Dua Puluh Empat 🎧

21 4 2
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Bagian yang tidak masuk akalnya, tuh anak udah suka sama anak cewek itu, dari dulu sampai sekarang."

Kalimat laki-laki yang baru saja pergi itu kembali terngiang di telinganya. Jujur, dia cukup terkejut mendengar fakta yang diceritakan Rion tadi. Tentang Angkasa yang menyukainya sejak kejadian belasan tahun waktu itu.

Awalnya, dia sempat tidak percaya jika anak perempuan yang ada dalam cerita Rion tadi adalah dirinya. Namun, ingatannya justru mengiyakan apa yang disampaikan Rion. Walaupun kejadian tersebut sudah terjadi di saat usianya baru sepuluh tahun, tapi memorinya masih cukup kuat untuk mengingat hal-hal seperti itu.

"Jadi, anak kecil yang di taman waktu itu ... adalah Angkasa," gumamnya lagi. "Pantas matanya tidak asing saat pertama kali kami bertemu kemarin."

Nasya, dengan pikiran yang kini masih tertuju pada satu nama itu masih belum menggerakkan raganya barang sedikit pun dari tempat duduknya. Jika saja dia sedang tidak sendirian di rumah, mungkin saat ini dia sudah menghabiskan dua bab buku di kamar. Akan tetapi, karena sang ayah dan adiknya belum ada yang sampai rumah, jadi ia memilih untuk menunggu mereka di luar.

Sekitar lima menit kemudian, kembali terdengar suara pintu gerbang dibuka. Nasya yang belum juga mengalihkan pandangan dari arah jalanan lantas berdiri setelah melihat sebuah motor berhenti di sana.

Seolah mengenali pemiliknya, perempuan itu segera berlari keluar. "Kasa!" panggilnya. Akan tetapi yang menyahut justru suara adiknya.

"Kak." Naira turun dari motor Angkasa dan menghampiri kakaknya. Angkasa yang mengantar Naira juga ikut turun.

Pemandangan yang ada di depan mata sukses membuat Nasya keheranan. "Kalian kok bisa bareng?" tanyanya segera. Tanpa hitungan detik, perhatian Nasya justru tertuju pada tangan Naira yang kini menggenggam tangannya.

"Tangan kamu kenapa?"

"Eum ... Naira jelasin di dalam aja, Kak," balas Naira sebelum kekhawatiran kakaknya itu memuncak.

Karena tidak punya pilihan, akhirnya Nasya mengiyakan. Tidak sopan juga jika dia membiarkan tamunya hanya berdiri di depan gerbang tanpa disuruh masuk ke rumah. Karena itulah, dia segera menarik pelan tangan adiknya dan mempersilahkan cowok yang sejak tadi diam itu untuk ikut mereka.

"Kalian tunggu di sini dulu, ya. Aku mau buatkan minum," kata Nasya setelah mereka tiba di ruang tamu. Akan tetapi, Naira yang masih berdiri di sampingnya segera menahan lengannya agar tidak pergi.

"Biar aku aja yang buatin, Kak," pinta gadis itu menampilkan senyum. Ia sengaja meminta kakaknya untuk tetap duduk agar dirinya bisa membuatkan minuman khusus untuk Angkasa.

Nasya mengangguk dan membiarkan adiknya melakukan apa yang dia ingin lakukan. Setelah Naira bergegas ke dapur, barulah Nasya menoleh ke arah Angkasa yang juga masih berdiri tak jauh darinya. Melihat wajah itu, Nasya langsung teringat dengan cerita Rion tadi. Bukan tentang kisah terakhir, tapi tentang masalah yang saat ini tengah dihadapinya.

Angkasa-Nasya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang