25 || Selamat

7.1K 1.3K 704
                                    

Yok tembusin 1K lagi yuk, semangat ✨🔥❣️
.
.
.

Udara masih sejuk dan langit biru mulai terang saat Naka mengunjungi makam ibunya, tempat di mana kenangan dan doa bersama bergabung dalam kesunyian.

Langkah Naka terdengar lembut di atas rumput hijau yang baru saja disiram pagi ini. Cahaya matahari perlahan menyapu area pemakaman, menciptakan bayangan yang bergerak pelan di antara batu-batu nisan yang teratur tersusun.

Di sekitar, beberapa keluarga yang juga mengunjungi makam orang-orang tercinta mereka, terlihat menghormati dan mengenang dengan damai.

"Assalam'alaikum, Ibuk." Naka berdiri di depan makam ibunya dengan senyum yang manis. Bunga-bunga segar yang diletakkan di atas makam menghiasi warna alami dari lingkungan pemakaman, menciptakan kontras yang indah.

Suara gemericik air dari kolam di sudut pemakaman, suara angin yang berbisik lembut di antara pepohonan, dan suara kicauan burung, semuanya menjadi serenade alami yang menemaninya.

Pemuda berbalut kemeja putih itu duduk dengan tangan menadah di depan dadanya, Naka mengucapkan doa-doa.

Setelah menyelesaikan doa-doa yang dipenuhi dengan harapan dan cinta, Naka menghela napas pelan. Dengan lembut, ia mengusap lembut nisan sang ibu dengan telapak tangannya yang hangat, seperti ingin merasakan kehangatan kasih sayang yang masih terasa di sana. Dengan suara rendah, ia mulai berbicara, "Buk, gimana kabar ibuk? Mas Saka sakit buk, dia udah tiga hari ini opname di rumah sakit. Mas Saka susah banget tau buk dibilangin, Naka suruh istirahat susah, makan juga susah, jadinya sakit deh. Naka kaget banget setelah tau dia tifus keempat kalinya. Adik macam apa coba Naka ini, buk? Keadaan kakak sendiri aja tau dari orang lain."

Naka kemudian menjeda sejenak, matanya terfokus pada nisan ibunya yang terhias rapi. Tatapan pilu terpancar jelas dari matanya yang berkabut.

"Ibuk yang sabar ya di sana, jaga kami dari sana," lanjut Naka dengan suara yang penuh kelembutan. Namun juga terdengar rapuh, "Naka tau ibuk sayang sama Mas Saka, tapi Naka sama Raka masih butuh dia buk, jadi jangan dibawa dulu ya, kalo ibuk kangen sama Mas Saka, ibuk temuin aja lewat mimpinya, peluk dia dan kasih tau jangan keseringan minta buat nyusul ibuk. Setiap sakit, dia selalu minta ketemu sama ibuk. Naka gak siap buk, Naka gak mau."

Suara angin yang lembut menggerakkan rambut Naka, menciptakan suasana yang seakan merangkul kesedihan dan kekuatan dalam satu hembusan.

"Tolong, ibuk bantuin Naka ya, yakinin Mas Saka biar lebih peduli sama dirinya sendiri, nggak semuanya itu tentang tugas sama nilai, dia bebal banget buk, Naka gatau harus ngasih tau pake cara apa lagi. Dia paling nurut sama ibuk, 'kan?"

Naka membiarkan keheningan pemakaman menyelimuti dirinya. Wajahnya mencerminkan ketenangan, seolah ia sedang menunggu jawaban atau kehadiran ibunya di antara hamparan pemakaman yang sunyi.

Beberapa saat berlalu, Naka mengambil napas dalam-dalam, mengusap ringan matanya yang berair, dan kemudian dengan perlahan memasang kembali senyum manisnya. Wajahnya yang tadi terlihat haru dan pilu kini kembali tenang dan cerah.

"Ya udah, Naka harus kuliah buk," ucapnya dengan suara yang ringan. Dia berdiri di depan nisan ibunya, menatapnya sekali lagi dengan penghormatan dan rasa syukurnya.

"Kapan-kapan Naka kesini lagi ya, Assalamu'alaikum," tambahnya. Dengan langkah yang mantap, Naka meninggalkan makam ibunya.

✨✨✨

Jam istirahat pertama terasa hidup dan penuh dengan aktivitas berbeda dari setiap siswa. Sebagian besar siswa memilih untuk pergi meninggalkan kelas, berburu makanan di kantin, menghabiskan waktu di halaman sekolah, atau menikmati ketenangan perpustakaan.

Geng BratadikaraWhere stories live. Discover now