BAB 12 : Anak Kecil dari Belanda

5 1 0
                                    

Juni merenung sejenak sebelum memutuskan membeli rumah itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Juni merenung sejenak sebelum memutuskan membeli rumah itu. Keindahan rumah itu bukan lagi yang utama, ia justru dilanda kekhawatiran. Setiap kali melihat ruang kerja Abimanyu, pikirannya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan.

"Sayang, ada apa?" tanya Abimanyu dengan penuh perhatian.

Juni tersadar dari lamunannya, terkejut melihat Abimanyu yang sudah ada di depannya. Abimanyu tersenyum dan mengambil sendok, memasukkan sereal ke dalam mulutnya. Helaan napas Juni yang berat membuat Abimanyu sedikit cemas.

"Macet di mana-mana sekarang, ya? Tapi masih mendingan dibanding Jakarta."

Banyak infrastruktur baru bermunculan di sekitar tempat kerja Abimanyu. Mendengarnya, Juni tersenyum tipis. Maklum, dia memang jarang keluar rumah. Semua bahan makanan dibeli oleh Mbok Rahma untuk memenuhi kebutuhan bulanan.

Abimanyu membalas senyuman Juni dan mengelus tangan kekasihnya dengan lembut, menenangkannya di pagi yang mulai terasa panas.

****

Abimanyu merasa sedikit lega saat melihat Mbok Rahma sudah ada di rumah dengan membawa beberapa sayur. Dengan begitu, dia tidak perlu khawatir meninggalkan Abimanyu sendirian saat pergi bekerja.

Juni duduk di gazebo kecil di dekat kolam. Tiba-tiba, suara langkah kaki kecil menarik perhatiannya. Dia menoleh ke sekelilingnya, namun tidak melihat ada orang di dekatnya. Suara anak kecil pun terdengar.

"Halo, ada siapa di sana?" tanya Juni pelan.

Juni sadar bahwa posisi kolam renang cukup jauh dari pintu kedua, yang terhubung langsung dengan kolam renang. Meskipun dia berada tepat di depan kolam, jaraknya masih cukup jauh jika seseorang berlari masuk ke dalam rumah. Terlebih lagi, dia sendirian di dekat kolam.

Saat menoleh ke kiri, di dekat pendopo besar, Juni melihat seorang anak kecil meloncat riang. Wajahnya begitu cantik, dengan paras yang mengingatkannya pada orang Belanda. Gaun kusam yang dikenakannya sedikit membangkitkan rasa khawatir dalam diri Juni.

Dengan penuh keberanian, Juni mendekati anak kecil yang masih asyik bermain. Melihat Juni datang, anak itu langsung berlari dan bersembunyi di balik pohon mangga. Juni berjongkok, menyesuaikan tingginya dengan anak tersebut.

Senyum hangat Juni terukir di bibirnya, berusaha menenangkan anak kecil di depannya. Wajah cantik anak itu membuat Juni sedikit iri. Bagaimana mungkin anak sekecil ini memiliki kecantikan yang begitu menawan?

"Jangan takut, Nak," kata Juni dengan suara lembut.

Namun, bukannya berhenti, anak itu justru kembali berlari menjauh ke arah belakang pendopo. Ilalang yang tumbuh tinggi membuat Juni kesulitan untuk mengejarnya. Meski begitu, Juni menduga bahwa mungkin saja anak itu hanya merasa takut bertemu dengan orang asing.

Pertanyaan yang berkecamuk di benaknya, "Siapa dia? Sejak kapan dia ada di sini?"

****

Nirmala : Gamelan Ayu Banowati [End✓]Where stories live. Discover now