Bab 15

10 5 0
                                    

Bab 15 : Azzurrina

Azzurrina

🕛🕛🕛

Zack terpaku di depan peti mati yang bertuliskan Azzurrina Guendalina. Manik cokelat itu meredup, air matanya kembali turun. Dia menangis lagi, tanpa peduli dengan para pelayan yang menatapnya iba.

Di peti mati. Gadis yang terbujur kaku dengan rambut putih seputih salju itu, terlihat seperti bernyawa ketika wajah kaku itu tersenyum kecil. Zack yang melihat itu terlonjak kaget, dia menghampiri peti mati dengan cepat.

Zack mengerjabkan matanya tidak percaya.

"Zu-zurri tersenyum?!" teriaknya menunjuk mayat Zurri dengan wajah pucat.

Giana teramat sedih saat melihat Zack menangis histeris memangku tubuh Zurri dengan pilu. Air matanya bahkan tidak lagi keluar karena menangis berkepanjangan.

"Zack," panggilnya sendu.

Zack tidak menoleh, bahkan sekedar melirik saja tidak. Laki-laki itu tetap mematut dirinya tepat di depan peti mati Azzurrina.

"Relakan dia, nak," ucap Giana dengan hari sakit.

Zack menggeleng dengan derai air mata. Matanya merah, napasnya tak karuan. Hatinya sakit karena ditinggal orang yang disayang. Dan ... dia merasa halusinasi karena mengira Zurri masih hidup.

"Tidak, Ibu! Aku yakin dia masih hidup!" Zack mencengkram peti mati dengan kuat.

Giana menggeleng pasrah. Sedari tadi dia menasehati Zack, tapi tetap saja anak itu keras kepala. Jelas-jelas Azzurrina telah meninggal dunia. Masih saja mengharapkan gadis itu hidup dengan keajaiban yang ada.
Tapi, itu sangat mustahil untuk terjadi.

Giana sangat mengerti dengan perasaan ditinggal, karena ... dia juga telah ditinggal oleh kedua orangtuanya dan sang suami tercinta saat Zack masih kecil.

"Zurri ... Aku mohon bangunlah ...," ucap Zack menangis dengan napas yang sesak.

Zack memangku kedua tangannya di atas peti mati Zurri dan menangis meraung. Laki-laki itu tidak rela ditinggalkan gadis itu, Zurri yang selama ini selalu berada di dekatnya, walaupun gadis itu selalu menghindar dan menatapnya sinis.

Semenjak Zurri menginjakkan kakinya di rumah Zack. Dia merasa rumahnya terasa lebih hidup, bahkan dirinya sendiri terasa lebih ceria dari sebelumnya. Karena sebelumnya dia tidak pernah tertawa, tersenyum, atau hanya sekedar menangis untuk anggota keluarganya.

Dan sekarang gadis itu pergi.
Meninggalkan dirinya sendiri tenggelam di kegelapan. Bersama bayangan kematian.

"Zurri," lirihnya.

"Aku tahu kamu pasti ingin bangun, kan? Tolong katakan padaku Zurri. Aku tidak ingin sendirian lagi." Zack merebahkan kepalanya di atas peri mati, matanya kosong.

"Jangan tinggalkan aku."

"Aku ingin kamu tetap di sini. Bersamaku."

"Tolong jangan tinggalkan aku!" teriak Zack menatap mayat Zurri yang terbujur kaku.

Zack berdiri dan menatap marah pada sang langit yang menampilkan suasana mendung, seolah ikut berduka atas kepergian Zurri.

"KENAPA?!"

"KENAPA AZZURRINA JUGA DIAMBIL!? AKU SUDAH CUKUP TERPURUK DENGAN KEMATIAN AYAHKU!"

"KENAPA?!"

Zack berteriak penuh amarah pada sang langit. Berharap bahwa langit hanya mengambil Azzurrina sementara waktu dan mengembalikan Zurri-nya pada dirinya.

Sayangnya langit tetap langit. Atmosfir bumi yang hanya menuruti kehendak alam apa yang akan terjadi di bumi ini.

"Sayang! Zack, jangan seperti ini, Nak." Giana memeluk anaknya dengan erat.

Dia juga terpukul atas kematian Azzurrina yang tiba-tiba. Putri satu-satunya di kastil ini pergi dengan tragis, dia tidak bisa menjaga penyihir manis seperti Zurri.

Keduanya menangis tidak rela melepas Zurri yang kini tersenyum kecil. Sesosok roh dengan rambut putih panjangnya tengah menatap peti mati dengan seringaiannya.

Priest tampak biasa saja bahkan bisa dilihat dia senang akan kematian Zurri. Karena, dengan begitu dia bisa mengambil alih secara penuh tubuh itu, lalu membalaskan dendamnya yang sudah menumpuk ratusan tahun.

Lemah sekali.

Priest berucap dengan hampa.

Padahal waktu Zurri meninggal. Tubuh gadis itu dipenuhi dengan pecahan kaca dan yang lebih mengerikannya adalah pecahan kaca itu terbenam di jantung Zurri.

Priest menatap hampa pada mayat Zurri dan melirik sekilas kalung yang Azzurrina pakai. Roh itu tersenyum amat kecil.

Sudah saatnya masa kembali pada peradabannya. Kota ini akan berguncang pada waktu mendatang. Waktu yang sudah Priest nantikan. Penyihir itu mengangkat tangan lalu mengucapkan mantra terlarang.

Menghidupkan orang mati.

Azzurrina, milikku ....

Bangkitlah!

Priest pun menghilang.

Tanpa Zack dan Ibunya sadari. Tangan kecil Zurri bergerak pelan, hembusan napas kian terdengar halus. Perlahan-lahan kedua mata itu terbuka yang menampilkan iris yang berbeda warna. Sedetik kemudian warna matanya berubah menjadi biru samudera. Biru yang sangat jernih.

"Zack."

Zack membeku di tempatnya berdiri, menatap Zurri yang duduk di peti mati. Gadis itu menampilkan raut wajah bingung namun tidak dipungkiri raut itu juga tersenyum kecil.

"Zurri?"

"Zack," gumam Zurri dengan senyum, air matanya mengalir.

Tanpa di sangka, Zack menghampiri Zurri lalu memeluknya amat erat. Laki-laki itu kembali menangis, membasahi bahu gadis itu tanpa malu. Hatinya senang bercampur lega, karena langit benar-benar mengembalikan Zurri padanya.

Giana mematung, perlahan ikut berjongkok dan memeluk kedua anak itu erat. Wanita itu menangis, bersyukur putrinya masih hidup.

"Kamu hidup! Katakan padaku, kamu benar-benar hidupkan?" tanya Zack memastikan.

"Iya, Zack, aku hidup," balas Zurri menatap Zack dengan manik samudera yang berkilau.

"Ya! Kamu hidup!"

Zack membawa Zurri keluar dari peti mati, bahkan membakarnya di detik itu juga setelah mengamankan Zurri di tempat yang aman.

Tanpa mereka sadar, kalau mata Zurri berubah-ubah warna sekilas karena Zurra berusaha mengambil alih tubuh itu. Namun, jiwa Zurri yang asli tidak mengizinkan, dan pada akhirnya Zurra hanya bisa bertahan selama beberapa saat.

"Ayo kita makan, kamu masih suka pie apel, kan?" ajak Zack tersenyum tipis.

"Iya, aku suka "


🕛🕛🕛

AZZURRINAWhere stories live. Discover now