Prolog

4 1 0
                                    

Di bawah derasnya guyuran hujan, Asyila tengah menangis tersedu-sedu. Air matanya mengalir membasahi pipi hingga menetes pada nisan sang Ibu. Ia merasa kini hidupnya sudah tidak ada artinya lagi, bahkan sebatas cita-cita kecil dimana ia ingin menyanyikan lagu untuk sang Ibu harus terhapus fakta.

Asyila begitu sangat terpukul atas apa yang menimpanya saat ini, dunia terasa sangat hening, dan guyuran hujan terasa sangat dingin. Air mata yang terus mengalir, dengan disertai emosi yang bercampur aduk. Hingga membuatnya tertidur di atas makam sang Ibu.

Dalam keadaan seperti itu, langit seakan ikut bersedih, ranting-ranting pepohonan yang kering mencipta melodi riuh seolah mengiringi kesedihan dengan silih bergesekan satu sama lain. Burung-burung yang berteduhpun menatap nanar kearah Asyila yang tengah terbelenggu kesedihan. Hingga setelah beberapa lama, setangkai daun terjatuh tepat di permukaan pipi Asyila yang membuatnya terbangun. Asyila pun beranjak berdiri, meski hatinya tidak ingin meninggalkan sang Ibu sendirian. Namun, dirinya harus menelan fakta pahit bahwa sekarang ibunya telah tiada.

Dengan berat hati Asyila harus melangkahkan kaki, beranjak pulang dengan mata yang masih berlinang.

_____
_____

Satu hari setelahnya, dipagi hari yang cerah. Asyila masih berdiam diri di bawah selimut, matanya yang tampak bengkak akibat menangis menjadi simbol kekacauan hatinya yang belum mereda. Hingga ditengah lamunannya, Asyila terusik dengan notifikasi panggilan masuk pada ponselnya.

"La kamu gak masuk sekolahkah hari ini?" Tanya sahabatnya yang bernama Nadin.

"Hemmm." Respon singkat Asyila dengan nada malas.

"Nanti pulang sekolah aku akan ke rumah kamu ya!" Dengan nada teriak Nadin yang membuat Asyila menjauhkan ponselnya.

Setelah itu, Asyila mematikan ponselnya, menaruhnya kembali di atas meja belajar, dan ia kembali berdiam di bawah selimut. Ia kembali menginat momen-momen bahagia yang pernah dilakukan bersama Ibunya. Setiap pagi biasanya ia sulit dibangunkan oleh sang Ibu, hingga ia sering ditarik kaki oleh ibunya hanya agar ia segera terbangun.

Asyila mengingat semua kejadian yang telah dilewati, ia tersenyum mengingat setiap momen tersebut meski dibarengi air mata yang perlahan mengalir menyusuri hidungnya.

Lamanya Asyila berdiam diri di bawah selimut, hingga jam menunjukkan pukul 10.30 pagi. Perutnya yang sudah berbunyi sedari tadi, menjadikan ia harus beranjak dari tempat tidur. Lalu Asyila beranjak dan langsung memakan roti tawar yang ia ambil dari dalam lemari es. Setelah itu ia langsung beranjak menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya yang kusut serta bergosok gigi.

Setelah selesai, Asyila kembali kedalam kamarnya lalu mengambil gelas untuk di isi air mineral galon dan ia segera meminumnya. Dengan keadaan berdiri sembari termenung, isi pikirannya masih di penuhi dengan ingatan-ingatan setiap kejadian bersama Ibunya. Hingga ketika ia masih berlarut dalam lamunannya, ia tersentak kaget dengan adanya suara gedoran terhadap pintu gerbang rumahnya.

"Syiiill...Bukaa!" Begitulah suara teriakan yang terdengar oleh Asyila dari dalam kamar.

Menanggapi hal itu, Asyila segera beranjak turun ke lantai satu untuk segera membuka gerbang. Meski orang yang memanggilnya belum kelihatan, tetapi Asyila sudah mengenali suara teriakan orang tersebut. Dari suara teriakannya Asyila sudah mengetahui bahwa itu adalah temannya yang bernama Nadin.

"Ih lama banget, panas tahu!" Omelan kecil Nadin dengan dibarengi kerutan pada dahinya.

"Lah, bukannnya sekolah malah datang kesini." Celetukan Asyila kepada Nadin yang langsung nyelonong masuk ke dalam rumahnya dan langsung masuk ke kamar.

Sesampainya di kamar Asyila, Nadin lalu membuka lemari es.

"Ada apa nih?' Ucap Nadin seraya melihat-lihat isi dari lemari es dan lalu mengambil satu minuman serta langsung meminumnya.

"Kamu cabut dari sekolah, aku laporin ya!" Ujar Asyila seraya memandang dengan ekspresi datar.

"Yehhh, kamu juga bolos hari ini gak sekolah. Aku masih mending kesekolah dulu." Tegas nadin seraya bermain ponsel.

"Mending matamu!" Pungkas Asyila seraya duduk di pinggir kasur.

Keduanya berbincang di dalam kamar, Asyila dan Nadin memang sudah sahabatan sejak mereka masih duduk di bangku sekolah dasar. Sehingga mereka sangat akrab dan bahkan mengerti satu sama lain.

Nadin sengaja kabur dari sekolah karena ia merasa tidak tega dengan keadaan sahabatnya yang masih dalam keadaan berkabung. Hal seperti ini juga pernah dilakukan oleh Asyila, ketika Nadin berlarut dalam kesedihan sebab kedua orang tuanya bercerai.

Semakin bergulirnya waktu, kini keduanya tengah sibuk memasak dengan memutar lagu yang volumenya cukup kencang. Hingga setelah beberapa lama, tetangga Asyila menggedor pintu gerbang dan Asyila langsung menghampirinya ke luar.

"Kamu tuh sedang apa sih berisik banget! Kecilkan musiknya!" Ucap seorang ibu-ibu dengan ekspresi kesalnya.

Menanggapi hal tersebut, Asyila hanya bisa meminta maaf dan sedikit menganggukkan kepalanya. Setelah selesai mengomel, tetangganya tersebut langsung beranjak kembali ke rumahnya. Asyila hanya bisa menarik napas sebab ulah dari temannya membuat gaduh tetangga. Tingkah dari Nadin memang diluar nalar, Asyila selaku sahabatnya saja sering kewalahan menanggapi tingkah dari Nadin.

Kesempatan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang