04.30... Lilith sudah bangun dari tidurnya, tidur cukup nyenyak setelah kelelahan seharian bekerja. Dan kini dia ada didapur untuk membuat teh susu, tak lupa dia juga membuatkan kopi untuk Dipta. Lelaki itu sudah bangun dan sekarang ada dikamar mandi untuk cuci muka."Kopi, Mas." Tunjuk Lilith pasa meja kecil dengan dua kursi didepannya.
"Didepan aja sambil nonton tv," Lilith mengangguk, dia membawakan kopi Dipta dan teh susunya.
Duduk berdua diatas karpet dengan acara music dipagi hari menemani Dipta dan Lilith. Lagu romantis berputar menghangatkan suasana pagi ini, hujan deras dan juga petir bersahutan membuat udara pagi ini semakin dingin.
"Enak gak kopinya?"
"Enak kok, kalau boleh nanti waktu kamu pulang Mas boleh nitip bubuk kopi kayak gini?" Dengan anggukan semangat Lilith menjawab pertanyaan Dipta.
"Tapi ini Mama sendiri yang goreng kopinya, nanti aku coba telepon. Sekarang udah hari kamis besok biar dibuatin sabtu bisa kamu bawa, Mas."
"Sabtu? Kamu setuju Mas anterin pulang?"
"Setuju aja sih, cuma aku gak enak kalau dianterin kamu terus. Apalagi nanti tetanggaku kayak apa, Mas. Pasti bakalan ada gosip anaknya Rosa udah mau nikah dalam waktu deket." Dipta tertawa cukup kencang mendengar ucapan Lilith terlihat khas ibu-ibu yang suka gosip.
"Kamu ngode lagi?"
"Dibilangin ngode tuh gak gitu, Mas."
Dipta mengangguk paham karena sudah mendapatkan hal yang mengejutkan semalam, mengode yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Bahkan dia saja tak menyangka ada gadis yang sangat terang-terangan seperti Lilith ini.
Mereka terus mengobrol ngalor ngidul, menikmati minuman hangat mereka diiringi canda tawa. Sesekali Dipta terpaku pada wajah natural Lilith yang terlihat sangat cantik, belum cuci muka padahal tapi sudah sangat cantik sekali. Pipi sedikit tembam, hidung mancung, bibir tipis, jidat sedikit kecil, rambut panjang di ikat secara asal dengan anak rambut keluar tak beraturan.
"Mau sarapan apa, Mas? Udah jam lima."
"Kamu punya apa?" Tanya Dipta balik, dia tak mungkin kurang ajar meminta aneh-aneh padahal dia terhitung tamu sekarang.
"Punya cinta buat Mas, sayang buat Mas, kesetiaan buat Mas..." Belum sampai akhir dia bicara mulutnya sudah dibungkam sangat rapat oleh tangan besar Dipta. Lelaki itu sudah hafal dengan ucapan Lilith yang terus menerus menyangkut perasaan.
"Kita bahas sarapan," Dipta mengangguk berusaha bertanya apakah Lilith setuju untuk membahas sarapan saja tak usah belok ke hal lain-lain atau tidak, dan Lilith setuju. Terbukti kepalanya mengangguk beberapa kali dengan mata menyipit lantaran dibalik bekapan tangan Dipta gadis itu tersenyum lebar.
"Biasanya Mas makan yang berat atau ringan? Kalau berat aku bisa masak nasi dulu."
"Biasa makan berat, dulu waktu masih hidup dijalan kebiasaan pagi makan berat kebawa sampai sekarang." Sahut Dipta santai sembari mengganti channel televisi. Sedangkan Lilith memperhatikan Dipta dari ujung rambut sampai ujung lutut lantaran lelaki itu sedang duduk dengan kaki menekuk, jadi ujung kakinya tak terlihat.
"Kamu dulu pernah ikut Punk gitu-gitu, Mas?"
"Hah? Maksudnya?" Tanya Dipta terlihat bingung, sedangkan Lilith masih bengong karena rasa terkejutnya.
"Kan Mas bilang tadi waktu masih hidup dijalan,"
"Oh, ya ampun. Gak gitu maksudnya, Lith. Dulu waktu baru merintis usaha Mas nyari bahan sendiri tiap hari sampai nemu yang bener-bener cocok dari segi kualitas dan harga. Sering wara-wiri berbagai kota naik truck, nyetir truck sendiri apalagi berangkat malem paginya pasti laper banget akhirnya tiap pagi sarapan berat."

KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Khayalan Lilith?
RomanceBerkisah tentang gadis ceria, sangat ramah, supel namun sedikit nyablak. Dimana gadis yang berusia dua puluh empat Tahun dan dikejar kata 'kapan nikah' dari sanak saudara, tetangga dan juga rekan kerja. Sampai, gadis tersebut bermimpi bertemu lelaki...