Part|| 21

1.3K 31 6
                                    

Sudah hampir 2 jam lebih seorang pria duduk disamping brankar yang terdapat seseorang yang masih terus terpejam sedari beberapa hari yang lalu. Matanya terus menatap seseorang tersebut tanpa bosan, rasa sedih marah takut khawatir semuanya menjadi satu perasaannya kacau balau hanya karena seorang gadis yang masih terbaring lemah dihadapannya ini.

Kenapa nasib gadis ini begitu menyedihkan? Ia sudah lama mengenalnya, jadi dia tau apa yang terjadi padanya selama ini. Situasi yang dialami gadis didepan nya itu sungguh rumit apalagi setelah ia tau suatu hal yang membuatnya tak bisa berkata apapun lagi.

Ia sungguh kecewa dengan dirinya sendiri karena tak bisa menjaga seseorang yang amat berharga dalam hidupnya ini.

Lalu sekarang bagaimana bisa ia lalui jika semuanya sudah terlambat? Kepala yang tadinya tertunduk itu langsung terangkat lalu menggeleng dengan keras, "Tidak! Tidak ada yang terlambat. Kamu pasti bisa sembuh, Harus!." batinnya berseru yakin, walau tak bisa dipungkiri rasa takut dan khawatir tetap hinggap dihatinya.

Kembali ia tatap wajah damai gadis di depannya itu. Cantik, satu kata yang terlintas di otaknya saat melihat betapa indahnya makhluk Tuhan satu ini. Walau terdapat beberapa goresan serta lebam di wajahnya namun itu tak menutupi kecantikan nya sama sekali. Wajah yang terlihat pucat itu ternyata masih terlihat begitu cantik, kecantikan yang berbeda dari lainnya. Ketulusan hatinya membuat dia semakin tampak bersinar menenangkan saat melihat wajahnya yang selalu terlihat tersenyum lembut.

Keheningan di ruangan serba putih itu nyatanya mampu membuatnya semakin betah menatap wajah cantik penuh ketulusan itu. Ia akan menikmati waktu yang indah ini dengan sangat baik, ia yang akan merawat gadis ini sendiri tanpa bantuan dokter lain jika perlu. "Egois sekali ternyata dirinya ini." kekeh nya dalam hati.

Ia yakin Tuhan tidak tanpa alasan memberikan semua cobaan yang dialami gadis di depannya ini, semua yang di alami nya pasti memiliki hal tersendiri dan itu pasti adalah hal yang terbaik baginya atau pun orang disekitarnya. Walau ia sendiri pun belum tau apa itu, yang ia yakini hanya rancangan Tuhan itu pasti yang terbaik.

Tangan pria tersebut terangkat mengelus pucuk kepala gadis didepannya dengan sayang, bibirnya menyunggingkan senyuman tipis.
"Kamu pasti sembuh Ghe. Aku gak bisa janjiin itu, tapi aku akan berusaha." ucapnya lirih.

***


"APA YANG SEBENERNYA ADA DI OTAK LO HAH?" suara keras begitu nyaring terdengar di sebuah gudang lama, ruangan yang terlihat tak terurus itu tampak semakin mencengkam dengan atmosfer yang tercipta dari dua remaja itu.

"LO GILA ATAU GIMANA? HAH? Lo cuma mikirin diri lo sendiri dari dulu." teriakan emosi yang semakin meluap itu Bara tujukan kearah Leon yang sudah terlihat babak belur. Tarikan pada kerah seragam sahabatnya itu semakin kuat, nafasnya terdengar memburu dengan otot leher yang tampak menonjol.

Leon hanya diam membiarkan sahabatnya itu menghajarnya habis habisan. Ia tak ingin mengelak sama sekali semua yang dilontarkan Bara memang benar adanya, ia hanya memikirkan tentang dirinya sendiri selama ini. Semua caci makian dan pukulan ia terima sedari tadi, ia akui dirinya memang bodoh dan brengsek.

"JAWAB GUE BRENGSEK!!"

Persetan dengan Leon adalah sahabatnya, emosi nya lebih menguasai dirinya kali ini. Biarlah itu jadi urusan nanti, ini juga bukan hanya semata mata karena emosi saja ia ingin sahabatnya ini tidak terus terusan di jalan yang salah. Ia tak mau Leon kalah dengan orang tuanya, karena jika tindakan mereka tidaklah benar kita juga harus berontak demi sebuah keadilan entah dengan siapapun itu termasuk orang tua sekalipun, pikirnya.

"Iya, gue emang bodoh. Gue brengsek. Gue gila, lo bener" balas Leon sambil menatap Bara yang masih senantiasa menarik kerah seragamnya.

"Lo emang bodoh." tekan Bara lalu menyentak kerah Leon kasar.

GheishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang