BAB 5 : Ruang Kerja yang Terlantar

11 6 3
                                    

Suara dapur terus berisik sejak tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara dapur terus berisik sejak tadi. Mbok Rahma, dibantu oleh Juni, sibuk menyusun lemari-lemari kecil untuk bahan pembumbuan. Aroma harum opor ayam merayu indera penciuman Abimanyu, yang sudah siap untuk pergi bekerja dan akan singgah ke tukang kunci.

"Sayang, sarapan dulu," ajak Juni sambil mengambil piring dan membuka rice cooker.

Nasi hangat dengan asap mengepul menggoda, membuat Abimanyu tak bisa menahan diri untuk tidak segera duduk di meja makan. Meskipun baru dua hari mereka tinggal di rumah tersebut, rasanya seperti sudah berlangsung selama dua tahun.

"Inilah opor yang dimasak Mbok Rahma. Enak banget, katanya dia menggunakan resep lama," cerita Juni, yang membuat Mbok Rahma tersipu malu.

"Aduh, Ndoro. Biasa aja, kok. Itu resep seperti pada umumnya," balas Mbok Rahma sambil tersenyum malu-malu.

Juni tertawa kecil sambil menaruh sepotong bagian sayap ayam ke piring Abimanyu, karena dia tahu bagian itu yang paling disukai. Kemudian, Juni menuangkan jus jeruk ke dalam cangkir milik Abimanyu. Abimanyu tidak terlalu menyukai kopi, jadi jus jeruk adalah pilihannya.

Saat mereka menikmati sarapan bersama, suasana rumah terasa semakin hangat dan nyaman. Abimanyu merasakan betapa beruntungnya dia memiliki Juni dan Mbok Rahma yang selalu ada untuk mereka, membuat rumah ini terasa seperti tempat yang benar-benar mereka miliki.

****

Mas Hasan menghentikan langkah Abimanyu yang baru saja beranjak dari duduknya. "Loh, Mas Hasan?!"

Abimanyu melihat kunci-kunci yang dibawa oleh Mas Hasan, cukup banyak tersusun dalam satu gantungan. Desain kunci-kunci tersebut sesuai dengan pintu-pintu klasik di rumah itu.

"Ini kunci beberapa ruangan. Pasti Ndoro membutuhkannya. Biar saya bantu," ucap Mas Hasan sambil melangkah menuju ruang kerja Abimanyu.

Abimanyu mengikuti Mas Hasan dari belakang. Jujur, ia belum pernah melihat langsung keadaan ruang kerjanya. Hanya melihat dari foto yang diberikan oleh broker, Pak Ilham, yang membuatnya setuju untuk menjadikannya ruang kerja.

Setelah mencoba salah satu kunci ke pintu ruang kerja, kunci tersebut langsung sesuai di lubang dan mudah diputar. Pintu terbuka, dan debu mulai keluar seakan bertumpuk di belakang pintu. Beruntungnya, ada dua jendela yang berada di dua sisi ruangan, membiarkan cahaya matahari masuk dan sedikit memperlihatkan debu yang bertebaran.

Beberapa meja tua masih tersusun rapi di dalam ruangan. Mas Hasan dengan perlahan membuka gorden yang tersendat. "Apa kita ganti saja gorden dan bagian ini?" tanya Abimanyu.

Mas Hasan tersenyum, "Ndoro, bisa melakukannya."

Meja kerja terlihat tak tersentuh perubahan zaman. Ada rak berisi buku-buku novel tua yang akan menjadi kesukaan Juni. Sebagian di antaranya dalam bahasa Jawa Halus, sebagian lagi dalam bahasa Belanda.

Nirmala : Gamelan Ayu Banowati [End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang