38

6.6K 361 7
                                    

Ning terbangun pagi sekali, ia membangunkan suaminya yang masih terlelap karena mereka harus shalat subuh.

"Mas, ayo bangun. Kita shalat dulu." Kata Ning sambil mengguncang pelan tubuh pria di sampingnya itu. Mereka harus bangun, karena nanti pukul enam pagi, Gani harus berangkat lagi ke desa.

"Selamat pagi, istriku." Kata Gani sambil tersenyum pada wanita di hadapannya itu. Walaupun baru bangun tidur, Gani tetap tampan, entahlah apa yang Ning sudah lakukan di masa lalu, atau doa apa yang ia amalkan, mungkin yang terlupa pernah ia harapkan, ia mendapatkan suami yang melebihi ekspektasinya.

"Pagi mas. Ayo mandi dulu" Kata Ning

"Wah mandi bareng, sayang?" Tanya Gani langsung bangun dari tidurnya

Ning menggeleng-gelengkan kepalanya jengah lalu pergi ke kamar mandi dan disusul bahagia oleh suaminya itu.

Ning mencium tangan suaminya setelah mereka selesai shalat.

"Ning, saya mau tanya." Kata Gani

"Mas, bisa tidak jangan pakai kata 'saya' gitu. Rasanya Ning sedang ngobrol dengan dosen."

Gani tertawa geli.

"Iya baiklah istriku. Mas mau tanya sayang, Ning siap untuk punya anak kapan?" Tanya Gani di hadapannya

Ning menatap suaminya itu, ia tak mau durhaka, jika memang suaminya menginginkan anak, Ning harus siap, tapi jujur dalam hatinya, ia ingin menikmati dulu kuliah dan segala hal baru di kota ini yang belum pernah ia jalani semasa di desa.

"Ehm.. mas sudah mau punya anak?" Tanya Ning ragu-ragu

Gani tersenyum, lalu membelai pipi istrinya itu.

"Mas ikut kamu, sayang. Menurut Ning bagaimana? Mas mau dengar." Kata Gani

"Ehm..Ning.. kalau boleh Ning ingin menikmati dulu masa kuliah , kursus, dan semua yang ada di kota ini mas. Ning takut tidak bisa maksimal merawat anak, lagipula Ning ingin waktu hamil, mas ada disamping Ning." Kata Ning merasa tak enak

Gani meraih wajah istrinya dan menciumnya lama.

"Ning, jangan ragu untuk bilang apa yang Ning mau, Ning rasakan. Apalagi soal kehamilan. Kalau saya eh mas, ingin kita punya anak dalam waktu dekat, tapi benar katamu, mas tidak ada setiap hari di sisimu dan kamu juga masih baru kuliah, rasanya egois kalau harus mengikuti mas."

Ning tersenyum bahagia mendengar pernyataan suaminya yang menenangkan dirinya.

"Terimakasih mas sudah mendengarkan istrimu, tapi seandainya memang Tuhan berikan lebih cepat, Ning ndak apa-apa mas." Ning menyandarkan pipinya pada telapak tangan suaminya yang besar.

Gani mengecup kening istrinya itu. Ia akan bertahan dengan pernikahan jarak jauh ini. Sulit memang, apalagi setiap malam ia merasa kesepian, tapi pasti ini juga hal yang sama yang dirasakan Ning disini.

"Maaf mas tidak bisa ada di sampingmu sebagai suami yang baik, rasanya sedih." Kata Gani sambil memandang istrinya itu.

"Ndak papa mas, mas khan disana kerja, Ning disini juga senang, mama papa baik, punya temen-temen di kampus."

"Iya namanya Julian." Kata Gani dengan raut wajah kesal

Ning tertawa.

"Astaga suami Ning gak habis-habis cemburunya." Kata Ning

"Mas, percaya sama Ning ya, Ning baru tahu cinta itu dari mas, Ning gak tau apa-apa soal bikin cemburu atau apalah itu selingkuh namanya, bapak ibu juga mengajarkan untuk setia satu sama lain." Kata Ning menenangkan suaminya

Tresno Where stories live. Discover now