Teddy!

367 29 1
                                    

"Memang apa salahku? Kau sendiri yang terlalu sibuk memikirkan bisnismu sendiri!" bentakan itu tidak lain adalah suara ayahku. Memang sih, aku jarang sekali bertemu dengannya, namun tidak berarti aku tidak pernah mendengar suaranya itu. Dulu, ibu yang selalu mengasuhku. Sampai pada suatu saat, perusahaan ayah bangkrut dan akhirnya pengangguran. Ibu sempat menitipkan aku ke tetangga, sedang ia harus bekerja keras mencari nafkah menggantikan ayah. Berbulan-bulan lamanya, ketika aku sedang bermain sendiri di kamarku, suatu sosok mendatangiku dan berkata, "Ayok, pulang nak. Kita akan tinggal di rumah barumu."

Sosok itu adalah ibuku sendiri. Kerja kerasnya telah membuahkan hasil. Ibuku adalah anak perempuan yang sangat pandai, jadi tidak heran usahanya berhasil. Sampai-sampai, ia mampu mendongkrak kembali perusahaan ayahku yang tadinya bangkrut. Sejak ibu menjemputku di rumah baruku (rumah yang kutinggali sekarang), ia tidak pernah mengurusku. Aku tumbuh sendiri menjadi anak yang agak tertutup. Aku bahkan tadinya hanya bergaul dengan pembantu, tukang kebun, supir, dan satpam rumahku. Mungkin, yang kali ini berbeda..

~~~

"Bukannya urusan rumah memang sudah kewajibanmu?!" lawan suara laki-laki yang berat, yaitu ayahku. Ayah dan ibuku tidak pernah akur lagi sejak perusahaannya bangkrut. Bahkan, aku tidak pernah melihat, mereka berdua pernah berbicara lagi.

"Kau saja yang tidak becus mengurusi bisnismu, sudah bagus aku yang bantu mengembalikan nama perusahaanmu!" Bentakan yang sahut menyahut itu pun berakhir dengan suara piring dan berbagai macam perabotan rumah yang jatuh terbanting. Aku tidak dapat membayangkan apa yang selanjutnya akan terjadi.

BRAKK!

Aku mendobrak pintu dengan kuat yang mengakibatkan suara hening di antara kami bertiga selama kira-kira 3 detik. Wajah mereka berdua tampak terkejut.

"Ibu? Ayah? Apa yang terjadi disini? Apa yang kalian ributkan?" tanyaku agak setengah-setengah takut.

Ayah melihat ke arahku dengan mata yang sinis. Kemudian berdeham dan kembali ke kantornya. Ibu yang melihat kelakuan ayah pun mengalihkan pembicaraan. "Thom, kenapa kau baru pulang jam segini? Kau tahu ibu sangat khawatir."

"Ya, seperti kau khawatir saja. Dan apa yang aku lakukan sampai selarut ini bukan urusanmu." jawabku dengan membuang muka dan beranjak ke kamarku yang berada di lantai 2.

Sebelumnya, ibu sangat marah padaku dan memanggil namaku berkali-kali hendak memarahiku, namun karena emosi aku pun mengacuhkannya. " Thomas Boo! Aku tidak membesarkan anak yang tidak tahu sopan santun. Jadi sebaiknya kamu segera kesini dan meminta maaf, anak muda!" Ia memanggil-manggilku sambil mengetuk-ngetuk pintu kamarku dengan keras.

Untung saja, di kamarku ada radio. Kupencet tombol ON dan memutar volume sampai kencang. Jadi aku tidak usah mendengar suara ibuku itu. Aku mandi kira-kira 10 menit kemudian mengganti baju tidur. 

~~~

Matahari terbit seperti biasa, dari Timur ke Barat. Dan hari ini, saatnya pergi ke sekolah. Rumah tampak hening, kedua orang tuaku sudah berangkat pagi-pagi buta.

Aku menjalankan aktivitas yang harus dilakukan sebelum berangkat sekolah.

~~~

Aku berjalan ke kelasku melewati hall. Saat ini aku tidak ingin bertemu atau berbicara dengan siapa pun. Tapi sayangnya semua yang aku tidak inginkan itu terjadi. Suara hentakan kaki yang berlari mendekatiku.

Drap.. Drap.. Drap..

"Hey hey heyyyy! Bagaimana malammu? Dan kue nya?" tanya Iris.

"Begitulah dan kuenya enak."

"Mukamu agak pucat, apa kau tidur larut malam?" Penyakitnya kumat lagi, KEPO.

"Bisa diam, gak?" tanyaku padanya dengan mata melotot, kemudian pergi ke dalam kelas.

Pelajaran segera mulai, dan seperti biasa aku tertidur selama perjalanan. Hingga waktunya istirahat, dan aku tidak sadar dari tadi tidak ada Iris di sebelahku. Apa yang terjadi padanya? Mungkin dia sedang sakit? 

Baru saja berdiri dari tempatku duduk, lelaki yang bermuka dua itu menghampiriku. Wajahnya tampak seperti banteng yang ingin menyeruduk objek berwarna merah. Ia meremas kerah bajuku dengan tangan kirinya, dengan kepalan tangan kanannya yang siap meninjuku. Tidak lagi... kemarin ayah Iris sekarang dia. Apa memang lagi tren ya gaya begini?

"KAU! Apa yang kau lakukan padanya?! Sekarang ia tidak terlihat seperti dirinya!" bentaknya, sampai-sampai teman sekelas kami menyaksikan dengan ketakutan.

"Hahaha, teman. Memangnya kau pikir hanya dia yang memiliki masalah?" Aku melepas tangannya dari kerah bajuku, dan melototinya. "Oh iya, lain kali jangan ikut campur urusan orang lain."

Aku berjalan santai keluar kelas, sambil mengantongi kedua tanganku di saku celana ku. Kemana? Ke taman sekolah. Karena selain tempatnya strategis dan sejuk, aku dapat menenangkan diri. Biasanya jam segini, suka muncul anjing sekolah kami. Jadi, aku memutuskan untuk skip class

Seekor anjing tengah berjalan-jalan di tengah lapangan. Ia tampak mencari sesuatu, hingga tatapannya berhenti ke arahku. Kepalanya mulai miring seakan-akan bingung melihatku. Ekornya yang tebal mulai mengibas-ngibas dan ia berlari ke arahku dengan lidah yang menjulur keluar. Tadinya aku sangat ketakutan, namun raut muka anjing itu sepertinya jinak.

Woof! Woof! ~

Aku mengelus-elus bulunya yang putih, lebat dan halus itu. Aku tahu ada rumor kalau ia adalah pemilik tetangga sekolah kami yang sudah meninggal. Kuraih kalung yang tertutup bulu itu, dan setelah kulihat ada tulisan yang diukir. Teddy

"Jadi namamu Teddy, huh?" tanyaku sambil melepas kalungnya. Ia menyalak sambil mengibas-ngibas ekornya. Kami bermain lempar bola sebentar saja. Sampai suatu saat kami terlalu lelah untuk bermain lagi. Ia mulai menggonggong padaku sambil berlari dengan senangnya. Sepertinya, ia ingin menunjukkan padaku sesuatu.

Aku pun berlari mengikutnya ke rumah yang sudah tua dan lapuk. Rumah itu terletak di luar area sekolah. Ia berhasil lolos melewati lubang pagar yang sudah berlubang, sedangkan aku yang berbadan besar ini harus memanjat pagar mau tidak mau.

Untungnya saja, rumah itu tidak terkunci. Jadi gampang saja untuk masuk. Barang-barangnya sudah tua dan berdebu. Aku mulai melihat-lihat dan memandangi beberapa foto-foto yang dipajang. Sampai pada suatu saat, salah satu foto itu terlihat seorang anak laki-laki muda yang nyaris mirip denganku, sedang merangkul seekor anjing putih sambil menggenggam bola bisbol. Anak anjing itu mirip sekali dengan Teddy. Di belakang foto itu terdapat tulisan Leo & Jill together forever!

Jill? Nenek moyang Teddy? Dan siapa Leo? Dan kenapa tampangnya mirip denganku? Pada foto selanjutnya, ada Leo dengan anak perempuan yang usianya lebih kecil daripada Leo. Ini pasti adiknya, gumamku. Dan lagi-lagi ada tulisan di belakangnya My beloved sister, Hanna. 

Selesai aku membaca tulisan-tulisan itu, suatu suara menarik perhatianku. Seperti suara anak perempuan yang menangis. Aku mengikuti suara itu dan melangkah pelan-pelan. Suara itu berasal dari lantai atas. Sampai ada satu tangan yang menyentuh pundakku. "Hey, apa yang kau lakukan disini?"

Oh itu Iris, dan ia tampak bingung kenapa aku bisa ada disini. "Anjing ini yang menuntunku ke sini. Aku tidak ikut pelajaran agar tidak bertemu dengan si John itu. Ia marah-marah tanpa alasan dan hampir saja kami berdua berkelahi, untungnya aku ini orang yang sabar. Dan meninggalkannya dengan santai. Dan.. bagaimana denganmu?"

"Ah.. aku juga sama sepertimu. Saat kau menyuruhku diam tadi pagi, aku penasaran dengan apa yang terjadi denganmu kemarin malam. Tampaknya itu memang kelemahanku. Aku pergi keluar berjalan-jalan dan bolos pelajaran. Tanpa sadar, aku bertemu dengan anjing ini, dan berakhir disini. Tak lama, ia menghilang dan sepertinya ia ingin menyeret orang lain ke rumah ini. Hahaha."

"Oh begitu rupanya. Ngomong-ngomong tadi aku mendengar suara tangisanmu, apa yang kau tangiskan?"

"Hah? Apa yang kau maksudkan? Dari tadi aku tidak menangis kok. Memangnya menangis untuk apa?" jawabnya sambil bergurau.

~~~

Chapter 9 finisheddd!! Jangan lupa baca Ghost or Friend ya!! Butuh pertolongan vomments nya nih. See you next chapter, sorry for slow update. 



Boo!Where stories live. Discover now