38

2K 94 1
                                    


Untuk kalian yang udah baca di karyakarsa boleh dibaca ulang ya... Ada banyak perubahan soalnya...

Selamat membaca...

Jangan bosen di lapak ini ya...

****

"Selamat pagi," Sapaan itu di susul dengan kecupan mesra di keningnya membuat Felicia menggeliat. Kedua matanya mengerjap saat kembali merasakan kecupan di pelipisnya, pipinya hingga turun pada bibirnya. Membuat Felicia pada akhirnya pun membuka matanya.

"Selamat pagi," sapaan itu kembali terdengar. Mesra hingga berhasil menarik sudut bibir Felicia untuk tertarik ke atas. Dia tersenyum mendapati pria yang duduk di sampingnya, di tepi ranjang dengan tubuh membungkuk. Dua lengan pria itu mengurungnya.

"Kamu sudah bangun?"

Pria itu tersenyum, kembali mengecup pelipis Felicia hingga menimbulkan bunyi 'Cup' yang panjang. Hal yang akhir-akhir ini Felicia dapatkan dari pria yang akhir-akhir ini juga. Bangun lebih pagi darinya.

"Mau sarapan?"

Tawaran itu juga sering ia dengar akhir-akhir ini. Tapi hanya sebuah tawaran-jangan berharap lebih jika pria di sampingnya ini akan memasakkan sesuatu untuk dirinya, karna percayalah. Jika pria itu sama sekali tidak pernah menyentuh dapur. Dia memberikan tawaran itu pun, setelah meminta pelayan untuk menyiapkan segalanya.

Felicia tak langsung menjawab. Dia malah mencari posisi nyaman untuk kembali bermalas-malasan di atas ranjang. Membiarkan kekeh renyah Ervin mengudara. "Kenapa? Masih belum ingin bangun?"

"Masih ngantuk,"

Ervin mengangguk. Menyingkirkan anak rambut di samping wajah Felicia. Menyelipkannya di belakang telinga. Ekor matanya melirik jam di pergelangan tangannya.

Pria itu bahkan telah siap dengan semua stelan kerjanya. Membuat Felicia takjub karna pria itu pasti bangun pagi-pagi sekali. Hal yang akhir-akhir ini juga Felicia temukan pada pria itu lagi. Karna dari saat mereka baru menikah, Felicia selalu menemukan pria itu yang bangun jauh lebih pagi, sama sekali tidak peduli jika pria itu bahkan tidur cukup larut atau bahkan mendekati dini hari.

"Bagaimana kalau berhenti di rumah sakit?" Bisik Ervin, yang seketika membuat senyum Felicia surut. Wajah itu pun berubah terkejut.

"Jangan salah paham. Aku hanya memberi penawaran. Dan dengan begitu kamu bisa tidur sepuasmu. Kita juga mungkin akan memiliki banyak waktu berdua."

Felicia menelan ludah susah payah. Terutama ketika menemukan wajah Ervin yang tampak serius.

"Aku memang menginginkan istri yang berada di rumah." Felicia bisa merasakan bagaimana jari itu mengusap sisi wajahnya lembut. Juga tatapan mata itu yang seakan menguncinya. Hingga hembusan nafas pria itu sesekali menerpa wajahnya saat wajah itu mendekat dan mengecup pipinya. "Tapi aku juga tidak akan memaksamu untuk meninggalkan profesimu. Hanya saja-"

"Ervin,"

"-Aku akan benar-benar senang jika kamu memilih tetap di rumah."

Felicia menggigit bibir bawahnya kuat. Tatapan Ervin, juga bagaimana wajah itu menatapnya. Membuat dia merasa aneh.

"Baiklah, aku harus pergi sekarang." Tubuh itu menegak. Kembali melirik jam di pergelangan tangannya sebelum kembali menatap Felicia yang kini beranjak bangkit. Bersandar di kepala ranjang dan menatap Ervin yang kini mengulurkan dasi padanya. 

Pria itu tersenyum, lembut. Yang Felicia balas dengan hal serupa. Tubuhnya sedikit mendekat pada Ervin, mengalungkan dasi pria itu di sana. Jarinya mulai bergerak, memasang dasi dengan wajah terlihat begitu fokus dan serius.

Hanya Tentang WaktuWhere stories live. Discover now