[ chapter i ] medulla oblongata

125 23 4
                                    

─── ・ 。゚☆: *.☽ .* :☆゚. ───

“ mama bangga sama yujin. ”

yujin menatap jam dinding di pojok ruangan dengan datar, acuh tak acuh dengan pujian sang mama yang diselingi tawa puas.

"ini baru anak mama!" wanita itu membelai kepala yujin dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang tiga lembar hasil try out biologi yang tercetak angka 100 diatasnya.

yujin meringis, merasakan luka diatas kepalanya berdenyut ngilu ketika tangan sang mama berdesir diatasnya. semalam terluka, karena mama marah akibat nilai matematika yujin turun.

kepala yujin yang terluka itu menjadi saksi bisu seberapa obsesif sang mama bisa bersikap. baru kemarin malam vas bunga jatuh diatasnya, lalu malam ini dibelai dengan lembut oleh tangan yang sama. semua hanya karena nilai.

mama yujin tersenyum miring, kemudian dengan sengaja menekan luka itu dengan ibu jarinya, membuat yujin merintih sembari berusaha menjauh dari wanita itu.

"yujin senang, kan, kalau dapat nilai 100? meskipun cuma try out."

dia kemudian mengepalkan tangannya dan mengangguk setelah menghela nafas cukup panjang.

seharusnya iya. seharusnya yujin senang dapat nilai sempurna. seharusnya ia bahagia. tapi tidak bisa. terlalu sesak. berdua bersama seseorang yang ia anggap ibu terasa terlalu menyesakkan.

wanita itu mendengus dan membelai bahu yujin pelan. "quanrui memang udah mati, tapi buktinya yujin tetep bisa dapat 100 tanpa tutor dari dia, kan? yujin cuma butuh bimbel pilihan mama, kan?"

yujin menggigit bibit bawahnya, menahan gejolak amarah yang entah sejak kapan membuat kedua sudut matanya berair. emosi yang membuat darahnya mendidih nyaris membuat yujin tak dapat menahan diri untuk segera menjambak rambut wanita ini dan membenturkannya ke meja makan─── lagi dan lagi hingga wanita sialan ini tak bisa bicara lagi.

sadar akan perubahan ekspresi putranya, wanita itu hanya tertawa pelan. "jangan marah, yujin. mama cuma mau yujin dapat yang terbaik."

wanita itu mengetuk-ngetuk telunjuknya ke atas meja makan dengan berirama. "mama ngga paham alasan kenapa quanrui punya pengaruh besar di hidup kamu, tapi mama ngga bisa terus-terusan ngebiarin yujin ketergantungan sama dia. quanrui itu orang asing."

yujin merasa semuanya tidak adil. yujin benci wanita yang ada dihadapannya ini. yujin benci fakta bahwa mereka memiliki darah sebagai pengikat. yujin benci fakta bahwa ia lahir dari rahim wanita ini, dan tumbuh di dalam keluarga yang maniak.

wanita itu kembali melanjutkan ucapannya. "kalau sewaktu-waktu yujin kesusahan belajar, yujin tinggal kasih tau mama. nanti mama kasih obat. nurut, ya?" sang mama kemudian pergi meninggalkan yujin sendiri di dapur yang hening itu.

yujin tidak bodoh untuk mengerti apa obat yang dimaksud.

─── ・ 。゚☆: *.☽ .* :☆゚. ───

yujin menatap ollie datar. "jijik," ucapnya setelah melihat ollie yang tengah bermain-main dengan bangkai seekor kucing kecil yang organ dalam yang berceceran serta lalat yang mengerubunginya.

yujin tak tahan. amis bangkai serta jasad kucing yang bentuknya sudah tak karuan membuat yujin merasa tenggorokannya kering.

ollie tertawa kecil, terhibur dengan sikap acuh tak acuh yujin. "lo ngapain, ollie? jorok."

genius | 𝙃𝘼𝙉 𝙔𝙐𝙅𝙄𝙉Where stories live. Discover now