Masa cuti sudah selesai, Ayken maupun Garren kembali pada kesibukan di perusahaan.
Pada akhirnya Garren memilih abai pada Ayken yang membayar petugas kebersihan dan juru masak untuk datang ke rumah. Mempekerjakan mereka setengah hari, lalu membiarkan mereka pergi setelah usai bekerja.
Sudah Garren duga, sifat seenaknya Ayken tak bisa berubah dengan mudah. Sejak kecil, submisif itu memang tak ingin terbebani dan justru menjadi beban orang lain.
Ia sampai heran, mengapa Jackie bisa tahan dengan Ayken. Bahkan sampai Jackie terus mengekori kemanapun Ayken pergi, dari masa taman kanak-kanak hingga Ayken kuliah, maka Jackie akan memilih sekolah yang sama dengan istrinya itu. Menyebalkan.
Memikirkan Ayken membuat suasana hati Garren buruk, ia menggelengkan kepalanya, memilih memikirkan hal lain, sudut bibirnya tertarik saat bayangan gadis di taman waktu itu muncul dibenaknya.
Ah, pulang bekerja ia akan mencari tahu day care tempat si cantik bekerja. Ia penasaran.
Sedangkan di rumah Ayken belum berangkat, ia masih termenung duduk menatap kotak kecil di atas meja. Hadiah yang ia berikan pada Garren, ditemukan petugas kebersihan di tong sampah. Jujur saja, ia merasa sedikit sakit hati akan Garren yang tak menghargai pemberiannya.
"Memangnya apa yang suamiku sukai," gumam Ayken berpikir keras.
Ia mencintai Garren, kenapa Garren begitu sulit menerimanya. Apa kurang dirinya? Bahkan banyak pria dominan yang menginginkannya, tapi Garrem malah memilih abai. Ah, tapi hal itulah yang membuat ia menyukai sang dominan. Terlihat acuh tak acuh, membuat Ayken merasa tertantang.
Garren sosok yang nyaris sempurna dalam segi fisik, tubuhnya kekar, otot-otot perut yang menggiurkan dengan rahang yang tegas. Jari-jari Garren bahkan terlihat panjang, Ayken sampai menebak-nebak berapa ukuran kepemilikan sang dominan. Ayken meringis, membayangkan lubang cantiknya dibobol benda perkasa Garren.
Memikirkan itu, membuat wajahnya memerah. Ia merasa panas, Ayken bertanya-tanya kapan ia bisa merasakan benda panjang Garren, sungguh ia tak sabar.
"Ck, aku tak sabar. Sialan." Ayken berdecih. Ia merutuki dirinya yang berpikir liar, layaknya submisif mesum yang kurang belaian.
Tapi ia memang kurang belaian, tak pernah merasakan penis dominan. Sudah menikah saja malah di anggurkan, padahal ia begitu merawat diri.
_______
Semilir angin menghembuskan helaian rambut si gadis manis, Alin. Garren merasa gugup saat melangkah lebih dekat.
"Ah, hallo?" ucapnya, macam orang yang tertangkap basah.
Alin tersenyum tipis, ia menghampiri pria dengan balutan jas yang nampak rapih, menambah kesan kegagahan si dominan.
"Hallo Tuan, senang bertemu dengan Anda kembali." Alin menyambut hangat, membuat Garren salah tingkah.
"Kau akan pulang?" tanya Garren tanpa basa-basi, melihat Alin yang nampak sudah bersiap meninggalkan day care.
"Ya, ini sudah waktunya pulang," sahut Alin.
"Mau ku antar? Kebetulan aku juga sudah pulang," tutur Garren. Jelas itu kebohongan, bahkan ia sampai meninggalkan pekerjaan yang menumpuk hanya karena ingin bertemu gadis manis day care ini.
Alin terkekeh, ia menggeleng. Merasa menjadi beban untuk Garren jika menumpang.
"Tak usah, saya akan naik angkutan umum," ucapnya.
Garren menggeleng ribut, keberatan dengan tolakan Alin.
"Tidak, mari kuantar saja. Ini bukan masalah besar, sebentar lagi menuju petang, kupikir akan sulit menemukan angkutan umum di jam segini," jelas sang dominan.
Pada akhirnya Alin hanya bisa pasrah, ia bahkan tak mengenal Garren dengan baik tapi pria ini mau direpotkan.
Selama perjalanan, Garren banyak bertanya tentangnya, yang hanya Alin jawab seadanya. Jujur saja, ini terasa tiba-tiba, membuat Alin merasa canggung.
Tak terasa mobil terparkir di depan gerbang yayasan, ya gadis dengan mata indah itu memang tinggal di panti asuhan, hal yang semakin membuat Garrem gila. Ia merasa Alin, tak pantas tinggal ditempat seperti ini.
"Ini tempat tinggalku, mau masuk?" ucap Alin.
Garren hanya mampu terdiam, melihat senyuman tulus wanita dihadapannya.
"Kakak!"
"Kakak pulang!"
Teriakan demi teriakan terdengar riuh, Garren mengalihkan atensinya melihat banyak anak yang mulai berhambur menghampiri Alin. Memeluk wanita itu dan ada juga yang sampai bergelayut manja pada kaki si cantik.
Indah sekali.
Pemandangan yang tak pernah Garren lihat.
"Kakak, siapa dia?" Salah satu bocah menunjuk Garren dengan lontaran pertanyaan.
Alin tersenyum gugup, ia melirik Garren karena tak mampu menjawab.
"Hallo semua ... saya Garren. Panggil apapun yang membuat kalian nyaman," ucap Garren pada akhirnya.
Satu persatu bocah, menghampiri Garren. Mereka begitu antusias.
"Paman ... apa paman pacar kakak Alin?" ucap si bocah, menggemaskan.
Sontak pertanyaan itu membuat wajah Alina merona, dan mendapat tawa kecil dari Garren.
"Jika aku pacarnya, apa kalian tak apa?" ucap Garren.
"Tentu saja!"
"Kakak Alin baik dan cantik! Paman dan kakak Alin sangat cocok!"
"Iya benar!"
"Paman, kau tampan!"
Sahutan demi sahutan membuat Garren semakin melebarkan senyum, dan membuat Alin semakin tenggelam dalam pesona pria yang sudah terikat itu.
Segitu tak terlihatkan cincin yang melingkar pada jari si dominan? Apa jatuh cinta memang membutakan setiap mata seluruh manusia?
Bahkan sampai membuat lautan penuh dusta, Garren melupakan statusnya yang sudah tak lagi lajang. Ia bahkan tak tahu bagaimana si submisif yang terus berusaha merebut atensinya.
Akankah badai itu di mulai dari sore hari ini? Menciptakan kobaran api dengan semburan luka yang dalam, merusak benang merah yang sudah terikat. Melobangi akal hingga tercipta ledakan dendam.
"Aku jatuh cinta padanya, pada senyum seperti matahari yang bersinar, menghangatkan. Tutur katanya menenggelamkan, semesta mengirimnya di saat aku membutuhkannya. Dia indah, terlebih saat matahari menyinari dan angin yang berhembus membuat helaian rambut itu tertiup."
Suara batin penuh puja Garren layangkan pada gadis yang ia tetapkan sebagai tambatan hati. Ya, ia akui ia jatuh cinta dan terjatuh pada kubangan dosa.
Cinta tak salah, tapi semesta yang salah telah menempatkan rasa pada raga yang sudah terikat, pada jiwa yang sudah dilumuri sumpah.
_____
Votement ...
Gak mau sepi🫠
KAMU SEDANG MEMBACA
l am sorry [END]
Romancepatah hati. kata itu terdengar seperti berlebihan, tapi itulah yang dirasakan Ayken atas perjodohan yang terjalin dengan sahabat kecilnya, Garren. Ayken terlahir dari keluarga terpandang, dengan limpahan kemewahan sehingga membuat pribadi sang anak...