03. Rumah Prawiraharja

90 11 0
                                    

Kami jiwa berbeda namun sepemikiran - KKN ZERO UNIVERSITY

















Kami jiwa berbeda namun sepemikiran  - KKN ZERO UNIVERSITY

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~~~~ CHAPTER 03 ~~~~~

Bulan kini menghilang digantikan dengan sang matahari yang perlahan-lahan menunjukkan sosoknya. Sinarnya yang menyinari bumi mengisyaratkan para makhluk untuk memulai aktivitas, di tengah-tengah itu suara kicauan burung terdengar. Pagi hari yang terasa baru bagi Lorenzo, tidak ada suara bising kendaraan yang biasanya ia dengar kini digantikan dengan suasana sejuk kampung dan warga yang berlalu-lalang menuju ke kebun, sawah, dan ada juga ibu-ibu yang sedang memberi ayam makan.

"Woy! Buruan dong nyapu-nya, lama banget lo!" sungut Nikko yang hendak mengepel lantai, tapi Ryuu yang kebagian menyapu belum kunjung selesai.

Ryuu tak kalah emosi, ia menjawab, "Sabar dong! Pagi-pagi udah bikin emosi aja lo, ini kan harus bersih nyapu-nya nggak boleh asal-asalan. Kalau nyapu-nya nggak bersih berarti lo kalau cebok juga nggak bersih!"

"Udah, nggak usah marah-marah." Savero yang sedang membereskan tempat tidur di kamar dua menyahut.

Mendengar teguran Savero, Nikko hanya bisa berdecih pelan lalu menunggu Ryuu menyelesaikan menyapunya. Ngomong-ngomong, Pak Galih sudah memberikan mereka barang-barang kehidupan sehari-hari seperti kasur lantai, bantal guling, peralatan makan dan masak, hanya saja di sana mereka memasak tidak menggunakan kompor sebab semua warga di sana tidak ada yang menggunakan kompor.

"Ini beneran nggak ada listrik?" tanya Hael. "Baterai handphone gue tinggal lima persen lagi."

Nero yang mendengar itu pun menawarkan Hael untuk mengisi daya ponselnya menggunakan power bank milik Nero. "Kampung ini emang jauh dari kota, semalam aja kita jalan kaki dari kota ke sini hampir satu jam lebih. Kayaknya kalau kita mau cas handphone harus jalan kaki ke kota dulu."

"Semalam aja gue agak susah tidur gara-gara lampunya nggak terlalu terang." Ezra yang duduk di kursi ruang tengah ikut nimbrung.

"Ya, maklumlah lampunya nggak pake lampu neon kek di rumah lo. Di sini semuanya masih serba tradisional, setahu gue lampu di sini namanya semprongan," ucap Nero sembari berjalan masuk ke dalam rumah.

Semprongan adalah lampu zaman dulu yang wadahnya menggunakan penutup api kaca yang berbentuk bulat memanjang ke atas dan minyak tanah sebagai bahan bakarnya. Di sana tidak ada listrik yang mana lampu pun tidak ada.

Ezra menghela nafas panjang. "Bisa nggak ya gue bertahan di sini selama empat puluh hari?"

Nero menepuk-nepuk pelan pundak Ezra. "Bisa, lama-kelamaan juga kita terbiasa tinggal di sini. Namanya juga tempat baru, awal-awal pasti nggak betah. Ya, betah nggak betah harus kita jalani."

Lorenzo mengangguk setuju dan tepat di saat itu Pak Ibram beserta Pak Galih datang, mereka berdua mengajak kesembilan mahasiswa tersebut untuk berkeliling di kampung. Pak Galih ingin mereka lebih mengenal kampung tersebut, sebelum berangkat Pak Galih mengatakan sesuatu.

KKN ZERO UNIVERSITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang