, maka pria itu akan bersikap kasar, cenderung bengis. Agak gila memang, tetapi hal itu tidak berlaku pada gadis cantik di hadapan mereka ini. Yang entah kenapa, pria itu tidak akan bisa bersikap kasar, mau semarah apa pun ia.




Gimana sama bab ini?
Hayuk berikan komentar kalian
Yuk janlup votmen nya ya... 😉

At CloseWhere stories live. Discover now