Life After Breakup

0 0 0
                                    

Patah hati bukan merupakan hal yang indah, namun sebuah pembelajaran dari kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi. Tetapi memang lebih mudah berkata seperti itu, dibandingkan dengan menjalani 'the life after breakup'. *suara tangis terisak* "Kok bisa dia kayak gitu sih?" ucap Mara kepada Bulan yang sedang menangis "Mar, jangan ditanyaiin sekarang dong. Orang lagi nangis juga" bantah Kila yang sedang mengusap punggung Bulan. Bulan menarik nafas dan mengusap air matanya "Intinya sih gitu, gue ngomong kalau hubungan kita ya udah aneh aja. Terus dia bilang, dia udah ga kuat sama gue, katanya dia ga jadi diri dia sama gue. Gue tau, harusnya gue ga cemburuan, tapi ya gimana, namanya juga cemburu" ucap Bulan dan ia kembali meneteskan air mata "Yaudah Bul, nangisin aja dulu, gapapa, nanti juga tenang sendiri kok habis nangis" ucap Mara. Rasanya memang menyakitkan dan juga menjengkelkan, menangis dihadapan orang lain hanya karena patah hati. Tidak hanya itu, dehidrasi juga menjadi salah satu kendalanya. Aku pun sadar, mungkin ini rencana yang di Atas untuk memberitahu bahwa bukan dia orangnya, tetapi yaTuhan, lelah hati ini.

Setelah Maara dan Kila sudah pulang, aku memanaskan mobilku untuk jalan-jalan entah kemana. "Untung diputusinnya besok libur, jadi bisa jalan-jalan kan sekarang". Memang semuanya tidak bisa diproses dengan cepat dalam satu hari, tetapi setidaknya keliling Jakarta di malam hari dapat menenangkan sedikit hati yang sedang gundah ini. Masih teringat katanya aku yang membuat mu bahagia saat ini dan kamu tidak ingin mencari yang lain, karena sudah bahagia. Ternyata semua itu omong kosong, bodohnya aku masih termakan omongan-omongan manis itu. Setelah lebih dari satu jam berkendara di mobil, aku memutuskan untuk berhenti di rest area untuk membakar sebatang rokok, dan memikirkan mau pergi kemana lagi. *suara telfon bergetar* "Halo, ya kenapa? Di rest area. Iya besok ga lupa, tenang aja" Intan menelfon ku untuk mengingatkan bahwa besok flight kita ke Bali, pagi. Akhirnya aku pulang ke rumah untuk beristirahat.

Sesampainya di Bali, pikiran ku tentu saja belum tenang, tetapi hari ini hari bahagia teman ku, aku tidak ingin semua orang tau bahwa aku baru saja patah hati. Kita dijemput oleh supir teman ku yang menikah untuk menuju hotel. Setelah di hotel, kita bersiap-siap untuk pergi ke acara pernikahan siang. Setelah acara siang, kita bergegas ke hotel kembali untuk acara malam. Sebelum dandan, aku membuka handphone ku dan disitulah ku lihat, dia memposting dengan perempuan lain. Sedang makan all you can eat, yang ia tidak pernah mau mengajakku, karena aku makannya sedikit. Tidak ada air mata satupun menetes, melainkan aku langsung teringat omongan-omongan jahatnya kepada ku, seperti "kamu tuh kurang gendut. Kamu olahraga dong" Gimana caranya, badan berisi tapi harus olahraga juga, jadi dia mau aku sehat atau tidak sehat? Karena menurut ku, salah satu yang bisa dibanggakan dari diri ku adalah tubuhku. Tubuhku pas. Terkadang aku makannya sedikit, ya karena tidak lapar, tapi sudahlah. Keesokan paginya, aku terbangun jam 7 pagi dan menangis. Menangis karena ternyata selama ini, dia tidak benar-benar mencintaiku dan lagi-lagi aku menyianyiakan hatiku untuk seseorang yang tidak mau berjuang. Karena, bukannya kalau kita menyatakan perasaan kita tentang hubungan kita, itu merupakan hal yang baik? tidak untuk dia. Menyindir dan memanas-manaskan keadaan adalah kesukaannya, seperti memposting perempuan yang akupun tidak tau ia siapa.

Saat di Jakarta, aku bertekad untuk mencintai diriku sebelum mencintai orang lain. Aku juga akan mendahulukan diriku dibandingkan orang lain, kecuali pekerjaan karena agak susah. Aku mulai membaca buku yang tak pernah ku baca sebelumnya, aku mulai memperhatikan sekitar ku, aku mulai tau apa yang aku suka dan yang tidak ku suka. Apakah ini yang disebut dengan titik balik seseorang? Mungkin aku mendapatkannya dari patah hati dari hubungan yang singkat ini, namun jika dari hal tersebut menjadi sesuatu yang baik, kenapa tidak.

Caught Up In The MomentWhere stories live. Discover now