26. Bagian dua puluh enam

890 91 24
                                    

-Anaraya-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Anaraya-



"Ini semua salahmu! seharusnya aku masih hidup sekarang."

Ia menggelengkan kepalanya kuat, Meringkuk mundur dari seseorang yang menggenggam sebuah parang ditangannya. Ini sangat menyeramkan dan jantungnya berdegup kencang karena ketakutan. Sosok itu melangkah mendekatinya dengan perlahan, Parang yang ujungnya dibaluri warna darah itu terlihat diangkat keatas dan tanpa aba-aba diarahkan pada tubuhnya

"Ahrghhh"

Raya terbangun dengan nafas yang ngos-ngosan, Jantungnya berdegup kencang dengan pilu keringat yang membasahi keningnya. Ini semua hanya mimpi dan sialnya itu sangat amat terasa nyata. Ia memegang tenggorokannya yang terasa kering kemudian melirik jam dinding yang menunjukkan pukul satu dini hari.

Matanya terpejam sebentar menormalkan degub jantungnya, Kenapa dimimpi itu langit terlihat sangat dendam kepadanya? Raya menggeleng kepala sembari menyugar rambut panjangnya kebelakang masih memikirkan mimpi yang terasa nyata itu

Setelah dirasa cukup tenang, Raya menurunkan kakinya berniat mengambil air putih ke dapur.

Cahaya remang-remang menyambut penglihatan Raya setelah keluar dari kamarnya, Entah apa alasannya setiap malam hari semua lampu besar dirumah ini tidak akan dinyalakan dan hanya menyisahkan lampu-lampu kecil yang untuk menerangi kamar kecilnya saja tidak cukup.

Tangannya meraih sebuah teko lalu menuangkan isiannya kedalam gelas kaca. Bokongnya ia dudukkan diatas kursi kecil yang berada didapur kemudian menderngub habis minumannya.

Pandangannya kosong mengarah ke gelas digenggamnya, Semua yang berada didunia ini terasa sangat menakutkan. Salah mengambil keputusan ia bisa saja tenggelam ke dasar yang sangat dalam, Sendirian dan tanpa ada sosok yang akan membantunya.

"Ssstttttttt."

Raya tersadar kemudian menajamkan pendengarannya, Matanya menyirik kesamping. Suara apa itu? Ia menggeleng kepala mengusir pikiran-pikiran menyeramkan dari kepalanya, Mencoba bodo amat tangannya kembali menuangkan air putih kedalam gelasnya

"Ma-maafkan saya tu-tuan."

Kali ini suaranya terdengar jelas ditelinganya, Tangannya perlahan-lahan meletakkan gelas kaca itu diatas meja tanpa menimbulkan suara kemudian ia berdiri sembari menggeser kursinya secara perlahan. Haruskah ia memastikannya?

Awalnya ia mencoba untuk bodo amat dan berniat langsung meninggalkan dapur seakan tidak mendengar apa-apa tapi suara yang kini terdengar seperti sebuah ringisan itu sungguh sangat menganggu telinganya. Ia mendengus kasar lalu membalikkan badannya berjalan secara perlahan menuju pintu belakang diujung sana, Apapun yang terjadi itu adalah resikonya yang terlewat kepo

Pintu berbahan utama dari besi itu ia dorong dengan pelan, Mengintip dengan hati-hati kearah keluar. Alisnya mengernyit tidak mendapati hal-hal yang mencurigakan bahkan diluar sama sekali tidak ada orang. Dorongan halus membuatnya melangkahkan kaki lebih jauh kearah belakang, Kosong dan sepi.

Please, Just kill meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang