17: Khawatir

13 3 0
                                    

***

Hari kian berlalu, hingga sabtu pun tiba. Ivan bangun agak siang hari itu karena ingin lebih bersantai. Lalu tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Dan Ivan baru akan melepaskan diri dari ranjang nyamannya.

Setelah selesai membersihkan diri dan mengenakan kaos abu-abu dan celana hitam pendek. Ivan berjalan keluar kamar menuju dapur kecil dilantai dua untuk mengisi perut.

Ivan membuka kulkas dan tidak menemukan apapun yang bisa langsung ia makan. Setelah memastikan bahwa tidak ada satu pelayan pun disana, Ivan memutuskan untuk memasak.

"Enaknya masak apa ya...?"

Ivan menatap setiap bahan masakan yang tersimpan didalam kulkas. Ia mengusap dagu dengan dua ruas jari kanannya. Memikirkan akan memasak apa. Tidak perlu mewah, asal simpel dan mengenyangkan sudah cukup.

"Ah udahlah ceplok telor aja. Ada kecap sama nasi juga."

Segera Ivan mengambil sebutir telur dan teflon. Menuangkan minyak secukupnya dan setelah panas ia memecahkan telurnya. Tak perlu waktu lama, telur ceplok Ivan itu matang. Diletakkan diatas nasi panas dan diberi kecap manis.

"Oke jadi, makan pake tangan aja kali ya." Ivan pun mencuci tangan dan membawa piringnya itu keatas meja yang berada didepan TV. Alih-alih duduk di sofa, Ivan justru duduk dilantai ala warkop. Menikmati makanannya selagi menatap keluar jendela.

Ketika sedang asik menyantap sarapan siangnya. Samar Ivan mendengar suara langkah kaki berasal dari lorong kamar. Ivan menolehkan kepalanya dan disana ia melihat kakak laki-laki tertuanya sedang berjalan bersama pria lain seusianya.

Tanpa sengaja mereka kontak mata. Tampak Charles yang kaget melihat apa yang Ivan lakukan. Ketika itu masih terdapat nasi didalam mulut Ivan. Jadi dia hanya melambaikan tangan kanannya yang kotor akibat kecap. Tanpa banyak bicara Charles berjalan menghampiri Ivan. Kemudian duduk diatas sofa tepat dibelakang Ivan.

"Makan apa?" tanya Charles datar setelah melihat isi piring Ivan.

"Nasi," jawab Ivan singkat. Tak berniat menjelaskan lebih jauh. Dan Charles juga tidak menunjukkan tanda-tanda akan bertanya lagi.

Sang adik kembali mengalihkan pandangannya kehidangannya. Lalu mengambil suapan lainnya. Charles terus memperhatikan dari belakang. Meski sedikit tak nyaman, tapi Ivan sangat ahli mengabaikan orang yang memperhatikan dirinya.

Disisi lain, pria yang bersama Charles tadi juga turut memperhatikan mereka. Namun ia hanya berdiri tegap dengan tangannya melipat kebelakang. Matanya menatap intens kearah Charles. Ia berharap tuannya itu menyadari tatapannya tapi percuma. Charles terlalu sibuk mengamati setiap detail kecil sang bungsu yang sedang asik menyantap makanannya.

"Tuan muda Charles. Maaf menganggu waktu menyenangkan anda tapi bisakah kita kembali bekerja sekarang?" ucap pria itu memalsukan senyumnya.

"Ya, kau menganggu, Zeren." Charles melirikkan matanya pada Zeren. Nada suaranya dingin akibat merasa terganggu.

"Kalau begitu saya sarankan anda kembali bekerja sekarang." Zeren kembali berucap tak gentar sama sekali dengan tatapan tajam dari Charles.

Mendapati jawaban itu, Charles menghela napas. Ia kembali menatap Ivan yang ternyata juga menatapnya. Sudut bibirnya terangkat. Kemudian tangannya menepuk halus kepala Ivan.

The Second ChanceWhere stories live. Discover now