Bab 8

48.8K 4.3K 147
                                    

Setelah Elin memastikan emosi Aksa mulai mereda, barulah ia bisa berbicara mengenai masalah anak itu di sekolah. Kalau tadi ia mengajak Aksa mengobrol dalam kondisi anak itu masih emosi, bisa dipastikan perkataannya tidak akan ada yang didengar.

"Tante mau nanya deh." Kini Elin duduk bersila di kasur Aksa. "Kenapa kamu selama ini nggak pernah ngerjain tugas dari gurumu? Emang soalnya susah?" tanyanya penasaran.

Dengan wajah polos Aksa malah menggeleng. "Nggak susah kok."

"Kalo nggak susah, kenapa tugasnya nggak dikerjain?" tanya Elin penasaran.

Aksa diam sebentar sebelum akhirnya menjawab. "Karena aku udah ngerti jawabannya, makanya aku malas ngerjain. Kan capek harus nulis lagi di buku padahal udah tau jawabannya."

Elin menepuk keningnya pelan mendengar jawaban jujur dari Aksa. "Tapi tugas itu harus selalu dikerjain karena nanti nilai masuk ke rapot."

Aksa menghela napas keras, seakan ia memiliki beban yang sangat berat. "Lagian selama di kelas aku selalu bisa jawab semua pertanyaan dari guruku kok."

"Tante tau kamu pintar, tapi kamu tetap harus ngerjain tugas. Karena kalo kamu nggak ngerjain tugas, bisa-bisa nanti kamu nggak naik kelas."

Aksa cemberut.

"Gimana kalo setelah Tante pulang kerja, Tante akan temanin kamu ngerjain tugas. Gini-gini Tante lumayan pintar kok. Siapa tau kalo kamu ditemanin waktu ngerjain tugas, kamu jadi lebih semangat."

"Emang Tante nggak capek?"

"Nggak kok. Kan yang ngerjain tugas kamu, Tante cuma nungguin aja."

Aksa tampak berpikir, sampai akhirnya ia mengangguk. "Tapi tulisanku jelek."

"Nggak papa. Selama jeleknya masih bisa dibaca, harusnya gurumu masih bisa dimaklumi."

Aksa turun dari kasur, lalu berjalan ke meja belajarnya. Letak meja belajarnya tepat di sebelah kasur.

"Kamu mau nyicil ngerjain tugas?" tanya Elin tidak bisa menutupi nada senang dalam suaranya.

Aksa mengangguk.

"Yaudah, Tante tungguin di sini," ucap Elin semangat. Kemudian ia membaringkan tubuh di kasur Aksa. Ia berbaring menyamping, agar bisa melihat Aksa yang mulai membuka buku pelajaran.

"Aku tau kenapa Tante masih mau di sini," ucap Aksa sambil menulis jawaban di buku tulisnya.

"Kan Tante mau nungguin kamu ngerjain tugas."

"Selain itu Tante pasti nggak berani masuk ke kamar setelah berantem sama Papa," ucap Aksa menoleh sekilas ke perempuan yang tengah berbaring di kasurnya.

Elin meringis. Ia bahkan tidak memikirkan nasibnya sendiri setelah berani berteriak ke Datu seperti tadi.

"Kalo Tante nggak boleh tidur di kamar Papa, Tante boleh kok tidur di sini."

Elin sontak menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Kamu kok tumben baik sama Tante?" tanyanya.

"Nanti aku gelarin karpet di bawah. Tante tidur di bawah, aku tidur di kasur," jawab Aksa sambil tertawa.

Elin mencibir pelan. Baru saja ia merasa dilambungkan, tak lama ia dijatuhkan begitu saja. "Udah deh, kamu ngerjain tugas aja."

"Emang Tante nggak lihat dari tadi tanganku gerak."

"Kamu bisa ya ngerjain tugas sambil diajak ngobrol. Kalo Tante sih nggak bakal bisa konsentrasi," ucap Elin dengan nada takjub. "Kamu berarti beneran pintar. Sayang banget kalo kamu sampai kamu nggak diarahin," lanjutnya.

Happiness [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang