Bab 4

48.6K 3.9K 172
                                    

Tidak ada yang istimewa setelah melewati beberapa hari tinggal bersama Datu dan juga Aksa. Ketika Datu sibuk dengan pekerjaan di kantor, Aksa sibuk dengan bermain game di kamar. Sedangkan Elin, ia memilih untuk diam di rumah karena takut Aksa tiba-tiba menghilang lagi kayak waktu itu. Padahal ia ingin sekali pergi ke apartemen Yusa dan Hani untuk mengobrol bersama teman-temannya. Sejujurnya ia sudah mulai bosan harus berdiam diri di rumah. Ingin rasanya ia segera kembali lagi ke kantor agar tidak bosan di rumah.

Akhirnya, hari yang dinanti-nanti Elin datang juga. Hari ini dia bisa kembali lagi ke kantor untuk bekerja. Sekarang bekerja bukan untuk mencari nafkah, tapi hanya untuk menghilangkan kebosanan. Uang bulanan dari Datu ternyata berkali-kali lipat lebih banyak dari gaji bulanannya. Bahkan kalau ditambah bonus tahunananya, masih lebih banyak uang dari Datu.

Sejak pagi Elin sudah mulai bersiap-siap. Kalau dulu ia hanya menyiapkan kebutuhan untuk dirinya sendiri, kini ada kebutuhan Datu juga yang harus disiapkan. Sebenarnya tidak ribet. Ia hanya perlu menyiapkan pakaian yang akan dipakai Datu untuk kerja. Datu tidak pernah menyuruhnya untuk melakukan itu, tapi Datu juga tidak pernah protes ketika Elin menyiapkan baju untuk laki-laki itu. Apapun baju yang dipilihkan Elin, pasti akan dipakai Datu.

Ada pemandangan asing begitu Elin menginjakkan kaki di ruang makan. Di sana, ia melihat Datu dan Aksa duduk bersama. Meski duduk dalam satu meja yang sama, baik Datu ataupun Aksa tidak ada yang bersuara. Dua orang itu benar-benar seperti orang asing.

Suasana meja makan cukup hening. Hanya terdengar suara dentingan suara alat makan yang beradu.

Ketika Elin sedang makan, ia melihat Datu mengeluarkan sebuah kartu dalam dompetnya dan menyerahkan padanya. "Kan waktu itu sudah dikasih," ucapnya mengingatkan.

"Yang ini buat kebutuhan Aksa. Kamu yang atur uang jajan untuk Aksa. Terserah kamu mau kasih harian, mingguan atau bulanan. Uang ini juga buat beli keperluan sekolah Aksa. Mungkin nanti dia butuh beli sesuatu untuk tugas sekolahnya."

"Aksa kan belum mulai sekolah. Kok dikasihnya sekarang?"

"Nggak papa," jawab Datu cepat. "Biar aku nggak lupa."

"Kenapa nggak langsung kasih ke aku aja? Kenapa harus dikasih ke Tante Elin?" protes Aksa menatap Papanya.

Datu beralih menatap ke anak laki-lakinya. "Kalo kamu yang pegang bisa boros. Biar Mamamu aja yang kasih ke kamu. Kalo emang uang jajannya kurang, kamu bisa minta baik-baik ke Mamamu."

"Mama dari Hongkong," cibir Aksa pelan.

Elin tentu saja bisa mendengar cibiran dari Aksa, tapi lebih milih mengabaikannya. "Nominalnya?" tanyanya pada Datu.

"Terserah kamu aja. Sewajarnya uang jajan anak SMP zaman sekarang. Aku nggak tau berapa uang jajan anak sekarang."

"Lah, aku juga nggak tau," batin Elin.

Aksa lebih dulu beranjak dari meja makan. Makanan di piringnya tidak ia habiskan. Ia sudah tidak peduli lagi dengan Papa dan Mama tirinya yang masih makan.

"Elin," panggil Datu melihat Elin hendak beranjak meninggalkan ruang makan.

Elin menoleh. "Kenapa?"

Datu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. "Mobilmu."

"Udah datang?"

"Datangnya tadi malam, waktu kamu udah tidur."

Semalam Elin memang tidur lebih cepat. Ia bahkan melewatkan makan malam karena ingin cepat tidur. Tiba-tiba saja ia merasa pusing dan tidak enak badan. Daripada ia sakit di hari pertama kembali masuk kerja, ia memutuskan untuk tidur lebih awal.

Happiness [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang