09: [Koma]

69 10 1
                                    

Netranya Abel tertuju ke arah ruangan ICU. Terlihat seorang pria berpostur tinggi keluar dari ruangan tersebut.

"Papah? Itu papah, Pah!!!" teriak Abel. Tetapi pria itu tidak melihatnya maupun mendengarnya.

Abel melangkahkan kakinya berniat untuk masuk ke ruangan itu, pintunya yang masih setengah terbuka. Abel mematung berdiri melihat dirinya sendiri tanpa berkata-kata, raganya tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

Disana terdapat Nisa yang sedang duduk memandangi anaknya dengan sesekali air matanya menetes. Abel masih berdiri terpaku, sebelumnya dia belum pernah melihat pemandangan semenyakitkan itu.

Kepala yang cantik itu tengah memakai perban, hidung dan mulutnya memakai ventilator, kabel dan selang memenuhi tubuhnya, impusan yang menggantung di samping dirinya dan detak jantungnya sangat lemah.

Tanpa sadar air matanya mengalir dengan deras. Abel membekap mulutnya sendiri dan menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Ia terduduk dengan lemas dilantai, tangisan Abel pun kembali pecah.

"Argghh, sakit!!" lirih Abel dengan memegang kepalanya.

"Dok, Dokter!! Dokter!! Suster!!" teriak Nisa. Ia melihat detak jantung anaknya mulai melemah.

Tanpa lama dokter dan suster langsung bergegas menghampirinya.

"Jantung anak saya melemah, dok!!" ucap Nisa dengan panik. "Ayok lakuin sesuatu!!" ucapnya.

"Maaf ibu tunggu diluar dulu, nanti dokter yang akan menanganinya." ucap suster tersebut.

"Lakukan yang terbaik ya, sus!" balas Nisa dengan raut wajah yang masih panik.

"Mamah gamau kehilangan kamu, Bel!! Mamah kangen sama kamu!!" lirih Nisa.

"Abel juga kangen sama mamah!! Mamah jangan sedih, ya? Abel baik-baik aja kok." ucapnya didalam hati.

Nisa dengan berat hati melangkahkan kakinya keluar meninggalkan anaknya yang tengah ditangani dokter itu. "Mah, Abel kenapa mah?" tanya Azka menghampiri ibunya.

"Kalian tidak usah khawatirkan anak itu!! Dia anak yang tidak berguna! Dia hanya bisa nyusahin orang tua terus!!" sarkas Bagas.

"Apa kata mu, Pah?! Bisa-bisanya kamu mengatakan itu disaat putri kandungmu sedang kritis? Kalo Abel dengar ini, dia pasti akan sakit hati Pah!" sergah Nisa.

"Halah, omong kosong! Biarkan saja dia mati!" ketusnya.

Plak

Tangannya mendarat di pipi kanan suaminya.

"Kamu gila Pah!! Berani-beraninya kamu ngomong gitu sama anak kandungnya sendiri yang tengah terbaring lemah."

"Apa kata mu? Gila?" ucap Bagas penuh amarah.

Bagas meringis pelan dan memegang pipinya yang sedikit kemerahan akibat tamparan.

"Ayok, terus tampar lagi!! Ayok Nisa!!" teriaknya dengan mencengkram kuat pergelangan tangan istrinya.

Abel mematung melihat pemandangan yang sebelumnya ia belum pernah lihat, tangannya mengepal dan raut wajahnya penuh amarah. Abel sangat marah karena ibunya diperlakukan tidak baik oleh ayahnya sendiri.

"Bahkan papah gue sendiri menginginkan gue mati. Lantas buat apa gue hidup?" Abel perlahan-lahan menjauh dari kedua orangtuanya. Perasaanya campur aduk, dia sedih, dia marah.

"Aw, sakit!!!" ringis Nisa. Cengkeramannya semakin kuat membuat tangan Nisa kemerahan.

"Pah, udah Pah!!! Malu dilihat orang-orang, jangan berantem disini. Ini rumah sakit Pah!!" lerai Azka.

Dendam: Gadis Misterius Where stories live. Discover now