[ chapter ii ] amygdala

93 21 0
                                    

─── ・ 。゚☆: *.☽ .* :☆゚. ───

leeseo berlutut di hadapan yujin.

"gue minta maaf, yujin." gadis itu menunduk menahan air mata yang jatuh setetes demi setetes. "gue benar-benar minta maaf...."

yujin memiringkan kepalanya dengan bingung, "buat?"

leeseo terlihat kesulitan mengendalikan napasnya. tenggorokan gadis itu tercekat, hingga lidahnya perlahan-lahan terasa kelu. "semuanya."

yujin hendak kembali melempar pertanyaan sebelum suara leeseo menyelak, "kalau selama ini perkataan atau perbuatan gue pernah bikin lo tersinggung, gue minta maaf...."

yujin tersenyum miring, lalu memasukkan kedua tangannya kedalam kantong celana layaknya orang angkuh. yujin tentunya paham arah pembicaraan yang satu ini; selanjutnya leeseo pasti akan memohon-mohon kepada yujin untuk meminta kompensasi pada ollie, dan sejujurnya, langkah remeh gadis itu terlihat sangat menyedihkan di mata yujin.

"tolong kasih tau ollie buat kasih keringanan ke keluarga gue. gue janji ngga akan lapor polisi," tutur gadis itu dengan lirih. leeseo mendongak, membuat matanya yang berair bertemu dengan mata yujin. "yujin, keluarga gue bakal tutup mulut soal ini, gue janji, tapi tolong...."

empati yujin tak tergerak. sedikitpun tidak. yujin malah harus melawan keinginan untuk tidak tersenyum saat itu.

leeseo terisak di tempat, namun yujin tetap diam, merasa bahwa air mata leeseo meningkatkan egonya ke atas langit. "yujin, maaf karena dulu gue bikin lo ngga punya temen. maaf karena gue diem aja waktu lo───"

"berisik."

ingatan masa lalu memasuki kepala yujin. ingatan yang tak mengenakkan itu berhasil membuat yujin mengepalkan telapak tangannya hingga ujung jemarinya memutih.

"apa yang terjadi sama gue delapan tahun lalu ngga ada hubungannya sama kemalangan lo saat ini. ini urusan lo sama ollie, jadi jangan bawa-bawa gue, ngerti?!" pandangan yujin seolah memburam. begini, ya, rasanya marah? tiap deru napas yang dikeluarkan leeseo membuat yujin naik darah, ingin membiarkan dirinya bergerak impulsif dan pastikan leeseo tak bisa menatap matahari terbit lagi.

"tetep aja, harusnya gue bela lo waktu...." napas yujin memburu, darahnya sontak mendidih, dan ia menahan diri untuk tak menguliti leeseo saat itu juga.

leeseo tampaknya gagal memahami arti dari perubahan ekspresi yujin. "gue merasa bersalah, jin. jujur, gue sempat kesusahan buat tidur karena masalah itu. gimana gue bisa tidur disaat lo mati-matian bertahan hidup sendirian.... lo nggak salah, maaf udah hancurin hidup lo...."

"naif."

yujin bergegas pergi dari hadapan leeseo dengan tangan yang mulai bergetar, napas tersenggal, serta tenggorokan yang tiba-tiba terasa kering. yujin tanpa sadar tersasar kearah gang sempit yang cukup gelap dan terlalu berhawa mistis untuk menjadi tempat orang berlalu-lalang.

yujin mengeluarkan sebotol air mineral dan meneguk habis isinya kurang dari sepuluh detik, namun rasa haus itu tak kunjung hilang, justru makin menjadi-jadi hingga membuat ia nyaris membenturkan kepalanya sendiri kearah tembok.

ditengah kalutnya isi kepala, yujin melihat obat-obatan dari mamanya. obat-obatan yang kata mama bisa menghilangkan kecemasan yujin.

jari-jari yujin menggenggam bungkusan yang diisi beberapa butir kapsul, dan mengamatinya dengan cermat sebelum tangan seseorang merenggut obat itu tanpa izin.

"xanny? perasaan gue ngga pesen, deh.... cil, ini punya lo?"

yujin menghela napas berat kala suara itu mencapai pendengarannya. "balikin, kak gyuvin."

genius | 𝙃𝘼𝙉 𝙔𝙐𝙅𝙄𝙉Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang