16

74 14 8
                                    


Hiruk pikuk terdengar ramai di luar didalam rumah batu putih itu, kelopak mata yang di tumbuhi bulu mata lentik itu bergerak pelan, perlahan rasa buram ia mencoba memfokuskan pandangan hingga akhirnya begitu jelas.

"Akhirnya kau bangun." Helas nafas yang terdengar penuh kelegaan terdengar memasuki indra pendengaranya.

Deidara berdiri di samping ranjangnya dengan wajah teduhnya. " Apa yang kau rasakan katakan padaku?" Penuh perhatian dia membantu tubuh istrinya untuk duduk, menyenderkan punggungnya dengan pelan di senderan ranjang.

"Yuji, Bagaiamana denganya?" Raut khawatir terdengar dari bibirnya.

"Dia akan kemari, ah, itu dia!" Dua pemuda memasuki kamar Hinata. Yuji tersenyum padanya penuh ketulusan. Gadis itu merasa lega karena dia baik- baik saja.

"Bagaimana keadaanmu?"

"Aku baik Hinata, aku pulih dengan cepat. Maaf membuatmu sampai pingsan waktu itu." Ucapnya tulus penuh penyesalan.

"Tidak, aku baik-baik saja. Tapi saat kita bertatapan hal aneh datang di kepalaku hingga aku tidak sadar, tapi saat aku tidur aku bermimpi orang itu, orang di balik dalang semua ini." Ceritanya dengan pelan, dia sedikit mencoba mengingat, kepalanya malah terasa pusing.

"Tidak terlalu jelas, tapi aku merasa dia sangat cantik. Dia begitu kuat dan harum." Lanjutnya dengan suara lirih.

"Sudah jangan di paksa mengingat kau baru sadar, nanti kau akan pusing." Sahut Obito.

"Tenanglah, kita akan mencari hingga dapat, kami akan terus membantumu." Timpal Deidara. Yuji mengangguk setuju dengan pembicaraan ketiganya.

Dia menghela nafas pasrah, merasa beruntung karena ketiganya begitu melindunginya.

"Apa kita lebih baik kembali ke desa Rabenda kembali. Siapa tahu kita mendapatkan petunjuk, waktu itu kita tidak terlalu teliti." Ujarnya dengan kesal. Percayalah wajah kesalnya itu begitu disukai karena sangat menarik juga imut.

Af memasuki kamar sang pemilik dengan tenang. Senyum lembut ia lontarkan. "Bagaimana keadaanmu?"

"Aku baik- baik saja, terimakasih untuk bantuanya, nona." Dia tersenyum mendengarnya.

"Yuji sudah dapat mengatur kekuatanya, dia tidak akan berubah jika dia tidak menginginkanya, yah, bisa dibilang dia seperti monsuta yg lain. " jelasnya tenang. "Tapi, kuharap begitu. Karena hanya dia yang tahu mantra pembuka sukuna. Kami hanya mengurung agar bisa di atur." Sedikit menghela nafas, wanita itu tersenyum.

"Jadi maksudmu, orang itu masih mengincar?"

Mengangguk menjawab pertanyaan pemuda pirang itu. " Benar, dia sangat ambisius aku tidak tahu dia siapa, tapi kalian bisa mencari tahu ... , "

"Kemana kita akan tahu!?" Potong cepat pemuda rambut hitam.

"Pergilah ke desa indah, disana ada seorang dewi ingatan. Dia akan membuka segel penutup itu agar kau dapat tahu siapa orangnya." Jelasnya tenang. "Lalu kau dapat meminta bantuanya agar membuatkan senjata yang dapat menghancurkanya. Hinata kau adalah dewi alam yang sudah di takdirkan sang alam."

"B-bagaimana kau tahu?!"

"Tanda harum tubuhmu, auramu dan tanda yang berada di dahimu, saat itu muncul membentuk bunga alam. "

Dia tidak menjawab. Dia hanya merenungi semuanya. Mengalihkan pandangan pada sebuah pohon kecil yang berada di meja sebrang di tanam dalam gelas batu.

.

Mereka berempat berdiri di gerbang alam segel. Di temani Win dan Af yang berdiri dengan tenang.

"Terimakasih tuan juga nona kalian sangat baik sampai-sampai membantu kami." Hinata mewakilkan ucapan.

"Kami senang, tempat kami di singgahi kalian, jaga diri kalian baik-baik percayalah jika waktunya tiba suatu saat nanti kami akan datang membantu kalian tanpa pikir panjang." Tukas Win tulus.

Dia merasa terharu karena di dunia ini masih ada orang- orang baik. Mengangguk setuju sebagai jawaban.

Win dan Af memandang punggung mereka yang memasuki portal lalu menghilang ditelan keheningan.

"Kapan waktu itu akan tiba?" Cetus wanita cantik bermata emas madu.

" Sudah dekat, kita hanya mampu menunggu Af." Wanita itu tersenyum memandang sekitar , burung putih terbang di langit menandakan jika kepergian tamunya sedang menuju tempat tujuan.

.

.

Perjalanan kali ini cukup tenang hanya ada kesunyian di antara mereka, cukup canggung bagi mereka.

"Aku lapar?" Pecah gadis berambut indigo.

"Ah, baiklah aku akan mencari makanan untukmu!?" Yuji berujar cepat lantas berjalan menjauh memasuki hutan.

"Kemana desa indah itu?" Cetus Deidara.

"Tidak jauh dari sini. Ketua desa putih itu yang memberitahuku." Suami pertama itu menjawab dengan tenang.

Tak lama Yuji datang membawa beberapa buah-buahan segar emtah dapat dari mana tapi itu cukup bagus juga memuaskan untuk dirinya yang terlihat seerti manusia seperti biasanya.

Segera dia memilih buah apel juga, juga pisang untuk dirinya.

"Kau dapat buah ini dari mana?" Pemuda itu ditanyai seperti itu cukup gugup ditambah di tatap dengan intens oleh ketiganya. Tersenyum malu-malu lalu dia berkata.

"Dari dalam hutan, tadi disana ada cukup banyak buah segar jadi aku memetiknya." Balasnya.

"Apa kau senang menjadi suami ketiga Hinata?!"

Dia gugup karena ditatap tajam oleh suami pertama itu. Dia hanya bingung namun mengangguk begitu saja.

Obito mendengus kesal tidak dengan Deidara yang tertawa terpingkal- pingkal karena merasa lucu dengan wajah takut itu. "Kau ingin kubunuh! Kau dulu juga takut padaku, kenapa kau semena- mena sekarang dasar monster pirang."

"Hei! Lihat Hinata dia mengejekku?!" Menunjuk Obito tidak sopan segera dia memeluk tubuh istrinya erat.

Obito memukul keras kepala pirang itu karena merasa suami kedua itu begitu manja. Menghela nafas lelah. Karena keduanya kumat seperti anjing dan tikus.

Yuji terkikik melihat keduanya merasa lucu, dia tidak percaya pada kedua pria itu yang dapat bertingkah lucu jika bersama Hinata, dia mungkin harus menerima jika dirinya memang yang ketiga.

Tak masalah, dia sudah cukup senang asal bisa memiliki dewi alam akan ia lakukan apapun bahkan untuk nyawanya sekalipun.

Setelah istirahat mereka melanjutkan perjalanan. Kali ini sudah tidak secanggung tadi bahkan mereka sudah bercakap- cakap kompak.

Ini cukup menyenangkan dia tidak merasa kesepian,

Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara aneh dari pohon- pohon ketiganya begitu waspada.

"Jaga Hinata!" Titah Obito.

Hinata yang berada di tengah hanya mampu diam saat di lindungi ketiganya namun dia masih tetap waspada.

Hingga gerombolan monster kurus hitam mencecar menyerang mereka. Ketiganya membentuk monster menyerang membabi buta, membunuh dengan brutal.

Hinata mengeluarkan pedangnya dia juga menyerang para monster liar itu yang begitu banyak.

Saat dia sedang fokus menyerang matanya tak sengaja melihat orang berjubah yang sama seperti di mimpinya. Pandanganya menjadi tajam dia berlari mengejar orang berjubah hijau itu kedalam hutan.

"Sialan siapa kau!?" Serunya marah dia menyabetkankan pedangnya namun tidak mengenainya.

Hingga secara tiba - tiba dia sudah berada di tebing curam. Dia cukup terkejut tidak sadar berlari terlalu jauh dari para prianya.

"Keluar pengecut!"

Sebuah tangan melingkari lehernya dari belakang membuat nafasnya begitu sesak.

"Akhirnya aku menemukanmu, dewi alam." Bisiknya lirih, dia masih bisa mendengarnya. Dari kejahuan ketiga prianya berlarian datang padanya namun sebuah spiritual tinggi menariknya kuat memasuki jurang.

"Hinata!!"



My Husband Is A Monster 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang