Bagian 4

273 19 22
                                    

Rasa takut keponakannya disaat sekelompok teman-temannya melewati mobil mereka membuat Force semakin curiga. Tubuh Book yang gemetaran dan keringat dinginnya menandakan begitu jelas jika Book sangat trauma pada mereka. Sepertinya Book sangat takut, siksaan secara mental memang terkadang lebih menyakitkan dibandingkan secara fisik. Book yang tadi sudah diancam jika fotonya akan kembali tersebar, ia merasakan kembali traumanya.

"Bocah, tunggu disini." Ucap Force sambil melepas sabuk pengamannya, alasan Force merasa yakin jika Book telah diganggu itu karena dari sikap Book ditambah ada luka bekas pukulan di wajah Book.

"P-paman.. Jangan.." Book menahan lengan Force membuat Force menoleh, dan ia melihat jika keponakannya itu menatapnya dengan memohon.

"Kau diam saja. Paman akan memberi pelajaran pada mereka." Dengan sedikit kasar, Force melepas tangan Book darinya. Book tidak bisa berkutik, rasa takutnya semakin membesar. Tentu ketakutannya bertambah karena jika pamannya itu membalasnya, bisa-bisa para pembully itu semakin melakukan tindakan buruknya terhadap Book.

"Hei!." Teriak Force pada sekelompok remaja itu, mereka nampak menoleh saat Force memanggilnya.

Book memperhatikan Force yang sudah keluar dari mobilnya. Ia menatap dengan rasa takutnya, dan ia melihat dengan jelas jika saat ini Force sedang mengucapkan suatu hal pada mereka.

Nampak, beberapa remaja tersebut tertawa. Mereka seperti merendahkan Force. Dan dengan singkat, sepertinya tawa mereka harus sirna. Book yang menyaksikan semuanya dibalik kaca mobil, terlihat jelas jika Force sedang memukuli para remaja itu, mereka memang sempat tidak tinggal diam. Mereka terlihat membalas pukulan Force, tetapi Force yang seorang atlit tentu bisa dengan mudahnya membaca gerakan mereka.

Tak lama kemudian, mereka berlari ketakutan. Book melihat pamannya yang terengah sambil mengepalkan tangannya. Force menoleh ke arah mobil dimana Book berada, Book yang merasakan tatapan dari pamannya itu, ia segera memalingkan wajahnya.

Book tersentak disaat Force telah kembali masuk ke dalam mobilnya. Force memandangi Book yang ketakutan.

"Kau tidak perlu takut lagi."

"Jika ada apa-apa, katakan pada paman."

"Kau mengerti?." Ucap Force sambil mengacak rambut Book. Sesaat kemudian, kedua manik Book berlinang air mata. Entahlah, ia merasa sedih atau mungkin hal yang lain. Karena dirinya yang tidak pernah diperlakukan seperti ini, bahkan oleh ayahnya sendiri.

"Hei, kau menangis?." Tanyanya, Book memandangi paras tampan pamannya yang memang terkesan sangar itu. Dengan segera, ia menggelengkan kepalanya.

"Anak laki-laki tidak boleh cengeng. Kau harus lebih kuat." Nasihatnya, kemudian Book terdiam. Ia menahan tangisnya.

Terdengar jika pamannya itu menghembuskan nafasnya, kemudian ia mulai melajukan mobilnya.

_____________

Book menutupi tubuhnya setelah Force memaksa untuk melepaskan pakaiannya, dan hanya meninggalkan celana pendek selututnya dari seragamnya itu. Kedua lengannya seakan memberikan pesan pada Force agar tidak melihat tubuhnya itu.

"Paman, aku bisa sendiri." Lirih Book sambil duduk sedikit menjauh di atas tempat tidur.

Force menatap Book jengah, membuat keponakan satu-satunya itu menunduk takut.

"Biar aku membantumu mengobati lukamu." Sepertinya Force memaksa, ia menarik lengan Book agar Book bisa menunjukkan lukanya itu. Book masih menolak, ia tentunya sangat malu. Memang jika ia dan dirinya sama-sama seorang laki-laki tetapi Book berbeda, karena ia adalah seorang penyuka sesama jenis. Karena itu ia sangat malu pada Force. Dan alasan Force untuk tetap memaksanya ialah karena tentu ia tidak tahu akan orientasi seksual keponakannya sendiri, ditambah ia tidak ingin menjadi masalah karena memang dirinya yang diminta oleh kakaknya untuk menjaga Book. Bagi Force, yang jelas tugasnya itu selesai, tanpa ada masalah.

My Safe ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang