Bab 1 Kepedulian

1 1 0
                                    

_____

Waktu yang semakin bergulir dan senja mulai datang di tepian barat, kini Asyila dan Nadin tengah berbincang di rooftop minimalis yang berada di lantai 2 yang berposisi tepat di samping kamar Asyila. Keduanya menikmati tenangnya suasana sore hari dengan langit yang berhiaskan keindahan warna jingga yang disambut oleh burung-burung yang mulai kembali dari aktivitas selama seharian.

Di tengah perbincangan, Asyila menujukan pandangannya keatas langit dan matanya mulai berkaca-kaca. Melihat kejadian tersebut Nadin menghampiri Asyila dan memeluknya, Asyilapun berlarut dalam tangisnya ditengah pelukan sahabatnya itu.

_____
_____

Setelah melewati hari yang terasa hambar oleh Asyila. Kini keduanya tengah sibuk bersiap-siap untuk pergi kesekolah dan keduanya langsung berangkat sekolah. Asyila dan Nadin harus berlari agar tidak ketinggalan angkutan umum, sebab keduanya telat bangun dipagi ini.

Suasana pagi hari yang tentunya ramai oleh orang-orang yang memulai kesibukannya masing-masing, hingga ketika Asyila dan Nadin tengah berlari. Secara tidak sengaja Nadin menabrak seorang bapak-bapak yang membawa cat, bapak tersebut langsung terjatuh dan catnya tumpah, bahkan mengenai sebagian wajahnya. Dengan kejadian tersebut, Asyila yang memang terlebih dahulu berada di depan Nadin menghentikan langkahnya.

Asyila hendak berinisiatif meminta maaf kepada seorang bapak yang telah ditabrak oleh Nadin. Namun, Nadin malah langsung menarik tangan Asyila dan mengajaknya kabur agar tidak dimarahi. Keduanya lari terbirit-birit, bahkan Ayila sempat akan terjatuh akibat tangannya terus ditarik Nadin dengan terus berlari.

Hingga akhirnya, Asyila dan Nadin berhasil tidak ketinggalan angkutan umum dan keduanya langsung menaiki angkot tersebut. Diluar dugaan ternyata angkot tersebut sudah dipenuhi oleh penumpang, namun karena angkutan umum sudah cukup susah didapatkan, keduanya mau tidak mau harus menaiki angkot tersebut dan duduk berdempetan dengan penumpang lain.

Di dalam angkot, Asyila duduk di dekat pintu masuk dan Nadin duduk di tempat duduk sebelah kanan paling belakang. Meski Asyila dan Nadin sudah mandi sebelum berangkat, akan tetapi wajah keduanya di basahi oleh keringat akibat berlarian tadi.

"Yo masih muat, masih muat!" Begitulah abang kenek ketika angkot melewati pasar dan melambatkan lajunya.

"Sudah penuh ya?" tanya seorang perempuan berbadan besar seraya melihat-lihat kedalam angkot.

"Masih bisa, muat satu lagi yo." Ucap pak sopir angkot yang membuat perempuan tersebut langsung menaiki angkot.

"Muat matamu!" Gumam kesal Nadin dalam hati.

Meski begitu para penumpang yang berada di dalam mencoba memberi ruang duduk dengan saling bergeser, meskipun ruang duduk yang tersedia tidak muat untuk penumpang yang baru naik tersebut. Penumpang berbadan besar itu justru langsung memaksa duduk di tempat duduk sebelah kanan, setelah mendapat tempat duduk, otomatis keadaan kini jadi semakin berhimpitan. Hingga Nadin yang berada dipaling belakang harus terhimpit sebab penumpang berbadan besar tersebut duduk tepat di sebelah Nadin.

Melihat kejadian seperti itu, Asyila menahan ketawanya sebab melihat Nadin yang terhimpit bahkan terlihat napasnya terengah-engah.

Setelah 15 menit perjalanan, akhirnya penderitaan Nadin berhenti, karena angkot sudah sampai di tempat tujuan. Asyila dan Nadin pun segera bergegas turun. Meski sudah sampai tujuan, namun angkot tidak benar-benar sampai di depan sekolah. Asyila dan Nadin harus berjalan kaki lagi sekitar 5 menitan.

"Ah sial banget, udah panas pengap lagi. Eh tahu gak tadi tuh berasa sesak banget, badanku kegenjet udah kayak ayam geprek." Ujar Nadin dengan napas yang tidak beraturan.

"Ayo ah kita lari lagi, keburu ada guru nanti!" Ajak Asyila seraya menarik tangan Nadin dan mereka pun berlari lagi untuk mempersingkat waktu.

Setelah berlarian, akhirnya keduanya sampai di depan kelas mereka yakni kelas XI-B dan langsung masuk ke dalam kelas. Beruntungnya kelas masih aman, guru mata pelajaran belum datang. Meski Asyila dan Nadin satu kelas. Namun keduanya berbeda tempat duduk, Asyila bertempat duduk paling belakang, sementara Nadin bertempat duduk di barisan tengah. Mereka berdua bukannya tidak ingin sebangku, akan tetapi wali kelas memerintahkan mereka untuk duduk di tempat terpisah.

"Hi, bagaimana keadaan kamu? Maaf ya aku tidak datang kemarin, tadinya mau hari ini ke rumah kamu tapi kamu hari ini masuk sekolah." Ucap ketua kelas bernama Nasya.

"Oh iya, gapapa santai aja. Terimakasih sebelumnya," jawab Asyila dengan wajah yang masih berkeringat.

"Kamu habis lari-larian ya? Ini!" Tanya Nasya yang langsung memberikan tisu seraya tersenyum.

"Eh mau dong, gerah banget ini. Boleh ya?" Ucap Nadin yang menghampiri tempat duduk Asyila seraya mengambil dua helai tisu.

Ketiganya berbincang ringan, Nasya selaku ketua kelas berusaha menghibur Asyila dengan bertujuan agar Asyila tidak terlalu larut dalam kesedihan. Ketika Asyila, Nadin, dan Nasya tengah asik berbincang. Tiba-tiba terdengar seperti kericuhan di depan kelas, hingga akhirnya masuk seorang perempuan berambut poni bernama Zila seorang siswi dari kelas sebelah yang dianggap nakal oleh para siswa maupun siswi.

Akan tetapi, baru saja Zila memasuki kelas XI-B. Zila malah menghentikan langkahnya ketika melihat adanya Nasya, Zila balik lagi keluar kelas dan berlalu meninggalkan ruangan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Zila sangat takut kepada Nasya selaku ketua kelas XI-B, sebab Zila pernah diguyur di tengah lapang oleh Nasya karena berani berurusan dengan dirinya.

Bukan hanya Zila yang takut kepada Nasya, tetapi seluruh murid di sekolah SMAN Diorama juga takut kepada Nasya, terkecuali Nadin. Bukan tanpa sebab Nasya begitu disegani oleh para siswa dan siswi, itu karena Nasya adalah anak tunggal pemilik sekolah SMAN Diorama.

Setelah 30 menit berlalu, guru mata pelajaran jam pertama belum kunjung datang, semua siswi kelas XI-B masih menunggu kabar dari guru mata pelajaran pertama tersebut.

"Teman-teman, Pak Hasan hari ini tidak bisa hadir sebab ada keperluan. Jadi katanya jam pertama jamkos!" Suara lantang Nasya yang memberi informasi mengenai guru mata pelajaran matematika.

Sontak informasi tersebut membuat seluruh siswi menjadi gembira dan semuanya langsung berhamburan meninggalkan kelas untuk makan-makan di kantin, bahkan Nasya pun langsung berlalu meninggalkan kelas. Berbeda dengan yang lain, Asyila memilih untuk tetap berada di kelas sebab dirinya harus menghemat pengeluaran. Bahkan Nadin juga tidak meninggalkan kelas, bukan karena dia berhemat, akan tetapi disetiap jam kosong dirinya selalu memanfaatkan waktu tersebut untuk tidur di dalam kelas.

Untuk mengisi waktu yang membosankan, Asyila mengeluarkan sketchbooknya untuk menggambar. Asyila memang sangat pandai menggambar, bahkan dirinya juga seorang freelancer pada sebuah platform komik. Ketika dirinya sedang menggambar, tiba-tiba ada yang menyodorkan makanan.

"Yu kita makan bareng, hari ini Bunda aku masak banyak!" Ajak Nasya dan langsung mengambil kursi agar dia bisa makan di meja Asyila.

"Tapi...Ini kan makanan kamu," pungkas Asyila dengan perasaan canggung.

"Engak juga, aku sengaja bawa banyak biar kita bisa makan bareng," jawab Nasya seraya tersenyum.

Sebelum mulai makan, Nasya terlebih dahulu menghampiri Nadin yang tengah pulas tertidur.

"Hey bangun, sudah pulang ini!" Seraya menggoyang-goyangkan pundak Nadin, dengan suara cukup lantang Nasya membangunkannya.

"Hah? Beneran?" dengan ekpresi paniknya Nadin langsung berdiri dan hendak beranjak pergi.

"Hahahah...Engak, belum pulang," ujar Nasya seraya tertawa.

"Ih lu! Jahil banget jadi orang," dengan nada kesal Nadin mengomel.

"Mau makan gak? Aku bawa makanan banyak ayo." Ajak Nasya sembari masih tertawa kecil.

"Hah, iyakah?" Seketika ekspresi Nadin berubah ketika mendengar makanan.

"Iya ayo makanya." Sembari menggusur Nadin, Nasya menariknya ke bangku tempat Asyila.

Mereka bertigapun makan bersama. Setelah mengumumkan informasi jam kosong tadi, Nasya sengaja pulang terlebih dahulu ke rumahnya untuk mengambil makan yang banyak agar bisa makan bersama Asyila dan Nadin.

Kesempatan KeduaWhere stories live. Discover now