1. Awal Mula

4 1 0
                                    

Gadis itu duduk sendiri di balkon kamarnya, matahari perlahan tenggelam di ufuk barat, mewarnai langit dengan gradasi oranye dan merah yang memukau. Dia merasakan kehangatan senja menyentuh wajahnya, menghembuskan udara sejuk musim semi ke dalam napasnya.

Dengan sebungkus keripik kentang di tangannya, dia merasa berterima kasih karena masih diberi kesempatan untuk menikmati keindahan dunia ini. Meskipun hidupnya penuh dengan cobaan dan tantangan, dia menyadari bahwa setiap napas yang diambil adalah anugerah, sebuah kesempatan baru untuk menemukan makna dan kebahagiaan.

Dengan perasaan syukur yang mengalir dalam hatinya, gadis itu tersenyum kecil saat dia merenungkan tentang perjalanan hidupnya. Dia tahu bahwa meski kadang-kadang gelap, selalu ada cahaya di ujung lorong, sebuah harapan yang menyinari jalannya menuju kehidupan yang lebih baik.

Dalam keheningan senja yang indah, dia merasa bersatu dengan alam, merasakan kedamaian dan kehadiran Tuhan di sekelilingnya. Dan dengan hati yang penuh harapan, gadis itu siap menyambut setiap detik yang akan datang, dengan keyakinan bahwa Tuhan akan selalu bersamanya, mengarahkan langkahnya menuju kebahagiaan dan kesuksesan.

Gadis itu mengambil ponselnya di saat dia membuka aplikasi TikTok. Dia mulai menelusuri berbagai video yang muncul di feed-nya, berharap untuk menemukan sesuatu yang bisa menghiburnya setelah momen indah di balkon tadi.

Namun, tiba-tiba, matanya terpaku pada sebuah postingan yang membuatnya terhenyak. Sebuah video menyedihkan tentang seorang pria yang mengakhiri hidupnya karena dikhianati oleh pacarnya. Cerita tragis itu merobek hati gadis itu, membuatnya merasa terpukul dan sedih.

Dia tidak bisa menahan air matanya ketika melihat pria itu menangis dengan putus asa dalam video tersebut. Bagaimana mungkin seseorang rela menghabiskan begitu banyak uang dan mengorbankan segalanya demi cinta, hanya untuk dikhianati pada akhirnya?

Hati gadis itu berdenyut keras, terasa sakit menyaksikan penderitaan orang lain. Dia merasa terpanggil untuk berbagi rasa sakit itu, sebagai sebuah bentuk empati dan solidaritas dengan orang yang mengalami kesulitan.

"Dunia ini begitu kejam," gumamnya sambil menghapus air mata di pipinya. Tapi di tengah kegelapan itu, ada sedikit sinar harapan yang membuatnya tetap bertahan. Mungkin dengan berbagi rasa sakit ini, dia bisa membantu meredakan beban yang dipikul oleh orang lain, sekecil apapun itu.

Dalam keheningan yang menyayat hati, gadis itu merenung tentang kehidupan dan takdir yang begitu tak terduga. Dia merasa terhimpit oleh beban perasaan sedih dan kebingungan yang begitu besar.

"Ternyata masih ada orang yang tulus seperti ini," gumamnya di antara isakan tangisnya yang sesenggukan. "Kenapa dia tidak untukku saja, Tuhan? Kenapa dia harus bunuh diri?"

Rasa sakit yang mendalam melanda hatinya saat dia mengingat masa lalunya yang pahit. Dia merasakan kembali rasa putus asa dan kehilangan yang pernah dia alami, dan itu membakar luka yang sudah sembuh.

"Dulu-dulu kemana mereka?!" desisnya dengan suara penuh kebingungan. Dia merenung tentang kehidupan orang-orang yang pernah berada di sekitarnya, orang-orang yang mungkin bisa menyelamatkan pria itu jika hanya mereka tahu.

Dan di tengah keputusasaan itu, hujan mulai turun dengan lebatnya, seolah alam pun ikut merasakan kesedihan gadis itu. Tetesan air hujan mencampur dengan air mata yang mengalir di pipinya, menciptakan perpaduan yang melankolis di dalam hatinya.

Dalam kegelapan dan kesedihan, gadis itu menginginkan ada sebuah pintu ajaib seperti Doraemon, sebuah jalan keluar dari penderitaan dan kesulitan. Dia ingin memberikan kebahagiaan kepada orang-orang yang menderita, memberikan cahaya di tengah kegelapan mereka.

Dengan hati yang hancur dan pikiran yang penuh dengan pertanyaan tanpa jawaban, gadis itu hanya bisa berharap bahwa suatu hari, cahaya akan bersinar terang di ujung lorong, membawa kedamaian dan kebahagiaan bagi mereka yang terluka.

Lyra Anesyha Hermione adalah gadis yang berusia 21 tahun, tinggal bersama neneknya karena ibunya menikah lagi dan memiliki satu anak. Karena ibunya tidak memiliki rumah sendiri, Lyra terpaksa tinggal bersama neneknya. Meskipun demikian, Lyra tetap bersyukur dengan keadaannya.

Lyra adalah seorang guru anak TK, meskipun penghasilannya tidak besar, namun dia tetap bahagia karena bisa berbagi ilmu dan pengalaman kepada anak-anak kecil. Dia percaya bahwa setiap momen kebahagiaan dan keberhasilan kecil dalam hidupnya adalah anugerah yang harus disyukuri.

Dengan semangat dan ketulusan dalam mengajar, Lyra berusaha memberikan yang terbaik untuk murid-muridnya. Meskipun kadang-kadang dia merasa lelah dan terbebani dengan kehidupan yang sulit, namun dia selalu mencoba untuk tetap optimis dan bersyukur atas segala yang dimilikinya.

Back to topik!

Lyra menatap foto Joon Woo dengan perasaan campuran antara kesedihan dan kekaguman. Dia terkesima oleh wajah tampan dan senyuman hangat pria itu di dalam foto. Kemudian, dia mulai merenung tentang kehidupan Joon Woo yang singkat dan tragis.

"Padahal Joon Woo tampan, pekerja keras, setia, penyayang banget lagi, apa kurangnya coba," gumam Lyra dengan suara lirih di antara isak tangisnya. Dia merasa terpukul oleh ketidakadilan yang menimpa pria baik seperti Joon Woo.

Lyra merenung tentang betapa tidak adilnya kehidupan, bahwa orang-orang baik seperti Joon Woo seringkali harus menghadapi penderitaan dan kesulitan yang tidak sebanding dengan kebaikan dan ketulusan mereka. Dia bertanya-tanya mengapa takdir begitu kejam, mengapa orang-orang yang pantas mendapatkan kebahagiaan seringkali harus menghadapi penderitaan yang tidak adil.

"kenapa Joon Woo tidak di takdir kan untuk ku saja? " lirih Lyra.

Lyra merasa terperangkap dalam keanehan yang tak terduga. Matahari yang tiba-tiba terhenti di langit senja, air hujan yang membeku di udara, dan bahkan orang-orang di sekitarnya yang berhenti bergerak, semuanya membuatnya terkejut dan bingung.

Dengan hati yang berdebar-debar, Lyra mencoba membuka matanya dan menyadari bahwa dia tidak berada lagi di balkon rumahnya. Dia berdiri di tengah jalan yang ramai, di mana mobil dan motor terparkir di sisi jalan. Bunyi klakson yang terdengar membuatnya tersadar bahwa dia berada di tengah-tengah keramaian kota.

Tanpa ragu, Lyra segera membungkukkan tubuhnya sebagai tanda permintaan maaf kepada orang-orang yang terganggu dengan keberadaannya di tengah jalan. Dia kemudian berlari ke tepi jalan untuk menghindari bahaya yang mungkin mengancamnya.

Ketika dia berada di tepi jalan, Lyra melihat ke arah sepatunya dengan kebingungan. Dia bertanya-tanya bagaimana dia bisa berada di sana dan apa yang baru saja terjadi.

Lyra terkejut saat melihat sepatunya yang familiar, sepatu yang dia kenal dari masa SMA-nya, dan dia juga menyadari bahwa dia mengenakan seragam sekolah SMA-nya. Dia merasa seperti terjebak dalam sebuah mimpi yang aneh, tetapi tidak bisa mempercayainya.

"Ini gila, pasti aku mimpi," ucap Lyra dengan nada yang tak percaya. "Mungkin sekarang aku kena lucid dream."

Meskipun dia merasa bingung, Lyra memutuskan untuk menikmati momen itu seperti dalam mimpi. Dia mulai berjalan menyusuri jalanan dengan langkah ringan, menyapa semua orang dengan antusiasme yang tidak biasa baginya. Rasanya seperti semua rasa introvertnya tiba-tiba menguap, digantikan dengan keberanian dan keingintahuan yang baru.

Lyra melambaikan tangan kepada orang-orang yang dia lewati, tersenyum kepada orang asing, dan bahkan berani berbicara dengan beberapa orang yang dulu tidak pernah dia ajak bicara. Dia merasa seperti sedang menjalani petualangan yang menyenangkan dalam mimpi yang aneh ini.

Namun, di dalam hatinya, ada keraguan yang masih mengganggu. Meskipun dia berusaha untuk menikmati setiap momen, dia tetap bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi, dan apakah dia akan segera terbangun dari mimpi ini atau tidak.



tbc

Love Crosses TimeWhere stories live. Discover now