Sudah menjadi rahasia umum jika keluarga Aryaatmaja adalah keluarga yang dermawan. Bukan hanya menjadi donatur di banyak Yayasan, mereka juga memiliki banyak anak asuh dan memberikan banyak beasiswa pendidikan, tapi diantara banyaknya anak yang beru...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ya sudah, rebut saja itu tunangan si Harsa. Lo pernah cerita ke gue kalau lo suka itu Polisi, kan? Gue lihat-lihat dia juga care sama lo, nggak susah lah buat jebak dia, tinggal lo pinter-pinter manfaatin kesempatan. Kalau lo nggak bisa jadi Tuan putri Aryaatmaja, seenggaknya lo jadi Bini orang kaya, pasti ajib kalau lo bisa dapatin tunangan si Harsa. Hidup lo bakal nyaman, Nad."
".............."
"Lo harus manfaatin wajah cantik lo ini, Nad. Buat Narendra jatuh cinta sama lo. Gue dukung lo buat bergerak ngerubah nasib."
Kalimat Marleen terngiang-ngiang dibenakku, selama ini aku mati-matian menahan perasaan iriku terhadap Harsa karena aku berusaha sadar karena keluarga Harsa penolongku. Aku tidak ingin mengecewakan mereka, namun sejujurnya aku pun tidak sanggup berada dibawah bayang-bayang Harsa terus menerus.
Disaat seharusnya statusku menjadi anak angkat keluarga Aryaatmaja, dimana aku bisa dengan resmi menjadi keluarga mereka, keluarga Aryaatmaja hanya menjadikanku anak asuh. Benar aku tinggal bersama dengan mereka, memakai pakaian dari merk yang sama dengan Harsa, dan bersekolah ditempat yang sama, tapi disaat bersamaan ada dinding pembatas tak kasat mata yang seolah menegaskan jika aku ada disini hanya sekedar menjadi teman bermain Harsa karena Bapak Saka Aryaatmaja tidak mau Ibu Rania mengandung lagi.
Disaat itu aku merasa sudah sepantasnya aku mendapatkan semua kenyamanan ini karena hidupku harus aku habiskan menjadi pelayanan Harsa, teman bermainnya, dan menjadi bayang-bayangnya. Seluruh dunia tertuju pada Harsa, mereka memuji Harsa sebagai sosok cantik, baik hati, dan sangat ramah, apalagi saat Harsa mengajakku bersamanya, makin-makinlah pujian itu semakin menjadi.
Hanya Harsa yang menjadi sorotan, para perempuan berlomba-lomba menjadikan dia teman, para lelaki yang aku suka selalu menjadikannya idaman. Mungkin itulah awal rasa iriku, semua orang baik kepadaku hanya karena Harsa bersamaku, dan puncaknya adalah saat aku yang mulai puber tertarik dengan dua bersaudara Cakraningrat yang seringkali datang ke rumah.
Narendra dan Dwijendra, kakak beradik yang berjarak 3 tahun tersebut mengenal keluarga Aryaatmaja sejak mereka kecil hingga mereka dewasa, tidak peduli dinas Bapak Saka berpindah-pindah setiap kali liburan dua laki-laki tersebut selalu datang. Berbeda dengan Jendra yang sangat dingin, bahkan kepada Harsa sekalipun, Narendra adalah pribadi yang hangat, sosok kakak yang pengertian.
Tidak seperti kebanyakan orang yang memandangku sebelah mata, Narendra memperlakukanku sama seperti Harsa, dia selalu melibatkanku dalam obrolan tidak sekedar menganggapku bayangan atau dayang Harsa, Narendra selalu menghargaiku, dan itulah awal mula aku jatuh cinta dengannya. Dia adalah cinta pertamaku, sosok yang jadikan tolak ukur harus bagaimana seorang pria yang aku inginkan. Sayangnya cinta itu harus aku kubur dalam-dalam saat Bapak dan Ibu menerima lamaran orangtua Narendra, Narendra sendiri mengaku jika dia mencintai Harsa sejak Narendra bertemu Harsa kecil.
Aku sempat berharap Harsa akan menolak lamaran Bang Naren mengingat Harsa tidak pernah membicarakan laki-laki dalam kapasitas romantis, tapi kenyataannya Harsa menerima Narendra, dan menjalani pertunangan yang sudah berjalan 3 tahun ini dan hanya tinggal waktu untuk mereka menikah. Sungguh aku benar-benar muak melihat Harsa bersikap sok manis dan sok perhatian kepada Narendra.
Dibandingkan bersama Harsa yang hanya menuruti keinginan orangtuanya, seharusnya Bang Naren bersamaku. Aku lebih bisa membahagiakan Bang Naren daripada Harsa yang hanya bisa membebani. Lulusan STIN tapi hobinya ngeluyur, aku bisa menebak jika Harsa akan menjadi Ibu Bhayangkari yang buruk.
Serangkaian rencana tersusun dibenakku, aku benar-benar mempertimbangkan ide yang diusulkan oleh Marleen, aku muak menjadi bayang-bayang Harsa, aku ingin menjadi dirinya. Ditengah otakku yang berkecamuk, suara klakson mobil terdengar tepat di depanku, mobil besar yang merupakan milik Harsa berhenti tepat di depanku, kaca depan belakang terbuka, memperlihatkan sosok pria yang aku cintai di kursi depan, menyetir, sementara wanita manja hobi ngeluyur tersebut duduk dibelakang seperti Princess Passenger.
Lihatkan betapa dia sangat tidak menghargai calon suaminya, Harsa memperlakukan Bang Naren seperti sopir.
"Malah bengong, ayo naik."
Meskipun aku sangat tidak suka dengan Harsa, enggan sekali untuk bersamanya, tetap saja aku mengulas senyum saat duduk di kursi belakang bersamanya. Seperti biasa aku menciumnya kanan kiri sebagai salam, aku benar-benar memainkan peran adik yang baik untuk Harsa. Jika ada yang bisa aku banggakan mungkin itu kemampuan sandiwaraku.
"Sorry ya bikin nunggu lama, Cha."
Harsa tidak pernah mau aku panggil Kakak meski dia dua tahun lebih tua dariku, sungguh jangan memujinya dengan sebutan humble atau apapun karena sikapnya ini karena kerendahan hatinya ini membuatku sering disebut anak pungut yang tidak menghargai majikannya. Dengan semua hal yang terjadi kalian paham kan kenapa aku begitu muak dengan keluarga Aryaatmaja ini, aku merasa aku dimanfaatkan untuk membangun image dermawan mereka.
Bukan Harsa yang menjawab, melainkan Bang Naren yang ada di depan yang menyahut.
"Nggak apa-apa, Nad. Kalau kerjaan kamu nggak molor, mungkin Acha nggak punya waktu buat makan siang sama aku."
Bang, kenapa sih kamu bisa cinta sama perempuan yang bahkan nggak bisa luangin waktunya buat kamu?