36 ; Rapuh

136 18 2
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

Bagian 36

Rapuh

Ternyata bencana yang menyerangnya bukanlah mimpi buruk semata. Ternyata, bencana itu nyata.

Sejak tadi, Kanina tak berhenti menangis seraya berbaring meringkuk di atas kasur setelah mendengar informasi yang diberikan oleh pamannya. Kanina terguncang hebat setelah diberi tahu bahwa dugaan itu benar. Bahwa papanya lah yang membunuh mamanya.

Rafif mengatakan bahwa beberapa tahun yang lalu saat ia sedang berkemah di sekolah, mamanya sempat bertengkar hebat dengan papanya, membuat papanya marah besar dan melayangkan pukulan seperti biasanya. Sayangnya, pada saat itu kemarahan papanya sulit untuk dikendalikan. Papanya teramat marah sampai tak sengaja mencekik mamanya sampai tak lagi bernapas.

Rafan, yang pada saat itu baru saja membunuh istrinya sendiri panik bukan main. Rafan menyuruh orang-orang kepercayaannya untuk mengurus kematian Syahla dan menyembunyikannya dari orang-orang sekitar, termasuk Kanina yang saat itu tak tahu apa-apa. Bi Jumi, yang kala itu menjadi saksi hal bejat yang dilakukan Rafan diancam agar tak buka suara.

Kanina tertawa miris, tak menyangka bahwa hidupnya akan penuh drama seperti ini. Ia menghapus air matanya yang tak henti membasahi pipi. Bahkan setelah beberapa saat terlewat, ia masih belum bisa menghentikan tangisnya.

Kesedihan itu teramat nyata, sesak di dadanya terlalu mendominasi, semuanya terlalu menyakitkan.

Padahal, baru saja Kanina membangun kembali harapannya untuk bahagia. Baru saja Kanina berencana mencari kembali keberadaan mamanya. Baru saja Kanina berusaha menghilangkan traumanya. Tapi apa ini? Kenapa ujiannya tak pernah surut? Kenapa ia terus diuji dengan kesedihan-kesedihan ini?

Sampai kapan? Sampai kapan Kanina harus seperti ini? Ia teramat lelah dengan fakta-fakta menyakitkan yang terus berdatangan. Kanina benar-benar tak sanggup.

Kenapa papanya sejahat ini? Kenapa papanya merebut mamanya? Kenapa papanya selalu saja membuatnya menderita? Kanina menggigit bibir bawahnya yang telah lecet, sementara isakannya masih memenuhi seisi kamar. Dunianya teramat runtuh, lukanya yang masih basah terus ditambah seakan tak pernah cukup.

Katanya, kita hanya sedang menjalani hari yang buruk saja, dan bukan kehidupan yang buruk. Tapi, kenapa Kanina tidak merasa demikian? Kenapa, setiap harinya selalu saja menjadi hari yang buruk untuknya? Sejak kecil sampai sekarang selalu seperti ini, selalu saja menderita.

Mungkin, ia memang tak pernah pantas mendapatkan bahagianya sendiri. Mungkin Kanina memang ditakdirkan untuk menderita sejak awal.

Goresan Luka✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang