15

1K 169 39
                                    

_OB_

Di rumah Juragan, Frans kini sedang duduk di hadapan Bapaknya yang membaca sebuah koran masyarakat. Frans memperhatikan Bapaknya, sembari dirinya beberapa kali menyesap sebatang rokok yang masih terbakar. Dia menghembuskan uap yang mengepul di udara.

"Frans sampai kapan kamu di sini? Apa pekerjaanmu tidak terlantar di kota sana?" tanya Pak Juragan membuka suara.

"Aku sedang mengambil libur Pak. Lagi pula siapa yang berani menegurku? Kan ada bapak." Pak Juragan terkekeh mendengarnya. Enaknya punya banyak uang, kekuasaanpun ia bisa pegang. Frans memperhatikan kembali Bapaknya, ada sesuatu yang ingin dia bicarakan lagi, "Pak bagaimana dengan pertanyaanku kemarin? Bapak belum menjawabnya."

"Pertanyaan apa?"

"Soal perempuan itu. Aku ingin bersamanya. Bapak harus bantu aku, Pak," kata Frans. Ingatan Pak Juragan terlempar kembali pada perempuan yang anaknya maksud. Dia menghela napas berat, seperti bingung. "Gini nak, yang Bapak tau, perempuan itu anak dari Pak Sanji kampung sebelah. Bapak tidak terlalu dekat dengannya lalu bagaimana Bapak bisa menyatukan kalian?"

"Ya itu urusan Bapak, gimana caranya. Yang aku mau dia jadi pasangan Frans. Bapak bilang ingin segera menimang cucu kan? Nah, Frans ingin menikah dengannya dan punya anak yang akan menjadi Cucu bapak. Ayolah Pak, Aku anak satu-satunya Bapak loh, masa Bapak tidak mau bantu?"

"Sebegitu seriuskah kamu sama dia? Apa kamu tidak ingin mencari tau bagaimana wataknya?"

"Aku bisa mencari tau seiring bejalannya waktu. Yang terpenting dia menjadi milikku dulu," kata Frans. Dia seakan menggampangkan hal itu.

"Kamu tidak boleh bermain-main dengan wanita Frans," peringat Pak Juragan.

"Siapa yang main-main? Makanya aku ingin memilikinya, itu adalah tanda kalau aku tidak main-main."

Pak Juragan masih tak yakin dengan keinginan anaknya yang tiba-tiba ini. Dia tak ingin kalau anaknya memainkan seorang wanita. Karena baginya wanita itu berharap. Ia jadi mengingat mendiang istrinya yang sangat ia cintai.

"Bapak, Bapak sayang tidak dengan aku?" tanya Frans dengan serius.

"Sayanglah. Kamu anak Bapak satu-satunya, harta berharga yang Bapak punya," jawab Pak Juragan.

"Kalau Bapak sayang, harusnya Bapak turuti apa yang aku mau. Bagaimana kalau nanti malam kita ke rumah perempuan itu? Kita bahas bersama dengan keluarganya. Kalau Bapak tidak setuju, lebih baik Aku kembali ke kota dan tak akan kembali lagi ke sini." Frans menyandarkan punggungnya ke kursi seakan ngambek lalu membakar sebatang rokok baru untuk dia nikmati.

_OB_

Sore hari, Shani selesai berkutat dengan masakan. Dia memindahkan sedikit masakannya ke dalam wadah lain. Rencana dia adalah ingin makan malam berdua di rumah kekasihnya malam ini. "Bunda, malam ini aku akan makan bersama Uzee di rumahnya," ungkap Shani.

"Benarkah? Mengapa tidak Uzee saja yang kamu minta datang ke sini? Biar kita makan malam bersama," kata Bu Nia.

"Alah, mereka pengen berduaan tuh bun," kompor Tara yang baru selesai mandi.

"Diam deh kamu," ucap Shani memperingati kembarannya.

"Ya sudah tidak papa. Nanti pulangnya minta anterin Uzee ya, malam-malam Bunda khawatir," kata Bu Nia.

Orang Biasa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang