Pilihan Naufal

10.6K 357 6
                                    

"Tia, bagaimana jika kau kulamar?" Ucap Naufal setelah memakan makanan kesukaan Tia, gula-gula kapas. Sudah sejak lima jam yang lalu mereka menghabiskan waktu bersama. Demi Tia, Naufal mengambil cuti panjang dan memberikan tanggung jawabnya kepada junior-nya sesama dokter spesialis paru-paru. Dan tentu saja merelakan gajinya juga. Ini hari pertama kencan mereka. Ya, mungkin bisa disebut kencan.

"Maksud Kakak?" jawab Tia dengan pandangan aneh.

"Jelas kan ucapan saya?" jawab Naufal sambil mendekatkan kepalanya ke Tia. Tia menatap manik mata Naufal yang tajam memandangnya. Wajahnya bersemu merah, dan gelak tawa Naufal terdengar. Entah bergetar entah takut, Tia memberanikan diri menjawab kalimat Naufal setelah tawa Naufal terhenti.

"Menurut kakak, apa Tia sudah pantas dilamar?"

"Yah, kakak tahu kamu masih muda, tapi kakak terlalu takut kamu nanti ngelirik cowok lain kalo nggak dilamar." Naufal menggenggam tangan Tia. Seakan tak mau melepaskannya.

"Hm, kalau pacaran aja?"

"Apa maksud kamu?"

"Ya kita pacaran dulu, kalo cocok ntar kita lanjut gitu kak."

"Nggak bisa, Tia. Pacar itu ikatan yang lemah menurutku, kamu bisa dengan mudah jatuh ke tangan orang lain, apalagi sekaliber Mandala." Nada bicara Naufal meninggi. Manik matanya berubah menusuk Tia. Genggaman tangannya pun telah terlepas.

Tia kaget dengan jawaban Naufal yang menyentaknya. Apa-apaan ini?! Tiba-tiba manis, tiba-tiba marah. Dasar dokter abege labil.

"Kakak kok malah marahin Tia? Bawa-bawa nama Mandala pula!" Tia telah tersetrum amarah Naufal.

"Kenapa emang kalau kakak bawa nama Mandala? Kamu suka sama Mandala, iya?" Naufal sepertinya tak mau mengalah. Dasar dokter muda, ngalah sama yang lebih muda ternyata cukup sulit juga.

Tia yang mendengar kalimat Naufal itu menatap Naufal dengan pandangan tak percaya. Entah kenapa matanya terasa panas. Dia ingin menangis.

"Ti, Tia maafkan aku. Aku, Ak-" Naufal menatap manik mata Tia yang mulai berkaca-kaca. Dia menangkap bahwa pembicaraan mereka sudah melukai Tia. Bagaimana bisa dia menyakiti hati gadis itu? Tapi belum selesai dia bicara, Tia menyelanya.

"Ayo pulang," kata Tia cukup keras, seakan tidak mau lebih lama mendengarkan kalimat apapun dari Naufal. Melihat reaksi Tia yang seperti itu membuat hatinya sendiri ikut teriris.

Tia hampir menangis karenaku. Hati Naufal berteriak-teriak.

"Dengarkan aku dulu Tia," Naufal menyentuh kembali tangan Tia dan menggenggamnya erat. Tia berusaha melepaskan genggaman tangan Naufal itu.

Naufal yang merasa ditolak pun tak tanggung-tanggung menarik Tia agar masuk ke pelukkannya. Awalnya Tia meronta, namun pada akhirnya Tia mulai menyerah, dan terasa Tia menangis di dada bidang Naufal yang terbiasa fitness. Karena Naufal dan Tia berada di tempat yang cukup ramai, tak heran kejadian Tia-Naufal itu menjadi konsumsi publik. Tontonan gratis ala telenovela.

Naufal pelan-pelan menuntun Tia keluar tempat itu menuju mobilnya. Naufal masih memeluk Tia. Sampai duduk di kursi mobil Naufal tidak segera menyalakan mesinnya. Dia memandangi Tia yang sedang memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Tia," panggil Naufal.

"Hmm?" Jawab Tia asal.

"Tia, sini, liat Kakak," kata Naufal sambil menarik dagu Tia agar memandang wajah Naufal. Mata Tia sedikit berair dan sembab. Naufal menghapus sisa-sisa air mata Tia yang mulai mengering.

"Bukannya kakak mau maksa Tia, tapi kakak pengen Tia dan kakak nggak terpisah lagi. Setelah kebodohan kakak dan sampai seperti saat ini, kakak hanya bisa mengharap sebuah status tunangan. Agar nggak ada yang berani godain aku dan kamu.

The Doctor [Complete]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant