2nd. Tukang Ngambek

225 25 8
                                    

—The Hartono's Family—mgicboba, 2024

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

The Hartono's Family—
mgicboba, 2024

**

[ Edinburgh,  Skotlandia ]

Hujan lebat tengah mengguyur ketika Jaya baru saja menginjakkan kakinya di kota kecil bernuansa vintage bernama Edinburgh. Jaya melepaskan pegangan tangannya pada koper besar miliknya untuk melepas airpods yang menyumpal kedua lubang telinganya sejak masih berada di dalam pesawat tadi. Udara sejuk yang belum pernah Jaya rasakan di kota metropolitan Jakarta—membuatnya sedikit mendesis karena dingin. Terakhir kali liburan di luar negeri Jaya pergi ke Belanda sama mami dan papi ketika musim salju, tapi itu sudah sangat lama, Jaya hampir lupa bagaimana dinginnya udara Eropa.

Ketika matanya menangkap objek—sebuah sofa yang tidak jauh dari tempat berdirinya, ia segera melangkahkan kakinya kesana sambil sesekali mengedarkan pandangannya ke segala arah, mengingat Kak Berlian mengabari bahwa perempuan itu akan menjemputnya usai Jaya memberitahu bahwa dirinya sudah berada di kota yang sama dengan kakak sepupunya itu.

Namun setelah ditunggu selama hampir lima belas menit, batang hidung perempuan itu tak juga menampakkan wujudmya, Jaya kembali memperhatikan sekitar, setidaknya untuk menemukan sesuatu yang cukup dia butuhkan saat ini, contohnya—

"Caffe!" Anak itu memekik, merasa girang karena dia menemukan coffe shop di sini.

Biasanya Jaya tidak begitu suka dengan makanan atau minuman yang dijual di Bandara, soalnya dia suka dapet produk yang zonk, waktu itu Jaya pernah lagi laper banget waktu mau berangkat ke Jepang, pesawatnya delay, karena sudah tidak bisa menahan rasa lapar yang membuat kepalanya sedikit pening—akhirnya Jaya membeli mie ayam di salah satu toko diantara beberapa toko dengan posisi berderet.

Jaya berdiri di depan dua toko mie ayam, rasanya kaya berdiri di depan pintu surga dan neraka. Tetapi akhirnya dia memilih toko yang berada di sisi kanan, karena menurutnya, kanan itu baik.

"Baik dari hongkong! Ini harusnya bukan mie ayam ori, ini mie ayam mercon! Edan, mercon aja kalah pedes." Jaya terus terusan ngedumel, mengadu pada Papi Dimas soal mie ayam nya yang terasa sangat pedas.

"Pucet gitu warnanya kaya ngga ada sambal atau saos nya gitu, pedes darimana? Adek halu ya?" Dimas mengomentari bahkan sebelum mencobanya.

"Cobain dulu pi, nggak enak, adek mau minta ganti rugi ah."

"Ganti rugi pake apa?" Dimas bertanya seraya mengambil alih sterofoam berisi mie ayam bewarna kuning pucat—yang malah dibilang pedes banget.

"Ganti mie ayam yang baru." Jawab Jaya.

"Yaudah sana minta, nih." Dimas batal mencicipi mie ayam nya, dan menyerahkannya kembali pada putra tunggalnya untuk diganti dengan yang baru.

The Hartono's FamilyWhere stories live. Discover now