14

96 16 1
                                    

Episode 14

Aku mengecup bibir Aletha berkali-kali, sampai wanita itu menggeram kesal. "Naiiiiii," geramnya penuh kekesalan.

Aku tersenyum lebar, bagaimana tidak kekasihku telah kembali!

Aletha Denandra, kekasihku.

"Aku pilih kamu, kalau ada kesempatan lagi buat memilih, dan andai aku bisa mengabaikan semua pandangan orang," begitu jawabnya saat aku menutup kedua telinganya.

Aku melompat ke pangkuan Aletha dan melingkarkan kedua tanganku di lehernya. "Aku kangennnn," manjaku padanya.

"Sama, aku juga kangen," sahutnya. Tangannya merapikan rambutku dan menyelipkannya ke balik telinga.

"Jadi?" tanyaku.

"Jadi?" beo Altha mengulang pertanyaan ku. Senyum sumringah di wajahku tandas begitu saja karena aku tau kekasihku ini sedikit lemot dan gak peka kalau aku minta pengakuannya.

"Haaaa Allllll," keluhku setengah berteriak.

"Iya, Naila..."

"Jangan mulai nyebelin deh..." gerutuku.

"Nyebelin?" beonya sekali lagi.

"Huaaaa Allllllll," teriakku kesal dan menarik kerah bajunya karena gemas.

Pinggangku terasa ditarik kian rapat dengan tubuh Aletha, itu membuat rajukanku berhenti seketika. Kedua tangan Aletha sudah melingkar sempurna di pinggangku.

"Naila Ayudya..." panggilnya lembut.

"Iya, Aletha Denandra."

"Kamu tau dengan pasti, aku masih sangat mencintai kamu, dan juga sebenarnya aku mau kita kembali..."

Aletha masuk ke dalam ruang hening, wajahnya sedikit menunduk.

Aku mengerti, seperti yang aku bilang sebelumnya, antara cintanya dan keluarganya, adalah suatu ketidakmampuan bagi Aletha memilih salah satu dari kami.

Tanganku menangkup rahang Aletha, mengusapnya pelan dan mata kami saling menatap. "It's okay, Bee... Semuanya akan baik-baik aja. Kita lewatin semuanya sama-sama ya."

Aletha membenamkan wajahnya dalam pelukanku. Aku tau ia menyembunyikan sisa kegelisahannya sendiri. Cinta kami begitu sulit untuk dijelaskan. Perasaan yang melewati batasan ruang dan waktu, jarak dan fisik, dan juga... batasan norma...

Tapi bukankah Tuhan merestui pertemuan kami untuk yang kedua kalinya? Lalu mengapa begitu sulit untuk mendapatkan restu-Nya untuk cinta kami?

"Sayang..." panggil Aletha dari dalam dekapanku.

Aku tertegun mendengarnya, begitu lama aku tak mendengar panggilan ini.

Wanitaku menarik wajahnya dan menatapku sayu. "Aku bingung..." ucapnya.

Aku menelan salivaku sendiri. Membayangkan apa yang akan terjadi di kemudian hari agak menakutkan. Apa yang pernah kami lewati telah menorehkan luka baik untukku maupun untuk Aletha.

"Do you believe me, Bee?"

Aletha diam sebentar, dari wajahnya seolah ia sedang berpikir keras.

"I believe you. Tapi aku lebih gak percaya sama diriku sendiri."

"Kenapa begitu?"

"In case, sebelumnya aku yang ninggalin kamu dan bikin kamu kecewa. Aku takut sekali lagi aku melakukan itu..."

"Dan kalau kamu melakukan itu sekali lagi, aku akan bikin kamu jadi adonan cilok."

Aletha menaikan sebelah alisnya, "cilok? Gak jadi adonan moci lagi?"

Meminta Restu TuhanWhere stories live. Discover now