4. Di Toko Bunga

1 1 0
                                    

Happy Reading!

Sekitar pukul empat sore, Yulin kembali ke toko bunga. Sedangkan ayah beristirahat di rumah. Ia mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Ia menyempatkan melirik rumah sakit Aydin ketika melewatinya. Ia masih bingung dengan kejadian tadi pagi dan persetujuan ayah dalam hubungannya dengan Aydin.

Begitu tiba di toko, ia dikejutkan dengan kehadiran Aydin di sana. Apa yang dilakukannya di toko dan bagaimana dia bisa tahu alamat toko bunga miliknya? Yulin jadi berpikir apalagi yang pria ini tahu tentangnya?

Aydin melempar senyum saat melihat Yulin datang. "Assalamualaikum," ucapnya.

"Waalaikum salam," sahut Yulin sambil turun dari motor dan menghampiri Aydin. Ia membalas senyuman Aydin dengan canggung. "Tahu dari mana alamat toko saya?" tanyanya.

"Dari Bunda kamu. Bunda udah ceritakan tentang saya?" sahut Aydin.

"Sudah. Ayah juga tadi mengatakan hal yang sama, memang kamu punya kelebihan apa sehingga orang tua saya mudah nerima kamu?" ujar Yulin sambil memperhatikan Aydin penuh selidik.

Aydin berdehem dan tersenyum. "Kayaknya kita harus ubah cara ngobrol deh," ia mengalihkan permbicaraan. "Jangan pakai saya kalau lagi berdua. Tapi, aku-kamu aja, biar lebih santai," katanya.

Yulin mengernyitkan keningnya, tapi kemudian menyetujui saran Aydin, "oke." Ia membuka toko dan masuk. "Silahkan masuk, Mas Aydin."

Aydin mengikuti Yulin ke dalam dan duduk di sofa setelah dipersilahkan. Ia memperhatikan gerak gerik Yulin yang sedang menata bunga dan tidak lama kemudian pelanggan mulai berdatangan sehingga Yulin tidak memiliki waktu untuk melayani Aydin sebagai tamunya dan Aydin memahami itu. Sesekali pria itu tersenyum saat melihat Yulin tertawa dengan pembeli. 'Bagaimana cara membuat dia jatuh cinta? Jujur saja, aku tidak sabar membongkar rahasia yang ada di antara kita,' batinnya.

"Mas Aydin," panggil Yulin dan ia berhasil menyadarkan pria itu dari lamunannya. "Mau minum apa? Maaf baru sempat nanya," tanyanya.

"Tidak masalah kok. Memang kamu mau beli minuman di mana?" tanya Aydin.

"Di depan ada caffe sahabat aku, kalau aku pesan dia pasti ngantar ke sini," sahut Yulin sambil menunjuk caffe milik Amora.

Aydin mengangguk paham. "Samain aja sama kamu."

"Yakin? Aku pesan taro blend lho," kata Yulin.

"Pas banget, aku juga suka taro," sahut Aydin.

"Oh ya?"

Aydin mengangguk yakin.

Yulin mengambil ponselnya dan menghubungi Amora via chat untuk memesan minuman. Setelah itu ia duduk di sofa yang berseberangan dengan Aydin. Ia memperhatikan Aydin dengan teliti. Masih dengan penasarannya atas sosok pria yang tiba-tiba muncul di kehidupannya. "Mas Aydin beneran pernah bermain denganku ketika kecil?"

Aydin menoleh saat mendengar pertanyaan Yulin. "Iya, kata Umi begitu. Gak heran sih karena orang tua kita memang sahabat sejak lama," sahutnya. "Aku tahu pasti banyak pertanyaan yang ingin kamu tanyakan. Gapapa kok, tanya aja dan insya Allah akan aku jawab," lanjutnya.

"Yulin," Amora tiba dengan pesanan Yulin. Ia menghampiri sahabatnya itu dengan tatapan penuh tanda tanya karena menemukan pria tampan di dalam toko bersama Yulin. "Kamu kok gak pernah cerita kalau punya kenalan tampan?" katanya sambil meletakkan nampan dan tersenyum canggung ke arah Aydin.

"Kenalin ini Mas Aydin, anak dari sahabat Ayahku. Dia baru menyelesaikan pendidikannya di Jordan dan sekarang dia bertugas sebagai Dokter di Rumah Sakit Umum Daerah," jelas Yulin panjang lebar menurut sepengetahuannya tentang Aydin.

"Oh Dokter ternyata. Halo Mas, saya Amora, sahabat Yulin," Amora menangkupkan tangannya di depan dada.

"Aydin," Aydin juga melakukan hal yang sama.

"Ya udah deh, kalau gitu aku balik ke caffe dulu ya. Banyak pengunjung soalnya," ujar Amora dan diangguki oleh Yulin. "Permisi Mas Aydin," pamitnya dan berlalu pergi.

