40. Bathtub

829 3 0
                                    

Ada puluhan chat dan belasan panggilan tidak terjawab di ponsel Rose. Gadis itu baru mengecek ponselnya setelah keluar dari kamar Nathan dan kini sedang berada di lift untuk kembali ke kamarnya. Sebagian besar pesan dan panggilan berasal dari Imel.

Imel : Rose, kamu dimana? Gak balik ke kamar?

Kurang lebih seperti itu isi hampir semua pesannya. Rose sudah menyiapkan alasan untuk situasi tersebut. Rose bilang ia menginap bersama saudaranya yang tinggal di Sentul. Tidak sepenuhnya bohong, dia memang punya kerabat yang tinggal di kawasan sekitar hotel tersebut.

Begitu Rose sampai kamar, ia disambut oleh pemandangan kamarnya yang berantakan. Imel sedang membereskan kopernya.

"Eh, Rose!" seru Imel, terdengar lega. "Aku nyariin tau semalem."

"Maaf ya Kak bikin khawatir, tapi aku udah ijin ke Pak Nathan kok," kata Rose sambil berjalan ke arah kakak tingkatnya itu.

"Oh, oke. Aku semalem sempet chat Pak Nathan juga, ngabarin kamu ga balik ke kamar, tapi chatku belom dibaca sampe pagi ini," cerita Imel.

Rose hanya tersenyum, mulutnya terkatup rapat. Nathan tidak membalas pesan Imel karena pria itu bercinta dengannya sepanjang malam. Bagian itu, tidak perlu Rose bahas.

"Udah beres-beres aja Kak?" tanya Rose, mencoba mengalihkan topik.

"Iya, kan mau check out hari ini. Jam 11 udah disuruh kumpul di lobi sama Pak Nathan."

Rose juga baru ingat kalau ini hari terakhir mereka di hotel. Empat malam berlalu dengan cepat. Banyak hal yang terjadi, mulai dari perlombaan sampai malam-malam panas yang dihabiskannya bersama Nathan. Dia juga tidak lupa kalau Ben sempat menyatakan perasaannya. Rose menghela nafas, entah bagaimana ia harus bersikap nanti kalau bertemu Ben. Dia berharap laki-laki itu bisa bersikap seperti biasanya.

"Rose, kamu gak beres-beres juga?" Pertanyaan dari Imel membuyarkan lamunan Rose.

"Eh iya, Kak, hehe." Rose langsung membuka lemari dan mengeluarkan pakaiannya. Kopernya diletakkan di pinggir kasur dan ia mulai menata barang bawaannya.

Waktu berlalu dengan cepat. Dua jam kemudian kamar itu sudah rapi dengan selimut terlipat dan bantal guling yang sudah ditata di masing-masing tempat tidur. Tidak ada barang-barang pribadi yang tertinggal, Imel sudah mengeceknya dua kali. Lalu ia dan Rose meninggalkan kamar tersebut.

Di lobi, Rose dan Imel bertemu dengan anak-anak lainnya. Semua mengenakan seragam karena bis akan menurunkan mereka di sekolah.

Nathan sedang berada di resepsionis mengurus pembayaran dan check out. Belinda memberitahu para siswa kalau bis sekolah sudah sampai. Mereka pun berbondong-bondong menuju bis sekolah yang terparkir di depan lobi. Beberapa staf hotel membantu memasukkan koper-koper mereka ke bagasi.

Ben muncul dengan papan jalan dan kertas absensinya. Dia meminta semua anak naik ke bis lalu mengabsen satu per satu di samping pintu.

"Rose." Ben menyebut nama gadis itu sembari mengabsennya. Rose yang hendak naik ke bis menoleh, mata mereka bertemu.

Rose sudah khawatir kalau Ben akan bersikap aneh pasca penolakan kemarin malam, tetapi ternyata tidak. Ben tersenyum seperti biasa dan mempersilakannya naik. Rose menghela nafas lega. Ia duduk di bangku yang sama seperti kemarin, disusul oleh Imel di sampingnya.

Terakhir yang masuk adalah Ben dan Nathan. Belinda pulang menaiki mobil pribadinya. Nathan duduk di tempat kemarin, persis di bangku depan Rose. Namun, yang membuat Rose terkejut, Ben tiba-tiba bertukar tempat duduk dengan Imel.

Rose langsung menoleh saat Ben duduk di sebelahnya. Ia tidak bisa menyembunyikan keterkejutan di wajahnya.

"Halo Rose," sapa Ben. Melihat ekspresi gadis itu Ben pun tersenyum sambil geleng-geleng kecil. Dia berbisik pelan pada Rose.

"Imel yang minta tuker bangku semalem."

"Kenapa?"

"Jangan cerita ke siapa-siapa ya," tekan Ben, sedikit mendesis. "Imel sempet nembak Pak Nathan dan ditolak, tapi dia bilang gak mau nyerah."

Rose menarik tubuhnya menjauh, punggungnya menghenyak sandaran dengan kaku. Jadi waktu itu dia bukan cuma goda Pak Nathan tapi sempet nembak juga.

"Imel emang gigih orangnya," ucap Ben. Matanya berkilat-kilat seperti terinspirasi. Ia melirik penuh makna kepada Rose. "Apa aku juga perlu segigih itu buat dapetin kamu?"

Mendengar pertanyaan Ben membuat jantung Rose berdegup tidak nyaman. Gadis itu tersenyum kaku pada Ben, lalu menggeleng kecil.

"Gak perlu Ben."

Ben hanya tersenyum misterius padanya, tetapi tidak menjawab perkataan Rose. Pemuda itu mengalihkan perhatiannya ke ponsel, untuk waktu yang lama ia terpaku dengan artikel yang sedang dibacanya.

Rose sempat mengira kalau sisa perjalanan ke sekolah ia tidak akan diganggu oleh Ben. sayangnya, harapannya tidak terkabul. Ben mulai mengajaknya mengobrol tentang apa pun. Sekolahnya, cita-citanya setelah lulus bahkan tentang keluarganya. Rose benar-benar ingin menyuruh Ben diam, tetapi ia tidak tahu cara memberitahu dengan cara halus. Akhirnya, Rose menyerah dan meladeni Ben bicara.

Gadis itu melirik sebal ke bangku depan, telinganya menangkap suara Nathan yang sedang mengobrol ringan dengan Imel. ingin rasanya Rose menarik Imel dari kursinya, lalu gantian ia yang duduk di sebelah Nathan sambil memeluknya posesif.

Perjalanan yang harusnya hanya satu setengah jam jadi terasa seperti bertahun-tahun bagi Rose. Ia mengeluh kapan bis mereka sampai di sekolah.


-----------------

Versi lengkap bab ini tersedia di Karyakarsa.
Di KK sudah up sampai bab 50.

Link:
https://karyakarsa.com/alistairmagma13

Atau bisa juga langsung klik link yang ada di bio profil akun ini.

Living Secretly with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang