3

9K 734 32
                                    

Setelah melewati segala drama dan masalah-masalah menjengkelkan menjelang pernikahan, akhirnya pernikahan yang digelar begitu mewah sudah dilaksanakan sore kemarin, ya pernikahan keduanya dilaksanakan dari sore sampai menjelang dini hari, membuat energi terasa sangat terkuras.

Kini pasangan yang sudah mengucap janji sehidup semati itu tengah tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Garren yang terfokus pada ponselnya, membalas ucapan selamat dari teman dan beberapa rekan bisnis.

Dan Ayken yang sibuk membuka hadiah-hadiah mahal dari tamu undangan, sesekali terdengar decakan kagum dari si submisif yang begitu gila pada perhiasan.

Garren melirik Ayken yang menatap penuh binar pada kalung liontin, sangat jelas jika sahabat ah ralat jika istrinya itu menyukai benda tersebut.

"Kau tak ingin membersihkan diri?" ucap Garren.

Ayken mengalihkan atensinya, ia mengangkat kalung liontin ditangannya memperlihatkan pada si dominan.

"Sebentar lagi, aku masih ingin melihat ini," ucapnya.

"Ini sudah hampir siang, semalaman kau tak tidur. Hanya sibuk membuka setiap hadiah," tutur Garren.

"Ya, aku menyukainya. Ck, keluarga dan kerabat memberikan hadiah yang kusukai. Dan lihat, kalung ini dari Jackie." Senyuman Ayken semakin lebar saat mengatakannya.

Jackie temannya dan juga Garren, mereka berteman dari masa taman kanak-kanak. Berbanding terbalik dengan Garren yang selalu mengejeknya karena menyukai perhiasan, Jackie justru selalu memberikan hadiah yang ia sukai.

"Pria kuda itu selalu memberikan hal yang menyenangkan," sambung Ayken, tersenyum kecil.

"Kau masih menyebutnya kuda?" Garren berucap heran, masalahnya panggilan itu adalah panggilan masa kecil. Dimana Jackie selalu menjadi kuda bagi Ayken, dan istrinya akan menunggangi Jackie mengelilingi halaman rumah.

"Ya, karena dia adalah kudaku ... ahaha .. dia pasti marah saat mendengarnya. Tapi Ren, bukankah dulu dia sangat kuat, aku selalu memukul pantatnya agar dia terus merangkak saat aku menungganginya." ucap Ayken, ia nampak ber-nostalgia pada masa itu.

Masa dimana ia dan Garren begitu sangat dekat walau keduanya sering kali bertengkar. Setidaknya, Garren tak pernah berkata kasar di masa itu, berbeda dengan sekarang. Sikap si dominan berubah semenjak keduanya dijodohkan dan bertunangan.

Senyuman Ayken lambat laun lenyap, entah kenapa ia merasa akan menjalani hari yang berat. Entah permainan apa yang akan dilakukan Garren. Bahkan sampai ia ingin segera membawanya pergi untuk menempati rumah pilihannya.

"Aku akan mandi, jika kau masih lama." Garren beranjak.

"Ya," sahut Ayken singkat.

_________

Tak sampai menunggu seminggu setelah pernikahan, Garren benar-benar ingin segera bebas sepertinya karena setelah satu hari pernikahan selesai ia langsung menyuruh Ayken mengemasi barang.

Dan di sinilah, Ayken sekarang. Berdiri menatap sekeliling rumah yang akan ia tempati.

Rumah yang jauh lebih kecil dari rumahnya. Bangunan minimalis yang begitu terasa menyesakkan baginya, dan halaman yang sedikit lebih luas.

Tak akan ada pelayan, Ayken yang katanya harus mengurus rumah dan segala hal seisinya. Ia melirik Garren yang nampak sumringah membuka pintu utama.

"Bukankah rumah ini nyaman?" ucap Garren tiba-tiba.

"Terlalu kecil bagiku," sahut Ayken membuat Garren mendengkus.

Walau begitu Ayken tetap menyeret kopernya, mengikuti langkah sang dominan. Matanya menelusuri setiap sudut ruangan, perabotan juga nampak sederhana. Garren benar-benar berniat mengubah pribadinya.

"Kamar ada dua, kita akan tidur terpisah," ucap Garren lagi.

"Kenapa harus? Bukankah kita sudah terikat," sahut Ayken nampak tak terima.

"Aku malas denganmu, kemarin saja saat dihotel rasanya tak nyaman. Aku tak suka lampu dihidupkan saat tidur, tapi kau suka dihidupkan. Dasar penakut," tutur Garren.

Ayken menghela napas, ia memang sedikit takut saat tidur lampu dimatikan. Ia selalu tak bisa tidur.

Garren tanpa peduli lagi, segera masuk kamar. Meninggalkan Ayken yang begitu tertekan.

Seumur hidup Ayken tak pernah membersihkan rumah atau segala hal yang berhubungan dengan itu, bahkan ia pusing harus di apakan pakaiannya sekarang. Ia tak pintar melipat pakaian, ah ia akan gila sepertinya.

"Apa aku telpon bibi saja, agar ia membantuku untuk sekarang," gumam Ayken, mengingat pengasuhnya.

Segala keperluannya sebelum menikah selalu di urus pengasuh, Ayken benar-benar dimanjakan layaknya putri kerajaan bahkan ia masih memiliki pengasuh sampai usianya yang berkepala dua. Mungkin ia tak akan memiliki pengasuh lagi setelah menikah.

"Ren bisa bantu aku?!" pekik Ayken menatap pintu kamar si dominan yang sudah ditutup.

"Tidak, kerjakan saja sendiri tak usah manja. Belajarlah dari sekarang!" sahut Garren.

"Ah, bajingan itu." Ayken menendang kecil kopernya.

Benang merah yang terikat, kepribadian yang kontras. Entah mau dibawa perahu yang didayung dengan sisi yang berbeda, entah akan sampai dipulau mana dayungan yang sama-sama berbeda arah.

Dayungan yang paling melaju dengan cepat maka akan meraih kemenangan, salah satu dari keduanya perlu meruntuhkan ego setinggi tebing itu, perlu mencairkan bongkahan es yang tercipta. Membangun setiap tangkai kehidupan penuh tawa, tanpa luka yang akan menciptakan sebuah penyesalan yang kelam.

Namun, bukankah terlalu monoton jika hidup itu tak melewati jalan terjal? Terlalu ringan dibawa ketika kantong yang dibekal tak memiliki isi apapun, untuk mencapai pulau tujuan perlu keringat dan sejuta luka.

Detik ini, hari ini. Awal kehidupan Ayken yang akan merubah segalanya. Awal neraka dingin yang mematikan, dan awal kehidupan tajam.

Ya, itulah yang direncanakan Garren pada pria angkuh yang sialnya sudah menjadi istrinya. Akan ia buat, Ayken pergi dengan sendiri dan berhenti bermain-main dengan hidupnya.

"Tupai memang melompat dengan hebat, tapi ular menggigit dengan cepat."

____

Wkwk dor, santai aja dulu

Huft siap membuat Garren yang keren😋

l am sorry [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang