22. Rencana

9 0 0
                                    

"Aku mau pulang!" kata Sydney pada Damar melalui telepon.

"Pulang bagaimana? Kamu baru tiga hari disana, Sydney. Nggak betah itu hal yang wajar. Lama-lama juga kamu akan terbiasa!" Balas Damar.

"Baru tiga hari saja aku sudah menderita disini, Mar." rengek Sydney.

"Karena kamu berulah?" sahut Damar, terdengar menuduh. "Orang-orang disana baik kok."

Sydney tercengang, Damar malah menyalahkannya? "Di hari pertamaku, aku didorong sampai terjatuh. Tanganku lecet tahu, Mar! Terus aku malah dihukum bersihin kamar mandi selama seminggu, gara-gara membela diri dari serangan gadis bar-bar itu. Kulit tanganku sampai iritasi gara-gara kena karbol murahan tau, Mar? Itu yang kamu bilang baik?" Tangisnya.

"Tanganmu udah diobati?" tanya Damar, terdengar khawatir. Entah mengapa membuat Sydney senang.

"Udah. Tapi masih sakit, Mar. Tanganku masih diperban sekarang." rengek Sydney.

"Nggak usah manja!" tegur Damar, membuat Sydney kesal lagi.

"Kamu tuh nggak punya hati tau, nggak? Kamu nggak kasihan apa sama calon istrimu yang tersiksa lahir batin disini?" Tangis Sydney.

"Kamu kenapa malah makin lebay sih, Syd?" Balas Damar.

Tangis Sydney terhenti. Benar juga omongan Damar, kenapa dia jadi kayak pemeran protagonis di sinetron istri yang teraniaya?

"Baik-baik disana, Sydney. Jangan berkelahi." kata Damar, terdengar seperti orang tua di telinga Sydney.

"Pokoknya aku mau pulang!" kata Sydney.

"Udah ya, aku tutup telponnya. Ngantuk nih. Besok ada kelas pagi lagi!" balas Damar, lalu terdengar menguap. Dasar nggak ada perhatian sama pacar!

"Aku punya ide! Kalau kamu jenguk aku kesini, aku nggak akan minta pulang lagi." Usul Sydney.

Damar membuang napas. "Itu asrama putri, pria dilarang masuk."

"Kalau gitu aku kabur aja!" balas Sydney, memutus sambungan sepihak.

✧༺♥༻✧

"Kamu mau kabur dari asrama?" Tanya Karina, usai Sydney menceritakan rencananya.

Sydney mengangguk yakin.

"Yakin? Nggak takut Damar batalin pertunangan kalian?" Sahut Tessa.

Sydney mengibaskan tangan. "Damar nggak akan berani!"

"Kenapa seyakin itu?" Tanya Tessa dengan kedua alis terangkat.

Sydney tersenyum percaya diri, "Kalau dia macam-macam, aku bakal buat geger dengan bilang kalau Damar sudah memperawani aku."

"Memangnya keluarga kalian bakal percaya?" Tanya Karina.

Sydney mengangguk. "Eyang putri pasti percaya! Soalnya Eyang bilang aku harus melayani Damar, karena dia calon suamiku."

"Eyangmu bilang begitu?" Sahut Tessa, tampak kaget luar biasa. Entah mengapa. Padahal Tessa yang paling welcome terhadap seks.

"Kalau rama, gampang lah ya. Rama dan orang tua Damar tau kami sering pergi berdua. Damar pernah booking kamar hotel abah buat kami kencan. Terus rama juga tau Damar pernah nemenin aku semalaman di kamar. Pokoknya, masa lalu mendukung pernyataanku, deh!" Sydney menjelaskan.

"Oke kalau gitu. Sepertinya rencanamu udah matang." Sahut Karina. "Apa kamu perlu bantuanku untuk kabur?" Lanjutnya.

Sydney melambaikan tangan. "Nggak usah! Aku bisa atasi ini sendiri kok."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sydney's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang