Bab. 5

7 3 0
                                    


Rasyied tiba di kedai kopi, tidak begitu lama untuk sampai di tempat ini karena memang jaraknya tidak begitu jauh. Tidak berapa lama kemudian secangkir kopi telah tersaji di meja. Rasyied masih memperhatikan keadaan di sana, sepertinya tidak ada temannya yang berada di sini saat ini.

Menikmati kopi sendiri membuat pikiran lelaki itu melayang, memikirkan hubungannya dengan Ira. Dalam hati dia bertanya, bagaimana sebenarnya mereka berdua. Apa yang salah pada hubungan mereka, mengapa mereka dekat tetapi terasa hambar? Rasyied merasa ini bukan salahnya, bukan tentu saja! Selama ini dia sudah bersikap baik kepada Ira, sangat baik. Wanita itu saja yang kurang bersyukur.

"Eh, Rasyeid!" Sebuah tepukan mendarat di pundak lelaki yang tengah menikmati secangkir kopi hitam ini.

"Bima?" tanya Rasyied kaget, tidak menyangka akan bertemu dengan teman lamanya di sini.

"Iya, tadi sempet ragu mau nyapa, kirain bukan kamu. Apa kabar kamu, Syied?"

"Ha-ha-ha, aku sama kagetnya, kok bisa kamu di sini?"

"Kebetulan aku lagi pulang ini, pingin ngopi, inget teman-teman lama suka ke sini jadi iseng aja siapa tahu ketemu salah satunya, eh ternyata beneran ketemu kamu," papar Bima penuh semangat.

"Iya, aku, Rino, Bambang dan yang lain emang sering ngopi di sini, tapi tumben ini mereka gak ada yang kelihatan."

"Lagi sibuk kali mereka?"

"Bisa jadi, eh, berapa lama kamu di sini, biar kita agendakan ngumpul sama yang lain?" tanya Rasyied.

"Gak lama, besok pagi juga aku udah balik Jakarta, Syied!"

"Yaah," kecewa Rasyied.

"Kamu pulang dinas?" tanya Bima setelah duduk di kursi yang ada di depan Rasyied.

"Enggak, jatah jaga malam."

"Oh, eh kamu tahu kabar Leni?"

"Le-Leni?"

"Iya, mantan terindah kamu!"

Rasyied menggeleng cepat. Mengapa nama itu muncul lagi. Nama yang pernah membuat hatinya patah dan berdarah.

"Kabarnya, suami Leni kena kasus berat!"

"Ha? Kasus berat apa?"

Bima menggeleng, "Aku juga gak tahu pastinya, tapi katanya sampai masuk penjara."

"Masa, sih?" Rasyied tidak percaya.

"Aku tahu dari Winda, coba aja kamu tanya dia! Ada kontaknya, kan?"

"Ada," jawab Rasyied spontan.

Waktu terasa cepat berlalu, sebenarnya Rasyied masih ingin berbincang dengan Bima, tetapi apa daya panggilan tugas telah menanti.

"Bim, maaf aku harus berangkat jaga, aku duluan, ya!"

"Oh, iya, gak kerasa juga hampir dua jam kita ngobrol ya?"

"Iya, aku duluan!" pamit Rasyied.

Bima mengangguk, "Siap Pak Sipir!"

Rasyied bergegas meninggalkan kedai kopi dan melajukan kendaraannya dengan sedikit tergesa. Lima belas menit lagi sudah masuk waktu tugasnya, seharusnya dia sudah serah terima tugas dengan teman aplusannya di Lapas.

Benar saja, sesampainya di tempat tugas rekan kerjanya sudah menunggu untuk serah terima tugas. Hari ini dia berjaga di pos depan dan kini lelaki itu tengah duduk dan membaca memo antar shift. Menurut Pak Sabar, salah satu rekan kerjanya tadi ada satu penghuni baru di lapas ini. Lebih tepatnya warga binaan baru dengan status titipan. Biasanya napi dengan kasus berat dan mendapat masa hukuman yang lama memang akan di titipkan ke luar kota.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Merajut HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang