6. Buku Tentang Kutukan

5 4 0
                                    

ARU terdiam. Tidak menyangka tentang apa yang Orion katakan padanya. Dirinya yang telah dikutuk jadi itik adalah sesuatu yang benar, tetapi, Orion tahu dari mana?

Anak itu menunduk sejenak. Kedua bahunya naik-turun, gemetar. Terdengar suara kikikan dari sana, dan Aru dapat menebak dengan jelas. Anak itu tertawa, entah kenapa.

Tawanya tidak terlalu bising, hanya saja, gigi dan gusinya terlihat jelas. Kening Aru mengerut dan dia langsung mundur. Pandangannya berubah aneh pada Orion. "Ka-kau ini kenapa?" Aru memberanikan diri bertanya. Jika anak itu tidak menjawab, dia bersumpah akan melempar salah satu buku yang ada di rak.

"Aku cuma bercanda, astaga, ahahaha." Orion masih tertawa. "Tadi wajahmu tegang sekali, seperti betulan kena kutukan saja." Meski ucapan Orion terdengar bercanda, Aru tetap tidak menyukainya. Dia betul-betul terkena kutukan dan Orion menganggapnya main-main.

"Kau boleh meminjam buku ini setelah aku membacanya." Topik pembicaraan pun kembali ke buku. Aru merasa lega, tetapi dia tidak puas dengan ucapan anak itu. "Ta-tapi, aku ingin pinjam bukunya sekarang."

"Ayolah Aru, aku ini punya masalah di mata pelajaran keagamaan. Aku butuh ini untuk belajar."

"Tapi, kenapa harus tentang "Kumpulan Mantra dan Kutukan Kebencian Rothbart"?"

"Karena aku butuh ini untuk jaga-jaga. Kalau ada orang yang mau mengirimiku sihir hitam, aku bisa langsung mencari solusi dan meminta perlindungan pada Dewi. Selain itu, mengetahui beberapa mantra jahat juga bagus untuk mencegah marabahaya. Dengan kata lain, jika kita terkena mantra jahat, kita bisa tahu kelemahannya lebih cepat."

"Cih, dasar kutu buku." Aru bersungut, tidak tertarik. Menganggap bahwa apa yang dikatakan Orion tidak penting.

Orion mengendikkan bahu. Memaklumi sifat Aru yang bodo amat. "Baiklah, aku pergi kalau begitu."

"Ah, tidak, jangan!" Aru mencegah anak itu dengan menarik lengannya ketika dia benar-benar hendak pergi. Orion menoleh sejenak ke arah Aru. Ada binaran cemerlang di mata gadis itu. Binaran sayu yang minta dikasihani. "Aku sangat, sangat, sangat butuh buku itu Orion. Aku pinjam dulu, ya? Sebentaaaaar saja." Aru merayu, merobohkan ego dan harga dirinya demi sebuah buku.

Orion bingung. Meski dia dan Aru adalah pasangan di tari balet, tetap saja mereka sebenarnya bukan pasangan balet yang akrab. Keduanya cenderung punya dunia sendiri dan lebih memilih sibuk di dunia itu. Selain itu, keduanya juga sama-sama tidak saling peduli, dan tidak ada yang ingin mengakrabkan diri pula. Pasangan yang aneh.

Melihat ekspresi Aru yang tampak lucu membuat Orion terpikirkan sebuah ide. Ide yang lumayan cemerlang, tetapi bisa membuat Aru kesal. "Boleh, tapi ada syaratnya." Orion menyahut jahil, membuat Aru memiringkan kepalanya, bingung. "Apa syaratnya?"

"Kau harus menari Pas de Deux denganku."

"Dih, ogah!"

Orion tertawa, sementara gadis itu membalikan badannya sambil melipat kedua tangan di dada. Dia sudah menduga kalau Aru akan menolaknya dengan ekspresi kesal. "Kalau kau tidak mau, ya tidak apa-apa, sih. Berarti aku yang akan membaca buku ini." Orion berkata sambil melangkah, dan lagi-lagi, Aru menarik lengannya, menyuruhnya berhenti. "Ya, sudah. Aku akan jadi pasanganmu."

Terus-terang, Orion senang menjahili Aru meski sebenarnya dia melakukan ini pertama kali. Namun, dia tak mengerti. Kenapa Aru begitu bersih keras ingin membaca buku ini duluan?

Orion betul-betul akan memberikan buku ini pada Aru kalau dia sudah selesai membacanya, tetapi gadis ini benar-benar keras kepala. Meski begitu, pada akhirnya Orion memberikan buku ini pada Aru dengan nyengir. "Tolong kerja samanya kalau begitu."

The Dancing Duck [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang