Bab 8. Cinta Saralee dan Kemarahan Parveen

9 2 0
                                    

Kembali lagi di cerita Veen-Ralee.

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya. Vote dan komen dari kalian adalah apresiasi untukku.

Baca sampai selesai, ya.

"Apa yang harus aku dengarkan, Ralee?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa yang harus aku dengarkan, Ralee?"

Parveen tak tahu harus bagaimana sekarang. Saralee adalah cintanya, tetapi Fahda adalah kakaknya. Semua dugaan kematian Fahda mengarah pada kerajaan Saralee. Di saat Parveen telah berhasil menemukan gadis masa kecilnya itu, ia justru harus menghadapi masalah serumit ini. Jika saja Saralee bukan bagian dari Kerajaan Jenggala, hanya seorang rakyat. Mungkin saja Parveen akan membawa Saralee ke wilayahnya dengan mudah.

Sayang sekali Saralee bahkan merupakan putri dari Kerajaan Jenggala. Mencintainya pasti menimbulkan penolakan dari berbagai pihak. Bagaimana jika Parveen membawa Saralee ke wilayahnya? Mungkin dua kerajaan itu akan kembali berperang.

Saralee membuka tudung yang dipakainya. Ia juga membuka penutup setengah wajahnya. Gadis dengan pakaian keunguan itu menatap sendu Parveen. Meski pertemuannya dengan Parveen tidak bisa dibilang sering, bahkan baru dua kali. Itupun dengan jarak beberapa tahun. Namun, rasanya Saralee telah menganggap bahwa Parveen telah memiliki seluruh hidupnya.

"Kerajaanku tidak ada sangkut pautnya dengan kematian Putri Fahda. Percayalah padaku, Veen." Saralee yakin bahwa semua ini tidak mungkin ulah kerajaannya. Meski kematian Putri Fahda ditemukan di wilayah Kerajaan Jenggala.

Parveen menatap Saralee dengan sinis. "Tidak ada sangkut pautnya? Haruskah aku percaya padamu dan kerajaanmu itu? Putri Fahda ditemukan tewas di wilayahmu, Ralee! Bagaimana mungkin aku percaya ini tidak ada sangkut pautnya dengan kerajaanmu! Katakan, Ralee. Bagaimana caranya aku percaya!" cercanya.

Saralee mencoba memegang tangan Parveen. Akan tetapi, sang pangeran terus memundurkan langkahnya. "Veen, bahkan aku dan Pangeran Raynar tidak berada di kerajaan. Aku juga terkejut mendengar berita tentang Putri Fahda ditemukan di wilayah hutan kerajaanku. Bahkan aku tak memikirkan apa pun, selain dirimu. Aku takut kau salah paham karena ini, dan membenciku."

Kini Parveen sudah tak bisa lagi memundurkan langkahnya. Punggung laki-laki itu menabrak dinding kamar. Saralee berhasil menggenggam tangan Parveen. Putri pertama Kerajaan Jenggala itu membawa tangan Parveen ke atas kepalanya. Parveen mengernyitkan keningnya, untuk apa Saralee melakukan ini?

"Aku bersumpah demi diriku, Veen. Kerajaanku tidak bersalah atas kematian Putri Fahda. Berhentilah berprasangka. Kumohon demi diriku, Veen," mohon Saralee. Pertama kali dalam hidup Saralee, ia merendahkan diri demi mendapatkan kepercayaan pangeran pertama Kerajaan Shammari.

Diamnya Parveen membuat Saralee semakin takut. Ia takut Parveen membencinya. Netra hijaunya bahkan sudah berkaca-kaca. "Veen, bicaralah. Tolong jangan membenciku karena ini."

Saralee terkejut atas tindakan Parveen yang tiba-tiba. Laki-laki dengan tinggi melebihi Saralee itu tiba-tiba memutarkan posisi mereka. Membuat Saralee yang terhimpit dinding dan Parveen. Bahkan sang pangeran menatap tajam gadis dengan rambut keunguan itu.

Veen-RaleeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang