Pansa Vosbein, Adik sedarah garis Papa dari Namtan Tipnaree bawa Kakaknya di salah satu indekos murah meriah. Lumayan jauh dari rumah. Ada berbagai alasan kenapa hartawan sukses sepertinya justru pilih spek kosan menyakiti mata. Soalnya, cat kuning kos dua tingkat itu pudar tanpa ada keinginan di urus cerah lagi. Belum lagi pintu-pintu kayu, di beberapa kamar engselnya rusak dimakan usia. Kamar mandi dipakai semua kamar paling mengenaskan, kotor dan menyengat sekali baunya.
Pansa menatap jijik dari tadi. Namtan decak. "Lain kali lo harus ngerasain miskin sih, biar lo relate sama kosan kayak gini. Gue pernah ngekos di tempat paling parah daripada ini. Ini mah terlalu mendingan."
"Segini kotornya masih mendingan?" Sengaja Pansa pilih, biar orang-orang yang mengejar Namtan nggak kepikiran. Anak Tipnaree, usahawan mashyur ngekos di tempat ramah dompet. "Setidaknya lo nggak bakal di teror." Hal baik dari indekos ini adalah, fasilitasnya memadai, walaupun Pansa nggak yakin kasur busa tipe murah itu sering dijemur atau nggak. Meja kecil di dekat ranjang aja berdebu, apalagi lemari baju ukuran mungil di sudut, ada sarang laba-laba di banyak tempat.
"Gue kayaknya harus cari 5 orang dan setidaknya tanya 47 atau siapapun dari 47 itu soal gerakan besar tempo hari." Namtan desis, ngilu diperut belum sembuh betul. Dia bersumpah akan membalas tangan bertato bintang yang melayangkan kayu bergerigi besi di perut dan kakinya. "Gue paham gue semakin nggak ngotak soal gerakan-gerakan itu, tapi gerakan itu murni memihak masyarakat, kenapa politisi yang sakit, hati? Gue bener-bener berhenti sebagai anggota di semua hal-hal berbau demo. Mereka paham gue nggak mau terlibat lagi, karena teror-teror yang datang ke gue semakin nggak bernalar. Tapi teror ini terus berjalan ke gue."
"Kalo mau lo gitu, gue akan coba bantu."
"Makasih Dek! Tapi lo jangan terlalu terlibat. Gue mau lo jagain Film, dan tentunya supaya Lovey nggak terbawa-bawa karena lo ikut bareng gue."
"Kalo Film tau, gimana?"
Namtan paham, tujuannya kali ini akan melibatkan banyak hal tentang aktivis, Film dipastikan bakal protes besar. Namtan berani sumpah, nggak pernah berniat buat tunangannya sakit hati. Namtan cuma nggak mau, Film akan terbebat bersama masalah yang Namtan cari sendiri. "Kalo Film tau, semoga Film bisa ngerti."
......
Manusia si semester tua babak-belur semalam, jadi Film nggak mungkin nggak datang berkunjung di besok harinya setelah pulang kerja. Di sini, di depan rumah terlalu megah, beraura menindas sampe ke pemiliknya, Film letakkan kaki. Menunggu sabar meski tombol pintu rumah dia tekan berkali-kali.
Biarpun muka Pansa sedap di tinju, tapi Film berharap penuh yang buka pintu ya si manusia favorit Lovey itu. Betul, Lovey bilang Pansa mulai menarik hatinya. Film nggak mau ngurus perkara hati orang lain, karena dia juga masih nggak jelas. Apalagi semakin ke sini, Film sadar Pansa seorang doang yang mau bantu Namtan, meski semua karena akibat keonarannya sendiri. Pansa baik, adalah benar.
Pencetan ketujuh kali, barulah pintu kayu berukir abstrak mungkin berukuran 3 meter lebih sedikit terbuka. Bukan Pansa yang nongol, melainkan Faye Malisorn. Si makhluk nyentrik, kelihatan narsis walaupun berpesona tumpah-ruah. Faye senyum lebar, manis banget, mirip senyum Namtan.