Bab. 1

36 6 6
                                    

Ira kembali menatap layar ponselnya. Wanita itu tersenyum simpul saat membaca kembali pesan dari seseorang.

"Selalu saja seperti itu," batinnya.

"Kenapa, Dek? Kok cemberut?"

Sebuah suara sedikit mengangetkan Ira, wanita itu menoleh dan mendapati, Raka, kakak sulungnya sudah berdiri di sampingnya. "Sejak kapan ada orang berdiri di sana?" pikir Ira.

"Heh! Kok malah bengong?" Kembali Raka bersuara sambil satu tangannya menepuk bahu sang adik.

"Sejak kapan Mas berdiri di sini?" Bukannya menjawab, Ira malah balik bertanya.

"Sejak kamu menjab-menjeb gak jelas sama layar hp!"

Ira mengernyit, sejak kapan dia menjab-menjeb di depan layar hp? Belum sempat menjawab, Kakaknya sudah kembali bertanya.

"Baca chat dari siapa sampai kamu gak lihat mas di sini?"

"I- itu chat di grup alumni, suka gak jelas."

Raka mencebik, bukannya dia tidak percaya dengan perkataan sang adik, tapi jawaban Ira sedikit di luar logika.

"Mas belum berangkat kerja? Udah siang lho! Gak takut telat?" Ira mencoba mengalihkan pembicaraan. Semoga saja kakaknya terpancing.

"Hari ini, Mas dinas luar jadi berangkatnya agak siang."

"Ouh. Yaudah, aku mau ke tempat loundry dulu, buka kiosnya." Tanpa menunggu jawaban dari Kakaknya, Ira langsung pergi dari tempat itu.

Raka hanya menggelengkan kepala sambil melihat punggung Ira yang semakin menjauh. Ya, walau usia Ira sudah tidak lagi muda, tetapi Raka tetap menganggap Ira adalah adik kecilnya.

Kegagalan rumah tangga sang adik membuat lelaki itu memberikan perhatian lebih kepada Ira. Benar, Ira pernah berumah tangga walau hanya seumur jagung. Pernikahan singkat yang berhasil memberi rasa trauma mendalam bagi Ira hingga membuat wanita itu memilih sendiri selama bertahun-tahun.

"Loh, kirain udah berangkat, Mas?" Anggi menghampiri, Raka, suaminya yang terlihat tengah termenung.

"Belum, kan berangkatnya nanti agak siang," jawab Raka sambil berusaha tersenyum.

"Oiya, lupa, hehehe. Lha, terus Mas ngapain berdiri sambil bengong di sini?" tanya Anggi yang masih penasaran.

Raka melangkah ke arah sofa kemudian duduk, disusul Anggi, istrinya.

"Aku tadi lihat Ira lagi baca chat seseorang, tapi dia kelihatan kesel. Akhir-akhir ini Mas perhatikan dia sering begitu, ya?" tanya Raka.

Anggi mengangguk, "Iya, Mas. Aku perhatiin juga gitu."

"Kamu tahu chat dari siapa kira-kira?"

Istri dari Raka menggeleng pelan, "Pastinya sih gak tahu, Mas, tapi kayanya dari Rasyied, deh!"

"Rasyied?" tanya Raka ragu.

Ibu dua orang anak itu mengangguk, "Iya, tapi itu mungkin. Aku juga gak yakin, sih!"

"Masa iya kalau chat itu dari Rasyied dia kelihatan gak suka? Bukannya hubungan mereka baik-baik saja?"

Anggi kembali menggeleng, "Entahlah, Mas. Aku ngerasa Ira kurang cocok sama Rasyied. Kelihatan dari sikapnya kalau Ira kurang nyaman sama dia."

"Menurut aku, Rasyied baik, kurang apa coba?"

Wanita berhijab abu itu mendengkus pelan, "Baik aja nggak cukup, nggak jaminan juga bisa bikin Ira bahagia," gumamnya pelan.

"Maksudnya?" Raka agak bingung dengan kata-kata istrinya.

"Sudahlah, jangan kita bahas sekarang, takut Ira tiba-tiba pulang dari loundryan!"

Merajut HarapanWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu