"Aku tak bisa, bisakah kita ke restorant langganan keluargaku?"
Pria dominan dengan setelan rapi itu mendengkus, sudah ia duga Ayken tak akan menyukai tempat yang ia pilih.
"Bukankah kau sendiri, yang mengatakan akan menerima pilihanku?" sahut Garren kesal.
Ayken tak menyahut lagi, pandangannya mengitari tempat makan yang dipilih Garren. Ini jauh dari style-nya, ia datang dengan tampilan yang begitu ia persiapkan. Bahkan sampai memakai kalung berlian pemberian ayahnya.
"Apa penampilanku cocok untuk duduk di sana?" tanya Ayken datar.
Garren terkekeh, sungguh sahabatnya ah ralat tunangannya ini sangat-sangat tak cocok dengannya.
"Baiklah, kau bisa pulang. Aku akan tetap makan di sini. Suruh supirmu menjemput, atau pesan taxi. Aku lapar."
Setelah mengatakan itu, Garren melangkah masuk. Baginya cita rasa jauh lebih penting dibanding sebuah tempat, tak peduli jika tempat itu tak mewah atau hanyalah sebuah rumah makan biasa, jika cita rasa yang mereka sajikan nikmat Garren akan memilihnya.
Melihat Garren yang sudah masuk, terpaksa Ayken menyeret kakinya mengekori sang dominan. Ayolah, ini adalah kencan pertama mereka setelah keduanya sama-sama sibuk.
Ia akan mengalah untuk kali ini, Ayken duduk dihadapan Garren yang nampaknya sudah mulai memesan.
"Kau tak pulang? Bukankah kau tak suka? Tak perlu memaksakan," ucap Garren.
"Aku akan memaksakan, jika itu denganmu." Ayken mengedipkan sebelah matanya, membuat Garren merasa mual.
Terkadang Ayken bersikap dingin, kadang kala juga centil. Garren sampai tak bisa memprediksi atas perubahan sikap si submisif.
Semasa sekolah, keduanya dipisahkan. Karena Ayken memilih sekolah di sekolah internasional, sedangkan Garren memilih sekolah biasa layaknya teman-teman sebayanya.
Sedangkan Ayken layaknya seorang putri kerajaan yang menyukai kesempurnaan, ia menyukai kemewahan dan barang-barang mahal. Wajar saja, karena Ayken terlahir dari keluarga bergelimangan harta yang selalu dimanjakan terlebih ia anak tunggal.
Sebenarnya kehidupan Garren dan Ayken tak jauh berbeda, hanya saja Garren tak begitu terobsesi pada kekayaan, justru sebaliknya kesederhanaan berhasil memikatnya. Ia lebih suka berbaur dengan orang-orang kelas menengah, karena berhubungan dengan mereka terasa lebih tulus, tak sama seperti kelas atas yang segala hal disangkut pautkan dengan bisnis dan laba perusahaan.
Seperti perjodohan di antara ia dan Ayken, yang terjalin karena persahabatan orang tua dan binis. Klasik dan membosankan, alasan yang sering kali dijadikan sebuah ikatan, layaknya novel-novel romansa yang disukai remaja labil. Dan bagi Garren itu cerita aneh dan gila.
Sejak kecil ia suka mengganggu Ayken, dan submisif itu akan menangis. Setiap orang tuanya bertamu, maka Garren akan merecoki Ayken.
Bagi seukuran laki-laki, Ayken itu terlihat feminisme. Sejak kecil, ia menyukai riasan wajah dan perhiasan. Membuat Garren kadang kala menjadikan hal itu sebagai bahan olokan.
Garren melirik Ayken, yang nampak diam menyuruput kopi. Dapat ia lihat, wajah itu dipulas dengan riasan wajah. Kalung yang menghiasi leher jenjangnya, dengan kemeja putih yang sengaja dibuka dua kancing untuk memamerkan keseksiannya. Ayken memang suka menjadi pusat perhatian. Garren berdecih.
"Kenapa? Apa kau menginginkan sesuatu?" Ayken memberikan seluruh atensinya pada sang dominan.
"Kau berpenampilan sangat berlebihan," ucap Garren yang sedari tadi menatapi Ayken.
"Tentu saja, ini adalah kencan kita. Tak ada yang berlebihan Ren, untukku segala hal harus sempurna, terlebih jika itu menyangkut dirimu," jelas Ayken tegas.
Akankah si putri yang berpenampilan penuh berlian itu akan bisa menyatu dengan pangeran berkuda yang gemar berbaur dengan rakyat jelata? Akankah, ikatan perjodohan klasik nan kuno itu akan tetap mengalir layaknya arus sungai? Entahlah, namun Ayken akan melakukan segala cara agar sang pangeran dapat bersanding dengannya.
Karena selain keduanya setara, ia memiliki alasan kuat. Yaitu, sebuah rasa yang tak pernah pudar, sebuah perasaan yang tak bisa di ukur oleh sebuah ukuran dan tak bisa ditampung oleh sebuah wadah.
Layaknya rel kereta yang tak akan pernah berhenti selain pada tempatnya, begitupun Ayken yang akan menabrak siapapun yang menghalangi kebersamaannya dengan Garren. Bukankah begitu filosofi kereta api? Terus melaju dan menabrak yang menghalangi jalannya.
_______
Buat pangeran kedua, gue stuck. Gak mau bikin alur amburadul gyus, finally gue mutusin buat gantung dulu tuh story and bakalan dilanjut kapan-kapan. But, gue ada story baru yg udah di susun sedemikian rupa, huhuhu mau nyetusin story ini karena baginda ini tengah galau.
Pangeran kedua, alurnya berat terlebih omegaverse kingdom. Beuhh, risetnya harus bener-bener, sedangkan sekarang gue sibukk, gile. Gak mau bikin alur amburadul dan bikin kecewa.
Kasih bintang dan komennya yappsss ...
YOU ARE READING
l am sorry [END]
Romancepatah hati. kata itu terdengar seperti berlebihan, tapi itulah yang dirasakan Ayken atas perjodohan yang terjalin dengan sahabat kecilnya, Garren. Ayken terlahir dari keluarga terpandang, dengan limpahan kemewahan sehingga membuat pribadi sang anak...