36. Terimakasih kak

402 50 6
                                    

"Gue pikir lo marah dan engga mau nemuin gue lagi." Junkyu mengikuti kemana Jihoon berjalan. Sejak kedatangan bunda dan ayah tadi, bagaimana ayah menjelaskan mengenai apa yang terjadi pada Junkyu, dan bagaimana bisunya bunda membuat Junkyu berpikir bahwa penyesalan bunda adalah alasan Junkyu untuk menerima bunda kembali, tanpa rasa takut.

Malamnya Jihoon baru mengunjungi ruang rawat Junkyu, dengan membawa martabak keju. Berjalan mondar mandir, sebentar berjalan ke jendela, kemudian berjalan lagi melalui ranjang Junkyu. Tak sepatah katapun keluar dari bibir Jihoon, hingga Junkyu memberanikan diri untuk berbicara terlebih dahulu.

"Gue minta maaf," ucap Junkyu lagi yang berhasil menghentikan langkah Jihoon. Lelaki itu mendekati ranjang Junkyu, menatapnya dalam. Ia memilih duduk, dengan tatapan yang masih melekat erat.

"Lo jangan ulangin lagi kalimat-kalimat kayak gitu, gue engga suka."

"He'em janji, tapi maafin gue yaa. Gue takut engga punya kakak lagi."

Jihoon tersenyum, menerima kelingking Junkyu.

"Gue juga janji engga bakal ninggalin lo."

Junkyu tersenyum, sisi lain Jihoon sangat hangat, ia jadi merasa tak perlu takut untuk apapun lagi.

"Gue mau liat bulan, ada gak?" tanya Junkyu, memendam di ranjang pesakitan membuatnya seakan jauh dari dunia luar, ia merindukan hawa berbeda, bukan aroma obat-obatan yang membosankan.

"Ada, bulannya bulat sempurna, cahayanya lebih terang dari biasanya. Tapi emang lo boleh keluar?"

Junkyu mengangkat bahu, ia sendiri tidak yakin apa akan diperbolehkan.

"Kabur aja kali ya?" bisik Junkyu, yang langsung dihadiahi tatapan tajam oleh Jihoon.

"Sekali ini aja, siapa tau bes-"

"Apa!? Siapa tau apa?"

"Siapa tau besok bulannya engga cerah lagi, lo sensi banget sih kak." Junkyu memanyunkan bibirnya. Hampir saja ia kembali melakukan kesalahan, untung saja otak cerdasnya tangkap dalam menemukan alibi.

"Yaudah lo tunggu di sini, gue ambilin kursi roda."

Junkyu mengangguk dengan semangat.

Terkadang di hidup yang hanya sebentar ini, kita dituntut untuk sabar dalam beberapa hal dan dalam waktu yang tak tentu. Setelah jatuh berkali-kali pun, tak jua kita menemui titik terang dari apa yang kita perjuangkan. Namun Junkyu percaya, dari banyaknya rasa sakit yang ia terima, dari banyak kerinduan tak terbalaskan, dari banyak tangis yang ia suarakan, semua akan terbayar suatu saat nanti, dan ini saat yang tepat. Ia bersyukur untuk tetap kuat hingga hari ini. Jika saja kemarin ia memilih menyerah, mungkin ia tak akan menemui bahagianya, mungkin ia tak akan merasakan bagaimana pelukan bunda, pelukan Jihoon. Mungkin ia tak akan merasakan bagaimana memiliki saudara yang menyayangi dan mengkhawatirkannya.

Junkyu menggenggam erat koala mini di tangan kanannya. Koala mini itu menjadi saksi bisu atas semua perjuangan-perjuangan Junkyu selama ini. Dan kini ia juga akan menjadi saksi bisu atas kebahagian-kebahagian Junkyu.

"Gue tadi udah ngomong ke Jo, katanya boleh, tapi bentar aja." Jihoon datang dengan membawa kursi roda. Mendekatkannya agar memudahkan Junkyu berpindah. Setelah tepat pada posisinya, Jihoon melepas jaketnya dan memberikan pada Junkyu. "Angin malam engga baik, dan satu lagi, lo harus pake masker." Jihoon menyampirkan jaket dan mengenakan masker untuk Junkyu.

"Pengap, gue gak suka," adu Junkyu dengan mode manja. Ia melepas, Jihoon hendak protes, tapi tak apalah, demi kenyamañan Junkyu. Ia mendorong kursi roda menuju taman belakang rumah sakit. Taman itu terlihat indah di siang hari, namun lebih indah lagi ketika malam, karena lampu kelip yang dipasangi di sisi-sisiannya, Jihoon yakin pasti ada orang lain juga disana.

Don't Give Me Hope |JiKyu-JihoonJunkyu|Donde viven las historias. Descúbrelo ahora