1.

91 13 1
                                    

Bagi seorang anak laki-laki bernama Jeovano, diabaikan dan di anggap tidak ada oleh semua orang termasuk keluarganya sendiri, ssudah menjadi makanan sehari-harinya selama tujuh belas tahun ia hidup.

Dari kecil jeo bahkan tidak pernah tau apa itu pelukan dari seorang ibu juga ayah. Aneh memang, jeo pun tidak pernah mengerti alasan utama, mengapa ia selalu terabaikan dan dianggap asing. Bahkan tak jarang anak itu diam-diam menangis sendirian di sudut kamarnya.

Sejujurnya jeo selalu iri pada kakak laki-lakinya, di peluk dan selalu di nomer satukan oleh kedua orang tuanya adalah hal yang biasa.

"Bisa gak ya jeo kayak kakak?" Batin jeo.

Jeo hanya bisa tersenyum miris. memgingat bagaimana posisinya di keluarga ini hanya sebagai pelengkap tanpa arti.

Menyalahkan takdir? Sudah sering jeo lakukan tapi tetap saja sekeras apapun jeo menangis meminta pertolongan pada semesta, pada akhirnya ia hanya akan tetap jadi sesorang  yang terbuang.

Pada umumnya setiap pagi, beberapa keluarga pasti akan berkumpul bersama diruang makan untuk sekedar sarapan sebelum melakukan aktivitasnya masing-masing.

Hal itu pun juga dilakukan oleh keluarga Janson. Canda tawa memenuhi ruangan ini. Oceh-ocehan yang di lontarkan pun terdengar begitu menyenangkan.

Jeo melangkahkan kakinya keluar kamar,ia berhalan menuju ruang makan keluarga. Disana sudah ada mama,papa serta kakak-kakaknya yang sedang duduk dan berbincang.

Lihat, bahkan jeo tidak pernah di suruh turun untuk sarapan. Setiap harinya, ia selalu pergi sendirian tanpa pernah di ingatkan.

Jeo melangkahkan kakinya, lalu ikut bergabung bersama keluarganya itu. Namun sekali lagi, bahkan kedatanganya tidak di sadari.

"Udah-udah makan dulu ah, nanti kalian kesiangan" ucap Gaby yang merupakan ibu dari jeo.

"Mommy, nanti kakak mau bawa salad ini ya kesekolah" sahut kenzy, anak ke dua di keluarga itu.

Geby tersenyum lalu mengusap pelan pucuk kepala kenzy "boleh sayang,nanti mommy siapin"

"Yeay, makasi mommy!!!"kenzy terdengar begitu senang.

Di sisi lain, ada seorang anak yang sejak tadi hanya diam tanpa ikut menyahuti percakapan keluarga itu.

Sejujurnya jeo ingin sekali ikut tertawa dan mengobrol dengan anggota keluarganya yang lain. Namun keinginan itu hanya bisa ia pendam sendiri, karena ia tahu,jika keberadaanya hanya sebuah angin lalu bagi mereka.

Jeo beranjak dari duduknya, lalu perlahan mendekat ke arah geby "momyy..." ucap jeo pelan.

"Jeo boleh gak minta saladnya juga? Hehe"

Geby menoleh, raut wajah yang tadinya terlihat senang tiba-tiba saja berubah masam saat melihat jeovano.

"Enggak, udah habis buat kakak." Ucap gaby dengan nada terdengar tidak mengenakan.

"I-itu masih ada sedikit lagi ma,boleh ya?"ucap jeo

Geby menghela nafasnya "mommy bilang gak ada ya gak ada! Ngeyel banget"perempuan itu lalu beranjak dari sana meninggalkan jeo yang masih berdiri.

Sesak, itu yang saat ini jeo rasakan.

Jeo menghela nafasnya,berusaha menahan tangis yang hampir keluar di pelupuk matanya. Ia lalu menunduk dan melangkah pergi dari ruang itu.

"Ayo berangkat,hari ini daddy antar" suara seorang lelaki paruh baya terdengar,membuat  jeo menoleh.

"Ayo kakak,papa tunggu di mobil,ya"

Jeo hanya tersenyum, ia kira ajakan janson barusan untuk dirinya, tapi ternyata ajakan itu di tunjukan untuk kenzy. Anak kesayangannya.

Lagi-lagi jeo hanya bisa tersenyum, menyaksikan bagaimana ia diperlakukan, ia di abaikan dan di anggap tidak ada bahkan oleh orang-orang yang seharusnya merangkul dan menyayanginya.

Jeo menepuk-nepuk dada sebelah kirinya,berusaha merendahkan rasa sakit yang selalu ia rasakan.

"Gak boleh nangis, nanti mommy sama daddy marah, jangan nangis jeo!!"Guman anak berumur tujuh belas tahun itu pada dirinya sendiri.

***

Walaupun dia terlihat bahagia,percayalah bahwa ia menyimpan banyak luka~liam

stay here with meWhere stories live. Discover now