"Sahabat kamu lucu ya," kata Aydin sambil tersenyum tipis.

"Sudah ada yang lamar Mas," sahut Yulin.

"Lah, kan aku gak bilang akan melamarnya. Aku Cuma bilang dia lucu," jelas Aydin sambil terkekeh.

Yulin menggaruk tengkuk karena merasa salah dalam merespon ucapan Aydin. "Silahkan di minum, Mas."

Aydin tersenyum saat Yulin mengalihkan pembicaraan. Ia mengambil minumannya dan mencicipi. "Yulin."

Yulin menatap Aydin yang sedang menatapnya. "Ke-kenapa, Mas?" kenapa jadi gugup sih?

"Aku rasa Ayah kamu sudah memberitahu tentang perasaan aku ke kamu dan aku cuma mau memastikan. Saat ini kamu sedang tidak mencintai siapa-siapa kan?" ujar Aydin serius.

Yulin terdiam sejenak dan mengingat obrolannya dengan ayah tadi siang. "Mas Aydin beneran punya perasaan itu ke aku?" ia memastikan kembali dan ingin mendengarnya langsung.

"Aku tahu kamu udah mengetahuinya," sahut Aydin.

"Kenapa, Mas? Kenapa tiba-tiba kamu hadir di kehidupan aku dengan perasaan? Aku bingung sih karena kita udah gak pernah jumpa sejak kecil," ujar Yulin mulai mengeluarkan unek-uneknya.

Aydin bangkit dari duduknya dan berpindah ke samping Yulin. Hal itu tentu saja membuat Yulin panik dan menjaga jarak. "Maaf karena sudah datang tiba-tiba. Tapi, kamu harus ingat satu hal bahwa kita bukan orang asing yang baru bertemu," ujar Aydin sambil menatap mata Yulin dalam.

%%%

Malam sudah larut, namun mata Yulin tidak bisa terpejam. Obrolannya dengan Aydin saat di toko berhasil membuatnya tak karuan. Apalagi mengingat seuntai kata misterius yang terucap dari bibirnya. Ia dan Aydin bukan orang asing yang baru bertemu. Apakah sebelumnya mereka pernah bertemu? Kapan?

Tiba-tiba haus menguasai tenggorokannya. Dengan langkah lunglai ia menuju dapur untuk minum seteguk air. Setibanya di dapur ia mengambil gelas, mengisinya dengan air dan meminumnya sambil duduk di meja makan.

Setelah menuntaskan kehausan, Yulin segera kembali ke kamar dan merebahkan tubunya di tempat tidur. Ia menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang terus memikirkan ucapan Aydin. Tiba-tiba ponselnya berbunyi menandakan ada chat yang masuk. Ia mengambil dan melihatnya dan sebuah pesan dari nomor baru. Tapi, isi chatnya membuatnya yakin siapa pengirimnya.

+6282213xxxx:
Aku yakin kamu tidak bisa tidur malam ini.

Me:
Dari mana kamu dapat nomorku Mas?

Mas Aydin: Aku sudah lama memiliki nomor kamu dan Ayah yang memberikannya.

Me: Ayah?

Mas Aydin: Iya. Kaget ya? Kan aku udah bilang kalau kita bukan orang asing yang baru bertemu. Makanya kamu jangan canggung kalau berada di samping aku ya

Me: Mas, jujur aku bingung dengan apa yang terjadi sekarang. Aku gak tahu harus berekspresi seperti apa karena semuanya terlalu membingungkan. Perkataan Bunda, perkataan Ayah, dan tadi perkataan kamu. Tanggung jawab nih aku gak bisa tidur.

Mas Aydin: Hehe. Butuh dibacain dongeng gak agar tidur?

Me: Dongeng yang kamu ciptakan pasti membingungkan. Bukannya tidur malah semakin terbuka mata ni

Mas Aydin: Ya udah kamu butuh apa? Ditidurin? Hehe becanda.

Me: Astagfirullah. Gak nyangka Mas Aydin bisa keluarin kata-kata begitu.

Mas Aydin: Ingat kataku tadi. Kamu di sisiku berbeda dengan perempuan yang lain. Ke perempuan lain yang tidak boleh aku ucapkan hal itu. kamu spesial.

Me: Gak ada begitu, Mas. Kan kita bukan mahram

Mas Aydin: Hehe, jalani aja dulu ya. Nih aku bacain shalawat agar kamu dengerin dan semoga ketiduran. (Voice Note)________________

"Kamu penuh dengan misteri, Mas Aydin," gumam Yulin sambil mendengar shalawat yang dilantunkan Aydin. Suaranya sangat merdu dan mampu membuatnya terlelap.

%%%         

Next?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rahasia (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang